Tribun Kaltim Hari Ini
Guru di Mahulu Tutup Sekolah dan Mogok Massal, 'Kami Hanya Berharap Keadilan'
Sejumlah sekolah Mahulu memilih umenutup sekolah dan melakukan aksi mogok mengajar sebagai bentuk protes terhadap ketimpangan TPP
Jika dihitung dengan jam istirahat, jumlah jam kerja guru seharusnya setara dengan tenaga teknis, namun kenyataannya TPP mereka tidak mengalami kenaikan.
Baca juga: Guru di Mahulu Kaltim Mogok Mengajar, Kepala SMPN 1 Long Bagun: Tuntutan Sudah Disuarakan Sejak 2023
"Kami melihatkan aturannya, di situ guru sampai 40 jam per minggu, sedangkan yang lainnya 37 koma sekian jam. Kalau misalnya dipotong istirahat, misalnya di sekolah ada istirahatnya, jadi kami minimal jam dalam seminggu itu 37 koma sekian juga," ungkapnya.
Para guru di Mahulu menegaskan bahwa aksi mogok ini akan terus berlanjut hingga ada kejelasan dari pemerintah daerah.
Mereka berharap ada revisi kebijakan yang lebih adil sehingga kesejahteraan tenaga pendidik bisa setara dengan pegawai di instansi lain.
Meluas
Kepala SMP Negeri 1 Long Bagun, Aris So’ba’, mengungkapkan bahwa hampir seluruh sekolah di wilayah tersebut telah bergabung dalam aksi ini untuk menuntut kenaikan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).
"Saya juga hadir sih kemarin di RDP itu," katanya, Selasa (11/2), merujuk pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Mahulu.
Menurutnya, aksi protes ini tidak hanya terjadi di satu atau dua sekolah, tetapi sudah melibatkan hampir seluruh sekolah di Mahulu.
Beberapa sekolah bahkan sudah memasang spanduk sebagai bentuk protes.
"Sekolah sudah melangsungkan aksi juga ini, saya lihat di SD 1 juga udah masang spanduk, di Mambes juga udah. Jadi sebenarnya bukan cuma kami sih, hampir sudah se-Mahulu nih sebagian besar, ya cuman karena kami di Ujoh Bilangnya, jadi lebih diperhatikan," ungkapnya.
Aksi mogok ini mendapat beragam respons, termasuk dari orang tua siswa.
Ia mengaku menerima telepon dari salah satu orang tua yang juga merupakan bagian dari pemerintahan daerah.
"Tadi juga sempat ditelepon sama orang tua salah satu siswa, jadi saya jelaskan baik-baik kondisinya bahwa situasinya seperti ini. Terus kalau beliau, tadi kebetulan dari pemerintahan juga, dia bilang,
‘Sudah, kami mendukung, nanti dicoba sampaikan ke Bupati juga’," ucapnya.
Selain itu, Ia juga telah berkoordinasi dengan Komite Sekolah untuk memastikan dukungan terhadap aksi ini.
"Nah sebelum ini juga saya sudah telepon Komite Sekolah, tadi sudah saya konfirmasikan ya situasinya sekarang gini di sekolah, tadi udah rapat dengan guru. Keputusannya seperti ini, itu seperti apa? Kalau beliau yang di Komite Sekolah juga mendukung, ya nggak ada masalah," tuturnya.
Ia menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk perjuangan bersama para tenaga pendidik di Mahulu.
"Ya kalau saya, intinya kalau kita buat sesuatu yang, ya istilahnya bukan sesuatu yang salah, ya enggak apa-apa kita perjuangkan. Kita kan juga bersatu, enggak cuma saya sendiri," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa mogok ini bukan keputusan individu, melainkan kesepakatan bersama para guru yang menghadapi ketidakadilan dalam pemberian TPP.
"Tapi semua guru di Mahulu khususnya, menghadapi masalah ini sama-sama, jadi ya saya enggak sendirian," imbuhnya.
Saat ini, para guru masih menunggu respons dari pemerintah daerah. Jika dalam waktu dekat tidak ada keputusan yang memihak mereka, aksi ini kemungkinan akan terus berlanjut.
"Belum ada keputusan. Nanti masih sambil nunggu kalau siang ini ada keputusan, mungkin siang ini petisinya," sebutnya.
Para guru berharap pemerintah segera merespons tuntutan mereka agar proses belajar-mengajar dapat kembali normal, tanpa harus mengorbankan hak-hak mereka sebagai pendidik.
Janji Cari Solusi
Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) merespons keluhan tenaga pendidik terkait ketimpangan dalam kenaikan Tunjangan Tambahan Penghasilan (TPP).
Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah (Setkab) Mahulu, Kristina Tening, mengatakan pemerintah daerah akan membahas hal ini dengan pimpinan guna mencari solusi terbaik.
"Yang jelas kan mereka sudah menyampaikan kepada kita tentang rasa ketidakadilan yang disampaikan oleh mereka," katanya, Selasa (11/2).
Menurutnya, tenaga pendidik merasa ada ketimpangan karena kenaikan TPP bagi jabatan struktural dinilai lebih besar dibandingkan dengan tenaga pendidikan.
"Terkait TPP, ketidakadilan itu mereka membandingkan di posisi jabatan tertentu di struktural itu kan tinggi naiknya. Terlalu tinggi, sementara naik mereka sedikit. Menurut mereka, itulah kesenjangan yang mereka rasakan," ucapnya.
Namun, Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak hanya melihat besaran angka kenaikan TPP, tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan tersebut.
"Tetapi kita tidak memandang angka yang naiknya, tetapi kita melihat faktor pengungkit atau evident yang mempengaruhi kenaikan sebenarnya," tuturnya.
Meski begitu, Ia memastikan bahwa aspirasi para guru akan dibahas lebih lanjut di tingkat pimpinan.
Pemerintah akan berupaya mencari jalan keluar agar kebijakan TPP dapat lebih adil bagi semua pihak.
"Jadi itu nanti yang barangkali dari masukan mereka kepada kita, kita akan bahas ke unsur pimpinan untuk mencari solusi," tegasnya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah akan menelaah lebih lanjut faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan tersebut.
"Jadi ada beberapa item yang menurut mereka terjadi kesenjangan. Tapi kita pelajari itu," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa tenaga pendidik merasa memiliki beban kerja yang setara dengan pegawai di jabatan struktural yang mendapat kenaikan TPP lebih tinggi.
"Eviden-eviden yang ada menurut mereka sama dengan mereka, kayak beban kerja. Beban kerja mereka dengan beban kerja kita menurut mereka kan ada perhitungannya yang tadi mereka sudah paparkan," sebutnya.
Meski demikian, Ia menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan evaluasi mendalam agar kebijakan yang diambil tidak menimbulkan kesalahan di kemudian hari.
"Tetapi mari kita evaluasi juga itu, beban kerja yang dimaksud, yang dianggap menurut mereka juga beban kerja tinggi. Tapi kita juga harus melihat itu kembali sehingga tidak salah-salah kita mengambil kebijakan sehingga nanti akan menjadi temuan," jelasnya.
Menurutnya, pemerintah memiliki niat untuk meningkatkan kesejahteraan semua pegawai, termasuk tenaga pendidik.
Namun, perlu kajian mendalam agar kebijakan yang diterapkan tetap sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Niat kita intinya adalah mau semua naik, mau semuanya merasa aman, nyaman, dan mereka juga bekerja dengan baik. Tetapi beberapa unsur tadi harus kita lihat, eviden yang mempengaruhi kenaikan," pungkasnya.
Pemkab Mahulu berjanji akan membahas aspirasi tenaga pendidik bersama unsur pimpinan agar ditemukan solusi terbaik bagi semua pihak.
Kata PGRI Mahulu
Sementara itu, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Mahulu, Margaretha Ulam juga memberikan pernyataan tegas.
Jika kenaikan TPP guru tidak disetujui, maka instansi lain juga seharusnya tidak mengalami kenaikan.
"Kemudian dari Ketua PGRI kami menyampaikan kalau misalnya guru tidak ada mengalami kenaikan nanti ketika pimpinan bertemu dengan Kemendagri, kami berharap juga OPD lain juga tidak mengalami kenaikan," sebutnya.
Ia menilai alasan tersebut tidak masuk akal, terutama jika dibandingkan dengan kenaikan TPP di instansi lain yang sangat signifikan.
"Alasannya kenapa TPP guru itu tidak naik? Beban kerjanya berbeda, kemudian anggarannya tidak cukup. Tapi itu di luar logika kami," imbuhnya.
Menurutnya, sejumlah OPD mengalami kenaikan TPP hingga hampir 90 persen, sementara guru sama sekali tidak mendapatkan kenaikan.
"Karena justru OPD lain itu naiknya berkali-kali lipat, hampir 90 persen rasanya. Beberapa OPD yang mengalami kenaikan, sedangkan guru ini 0 persen, tidak ada kenaikan," tegasnya.
Para guru juga menyayangkan pernyataan pemerintah bahwa usulan kenaikan TPP tidak diajukan sejak awal, padahal mereka mengaku sudah mengusulkan hal tersebut jauh sebelumnya.
"Kalau dilihat dari, apa namanya, tidak diusulkan, padahal sudah jauh hari kami usulkan," tambahnya.
Pihak pemerintah daerah melalui Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana (Ortal) menyatakan bahwa perubahan anggaran TPP tidak dapat dilakukan karena sistem penganggaran hanya diinput sekali dalam setahun melalui Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
"Kemarin juga dari Kabag bagian Ortal menyampaikan ini tidak bisa diubah lagi karena untuk anggaran TPP ini sekali saja dalam setahun itu diinput. Kalaupun kita mengiakan, itu tidak bisa juga diinput di SIPD," jelasnya.
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.