Berita Nasional Terkini
3 Pasal Krusial yang Diubah dalam Revisi UU TNI, Bagaimana Dampaknya untuk Masyarakat?
Ini pasal-pasal krusial yang diubah dalam Revisi UU TNI dan bagaimana dampaknya untuk masyarakat.
Penulis: Heriani AM | Editor: Doan Pardede
TRIBUNKALTIM.CO - Ini pasal-pasal krusial yang diubah dalam Revisi UU TNI dan bagaimana dampaknya untuk masyarakat.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memberikan penjelasan terkait tiga pasal dalam Revisi Undang-undang TNI (RUU TNI) yang dibahas Komisi I DPR RI bersama pemerintah.
Pasal pertama, yakni Pasal 3 yang berisikan tentang kedudukan TNI.
Baca juga: Rapat RUU TNI di Hotel Dijaga oleh Koopssus, Puan Maharani: Masuk Tanpa Izin Tidak Diperbolehkan
"Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, jadi ini sifatnya internal. Ayat 1 misalnya dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI berkedudukan di bawah Presiden, itu tidak ada perubahan."
"Kemudian ayat 2 kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI itu berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan," kata Dasco, dilansir Kompas TV, Senin (17/3/2025).
Dasco mengungkapkan, revisi UU TNI pada Pasal 3 ini dilakukan supaya lebih sinergis dan lebih rapi.
Pasal selanjutnya yang direvisi adalah Pasal 53, berisikan tentang aturan usia pensiun anggota TNI.
"Kemudian pasal 53 itu tentang usia pensiun, yaitu mengacu pada undang-undang institusi lain, ada kenaikan batas usia pensiun, yaitu bervariatif. Antara 55-62 tahun," terang Dasco.
Terakhir adalah Pasal 47, yang membahas soal aturan prajurit TNI bisa menduduki jabatan di Kementerian atau Lembaga.
"Kemudian pasal ketiga, yaitu pasal 47, yaitu prajurit dapat menduduki jabatan pada Kementerian atau lembaga."
"Jadi prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada Kementerian lembaga, pada saat ini sebelum direvisi ada 10, kemudian ada penambahan," jelas politisi Gerindra itu.

Salah satu contohnya adalah di Kejaksaan Agung, karena dalam Kejaksaan Agung ada jabatan Jaksa Agung Pidana Militer.
"Karena di masing-masing institusi di undang-undangnya dicantumkan, sehingga kita masukkan ke dalam revisi undang-undang TNI."
"Seperti Kejaksaan Agung misalnya karena ada di situ Jaksa Agung Pidana Militer yang di Undang-undang Kejaksaan itu dijabat oleh TNI di sini kita masukkan."
"Kemudian untuk pengelola perbatasan, karena itu beririsan dengan tugas pokok dan fungsi," ungkap Dasco.
Selanjutnya, pada Pasal 47 ayat 2, dijelaskan bahwa prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil selain yang dijelaskan pada ayat 1, maka harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
"Kemudian selain itu pada pasal 47 ayat 2, selain menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga sebagai pada mana dimaksud pada ayat 1, yang tadi saya sudah terangkan."
"Prajurit dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan," imbuh Dasco.
Baca juga: Viral! Tagar Tolak RUU TNI Ramai di Media Sosial, Peringatkan Potensi Dwifungsi Militer
Dampak RUU TNI untuk Masyarakat
Pengamat menyebut penambahan jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh TNI aktif itu akan menimbulkan crowding out effect.
Hal ini diungkapkan pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara.
Ia mengatakan, revisi UU TNI berpotensi mengancam perekonomian Indonesia.
Pasalnya, penempatan TNI aktif di jabatan sipil di lembaga pemerintahan justru menimbulkan inefisiensi sumber daya.
Hal tersebut didasarkan pada gap keahlian militer yang berbeda dengan pekerjaan sipil, terutama dalam hal pengambilan keputusan.
"Jika semua masalah ditarik pada konteks keamanan dan pertahanan, terdapat risiko proses pembangunan akan bias kepentingan militer," kata Bhima kepada Kompas.com, Senin (17/3/2025).
Baca juga: RUU TNI Dikaitkan dengan Dwifungsi ABRI, DPR: Justru Batasi Prajurit Aktif Duduki Jabatan Sipil
UU TNI bermasalah secara ekonomi
Salah satu hal yang dibahas dalam Revisi UU TNI adalah jumlah kementerian lembaga yang bisa diduduki oleh TNI aktif.
Jika sebelumnya anggota TNI aktif bisa mengisi di 10 kementerian/lembaga, dalam Revisi UU TNI akan bertambah menjadi 16.
Menurut Bhima, penambahan jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh TNI aktif itu akan menimbulkan crowding out effect.
"Terjadi crowding out effect apabila TNI aktif boleh berbisnis karena militer mengambil porsi pekerjaan yang harusnya dilakukan oleh pelaku swasta, UMKM, bahkan petani," jelas dia.
Crowding out effect adalah konsep ekonomi yang menjelaskan bahwa peningkatan belanja pemerintah justru menggantikan dan menurunkan belanja sektor swasta, sehingga dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi.
Dia mencontohkan peran TNI ini dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu janji Presiden Prabowo Subianto.
Dalam program tersebut, Prabowo menunjuk TNI untuk terlibat aktif dan mengawasi jalannya MBG dengan dapur umum tersentralisasi dan food estate.
"Ini artinya ada potensi lapangan pekerjaan masyarakat diperebutkan militer aktif," ujarnya.
Di sisi lain, penempatan anggota TNI aktif di BUMN juga terbukti tidak berkorelasi dengan berbagai indikator kinerja baik sebagai PSO maupun penyumbang laba.
Menurut Bhima, penempatan TNI aktif di BUMN justru berpeluang sebabkan demoralisasi pada level manajerial dan staff BUMN lantaran puncak karier ditentukan oleh political appointee, bukan karena meritokrasi.
"Jika BUMN tidak memiliki konsep meritokrasi, dikhawatirkan brain drain akan merugikan BUMN itu sendiri," kata dia.
Baca juga: Alasan Hotel Mewah Fairmont Jakarta Jadi Tempat Rapat DPR RUU TNI, Sekjen: Sudah Sesuai Prosedur
Berpeluang turunkan Foreign Direct Investment
Masalah Revisi UU TNI berikutnya dari sisi ekonomi adalah penurunan Foreign Direct Investment (FDI).
Ia menjelaskan, hal tersebut bisa terjadi karena penempatan TNI aktif pada jabatan sipil memberikan kesan ekonomi kembali pada sistem komando, serta tidak didasarkan pada inovasi dan persaingan ketat.
"Efeknya, investor akan menimbang ulang berinvestasi di Indonesia, FDI bisa turun dan target Rp 3.414 triliun pada 2029 bakal sulit tercapai," jelas Bhima.
"Dengan tata kelola, korupsi, dan izin lingkungan yang bermasalah, Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Vietnam dan China," imbuh dia.
Permasalahan ekonomi lainnya adalah umur pensiun TNI yang juga bakal diubah dalam UU TNI.
Bhima memperingatkan DPR untuk kembali mempertimbangkan keputusan tersebut, terutama dampaknya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Total belanja pegawai pemerintah tahun ini saja kan sudah tembus Rp 521,4 triliun atau meningkat tajam 85,5 persen dalam 10 tahun terakhir," tuturnya.
"Jika umur pensiun TNI ditambah, defisit APBN diperkirakan menembus 3 persen dalam waktu singkat yang artinya bisa melanggar konstitusi UU Keuangan Negara 2003," lanjutnya.
Apa isi Revisi UU TNI?
Revisi UU TNI memuat beberapa poin penting yang perlu dicermati. Di antaranya adalah:
1. TNI aktif bisa menempati 16 jabatan sipil
Menurut Pasal Pasal 47 ayat (2) UU TNI, anggota TNI aktif hanya boleh menjabat pada 10 kementerian dan lembaga sipil tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun.
Namun, aturan tersebut bakal direvisi, sehingga TNI aktif bisa menjabat di 16 kementerian/lembaga sebagai berikut:
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
Pertahanan Negara
Sekretaris Militer Presiden
Intelijen Negara
Sandi Negara
Lembaga Ketahanan Nasional
Dewan Pertahanan
Nasional Search and Rescue (SAR)
Nasional Narkotika Nasional
Mahkamah Agung (MA)
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Badan Keamanan Laut
Kejaksaan Agung
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
2. Batas usia pensiunan TNI ditambah
Hal berikutnya yang dibahas dalam Revisi UU TNI adalah penambahan batas usia pensiun TNI.
Jika merujuk pada Pasal 43 UU TNI, batas usia pensiun untuk perwira TNI adalah 58 tahun, sedangkan tamtama dan bintara adalah 53 tahun.
Namun, batas usia tersebut rencananya akan ditambah, yaitu 55 tahun untuk bintara dan tamtama, serta 58 hingga 62 tahun untuk perwira, sesuai pangkat atau sesuai kebijakan presiden khusus perwira bintang empat.
3. Kedudukan TNI di bawah Kementerian Pertahanan
TNI saat ini berkedudukan di bawah presiden dalam mengerahkan dan menggunakan kekuatan militer.
TNI juga berkedudukan di bawah koordinasi Departemen Pertahanan dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi.
Namun, aturan tersebut bakal diubah sehingga kedudukan TNI akan berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.
4. Perluasan kewenangan dan tugas TNI
Merujuk aturan saat ini, TNI memiliki 14 tugas operasi militer selain perang (OMSP). Namun, tugas tersebut bertambah menjadi 17 dalam Revisi UU TNI.
Belum disebutkan secara rinci apa saja tugas tambahan OMSP TNI. Namun, salah satu yang sudah disampaikan adalah mengatasi masalah narkoba dan operasi siber. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul DAMPAK Revisi UU TNI Kata Pengamat: Berpotensi Rugikan Perekonomian Indonesia, Begini Penjelasannya
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Daftar 3 Pasal yang Dibahas DPR di RUU TNI: Kedudukan TNI, Usia Pensiun, & Jabatan di Lembaga Sipil
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.