Berita Nasional Terkini

RUU TNI Tinggal Selangkah Lagi Jadi UU, DPR RI Setuju Dibawa ke Rapat Paripurna

Meski diwarnai kritikan pedas dan penolokan dari masyarakat, RUU TNI nampaknya akan tetap disahkan menjadi undang-undang.

Editor: Heriani AM
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
REVISI UU TNI - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas berjabat tangan dengan Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto saat rapat persetujuan tingkat I RUU TNI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025). Komisi I DPR menyetujui pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada tingkat I, untuk dibawa ke tingkat selanjutnya di Rapat Paripurna DPR. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

Perlu diketahui, dalam revisi tersebut, terdapat 16 lembaga yang bisa diduduki prajurit TNI aktif, yakni:

1. Politik dan Kemanan Negara 

2. Sekretaris Militer Presiden 

3. Pertahanan Negara 

4. Intelijen Negara 

5. Sandi Negara 

6. Lembaga Ketahanan Nasional 

7. Dewan Pertahanan Nasional 

8. Search and Rescue (SAR) Nasional 

9. Narkotika Nasional 

10. Mahkamah Agung 

11. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 

12. Kejaksaan Agung 

13. Keamanan Laut 

14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 

15. Kelautan dan Perikanan 

16. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

Sebagai salah satu lembaga yang turut memberikan kritikan keras terhadap RUU TNI, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia kemudian merilis siaran pers yang menegaskan penolakan terhadap revisi yang akan melegitimasi praktik dwifungsi ABRI.

"Kami memandang bahwa usulan revisi UU TNI bertentangan dengan agenda reformasi TNI yang semestinya mendukung TNI menjadi tentara profesional sebagai alat pertahanan negara sebagaimana amanat konstitusi dan demokrasi.

Baca juga: Alasan Hotel Mewah Fairmont Jakarta Jadi Tempat Rapat DPR RUU TNI, Sekjen: Sudah Sesuai Prosedur

"DPR RI dan Presiden melalui usulan revisinya justru akan menarik kembali TNI kedalam peran sosial politik bahkan ekonomi-bisnis yang dimasa Orde Baru yang terbukti tidak sejalan dengan prinsip dasar negara hukum dan supremasi sipil serta merusak sendi-sendi kehidupan demokrasi," tulis YLBHI dalam pernyataan persnya, Minggu (16/3/2025)

YLBHI juga menyebut bahwa revisi tersebut justru akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas atau kekebalan hukum anggota TNI.

Mereka juga mencatat adanya 4 hal bermasalah dalam substansi RUU TNI, yakni:

1. Memperpanjang masa pensiun, menambah persoalan penumpukan perwira Non Job dan penempatan ilegal perwira aktif di jabatan sipil; 

2. Perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif, mengancam supremasi sipil, menggerus profesionalisme dan independensi TNI; 

3. Membuka ruang ikut campur ke wilayah politik keamanan negara; 

4. Menganulir suara rakyat melalui DPR dalam pelaksaan operasi militer selain perang.

Anda bisa membaca dengan lengkap siaran pers YLBHI dengan KLIK LINK berikut.

Hingga saat ini, tagar bertajuk Tolak RUU TNI masih nyaring digaungkan. Di platform X (sebelumnya Twitter), netizen ramai-ramai membagikan tagar ini dengan berbagai penjelasan mengapa masyarakat harus peduli akan RUU TNI yang berpotensi menimbulkan dwifungsi dalam militer.

Salah satu warganet mencoba membagikan pendapatnya terhadap naskah akademik RUU TNI yang sempat tersebar luas di internet.

"Naskah akademiknya lucu, kaya lagi dikerjain anak magang yg dipepet deadline. Logikanya kaya dipaksain. Katanya bukan dwi fungsi karena ga terlibat politik praktis, tapi kan tetep aja memperlebar peran TNI di luar sektor pertahanan? The logic ain't logicing."

"Terus aku ga pahamnya katanya untuk meringankan beban kebutuhan sumber daya manusia di kementerian/lembaga lain. Terus gunanya ada rekrutmen cpns apa? Buat apa militer harus turun tangan bantu urusan sipil?? Koreksi kalo aku salah. Mungkin di sini ada yg lebih paham. Tapi dwi fungsi militer itu ga sebatas terlibat dalam politik praktis ga, sih? Sepemahamanku, dwi fungsi militer itu pada dasarnya memiliki peran ganda: sebagai aktor pertahanan dan aktor dalam kehidupan sipil," lanjutnya

Tidak hanya diramaikan oleh warganet, sejumlah aktor, penyanyi, pegiat media hingga sutradara sampai angkat bicara dan membantu menaikkan tagar tersebut.

"Saya pernah ada di sana. Saya tidak ingin kembali lagi. #TolakRUUTNI," cuit Ernest Prakasa.

"you pass the law, we start the war.," ketik Baskara Putra yang dikenal dengan nama panggungnya, Hindia. Dalam pertunjukkan musiknya baru-baru ini, ia juga menaikkan tagar Tolak RUU TNI.

"#TolakRevisiUUTNI," unggah Joko Anwar singkat.

Fedy Nuril, salah satu aktor yang vokal terkait permasalah sosial di Indonesia juga sempat membahas masalah ini dan sempat disinggung karena dikatakan membaca naskah akademik RUU TNI dari sumber yang menyesatkan.

Dalam cuitan terbarunya, ia mengatakan bahwa sumber dari naskah tersebut tak lain adalah dari laman resmi DPR sendiri.

Jadi draft2 yg menyesatkan yang dipake patokan artis spesialis karakter poligami macam @realfedinuril buat koar2 itu hoax” Dokumen yang gue post dari kemarin adalah naskah akademik RUU TNI yang gue dapet dari Website DPR," jelasnya melalui platform X (sebelumnya Twitter), Senin (17/3/2025).

Respons Ketua Komisi I DPR RI hingga Wakil Ketua DPR RI

Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto mengeklaim bahwa revisi UU TNI bukanlah untuk memperluas jabatan sipil yang diduduki TNI.

Utut mengatakan, RUU TNI tersebut justru untuk membatasi jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit aktif. 

"Kalau kekhawatiran dwifungsi ABRI saya sudah berkali-kali bicarakan, justru ini melimitasi," ujar Utut dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2024). 

Politisi PDIP tersebut lalu menyinggung pembahasan dalam rapat RUU TNI bersama Panglima TNI Agus Subiyanto pekan lalu.

Dikatakannya, Panglima TNI menyatakan seluruh jajarannya tetap menjunjung tinggi supremasi sipil.

Baca juga: RUU TNI Dikaitkan dengan Dwifungsi ABRI, DPR: Justru Batasi Prajurit Aktif Duduki Jabatan Sipil

"Panglima TNI pada rapat Kamis pekan lalu itu tegas, kesimpulannya hanya satu bahwa dari Undang-Undang ini jelas supremasi sipil dalam konsep negara demokrasi," tandasnya.

Sementara, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa draf Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang beredar di media sosial berbeda dengan draft resmi yang tengah dibahas oleh Komisi I DPR RI.

"Kami cermati bahwa di publik, di media sosial itu beredar draft-draft yang berbeda dengan yang dibahas di Komisi I DPR RI," ujar Dasco saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/3/2025).

Dasco menjelaskan bahwa pembahasan revisi UU TNI di Komisi I DPR RI hanya mencakup tiga pasal, yaitu:

  • Pasal 3 ayat (2): Menegaskan bahwa kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategi TNI berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan.
  • Pasal 53: Mengatur batas usia pensiun prajurit TNI, yang dinaikkan dari 55 tahun menjadi 62 tahun.
  • Pasal 47: Mengizinkan prajurit aktif untuk menduduki jabatan di kementerian atau lembaga tertentu.

Ia menjelaskan, pembahasan RUU TNI membutuhkan waktu yang cukup banyak meskipun hanya mencakup tiga pasal.

Hal ini karena banyak yang memerlukan diskusi mendalam terkait naskah akademik dan perumusan kata-kata yang tepat dalam revisi tersebut.

"Karena dari sisi naskah akademik dan lain-lain, itu perlu juga merumuskan kata-kata atau pokok-pokok yang tepat dalam pembahasannya, sehingga diperlukan konsinyering," tambahnya.

Menanggapi anggapan bahwa proses revisi UU TNI berjalan tergesa-gesa dan minim partisipasi publik, Dasco menepis tudingan tersebut. Ia menegaskan bahwa revisi ini telah dibahas selama beberapa bulan dan melibatkan partisipasi publik.

"Seperti kita tahu bahwa revisi UU TNI ini sudah berlangsung sejak beberapa bulan lalu. Dan itu kemudian dibahas di Komisi I, termasuk mengundang partisipasi publik," ungkapnya.

Selain itu, ia mengungkapkan bahwa tahapan konsinyering juga dilakukan selama dua hari berturut-turut merupakan bagian dari mekanisme yang telah diatur dalam peraturan pembuatan undang-undang.

"Dan memang konsinyering dalam setiap pembahasan undang-undang itu ada aturannya dan tidak menyalahi mekanisme yang ada," jelas Dasco. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul BREAKING NEWS: Komisi I DPR Sepakat Bawa RUU TNI ke Paripurna untuk Disahkan

Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved