Berita Nasional Terkini

Respons Menko Airlangga Hartanto Soal Nilai Rupiah yang Anjlok: Rupiah Naik Turun, Biasa Saja

Inilah respons Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartanto terkait nilai rupiah yang anjlok ke level terendah sejak 1998.

Kompas.com
NILAI RUPIAH ANJLOK - Ilustrasi uang tunai. Inilah respons Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartanto terkait nilai rupiah yang anjlok ke level terendah sejak 1998. Ia menyebut bahwa naik dan turunnya nilai tukar rupiah adalah hal yang biasa terjadi. (Kompas.com) 

TRIBUNKALTIM.CO - Inilah respons Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartanto terkait nilai rupiah yang anjlok ke level terendah sejak 1998.

Ia menyebut bahwa naik dan turunnya nilai tukar rupiah adalah hal yang biasa terjadi.

Dikutip dari Kompas.com, Airlangga mengungkapkan bahwa fundamental ekonomi di Indonesia saat ini tengah berada dalam kondisi yang kuat.

Ia juga turut menyinggung keadaan pasar modal yang telah kembali rebound

"Ya kan ini harian kan, nanti kita lihat. Kan fundamental ekonomi kuat, pasar juga sudah rebound. Kemarin ekspektasi mengenai RUPS Mandiri dan BRI kan baik outcome-nya," ujar Airlangga di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/3/2025).

Baca juga: Rupiah Berada di Level Terendah Sejak Krisis Moneter 1998, Ada Andil Ekspansi Peran Militer

Ketika ditanya bagaimana tindakan pemerintah dalam mencari penyebab anjloknya rupiah, Airlangga hanya mengatakan bahwa masih ada beberapa faktor sentimental dari luar.

Dia enggan membocorkan apakah akan membahas kondisi rupiah ini dengan Presiden Prabowo Subianto atau tidak.

"Kalau rupiah kan naik turun, biasa saja," ucapnya.

Sementara, Airlangga mengungkit bahwa Bank Indonesia (BI) telah mengambil langkah ke depan demi stabilitas rupiah.

Diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mengalami penurunan signifikan pada Selasa (25/3/2025).

Bahkan, dikatakan mencapai level terendah sejak krisis moneter Asia pada Juni 1998.

Mata uang Garuda sempat turun 0,5 persen ke level 16.640 per dollar AS dan terus melemah hingga penutupan perdagangan kemarin di level Rp 16.611 per dollar AS, yakni turun 0,27 persen (44 poin) dibandingkan penutupan sebelumnya.

Sejauh ini, mata uang rupiah telah melemah 4,79 persen selama setahun terakhir.

Namun, pelemahan nilai tukar pada Selasa kemarin tidak hanya terjadi pada rupiah.

Mata uang ringgit Malaysia melemah 0,2 persen dan baht Thailand juga turun ke level terendah dalam tiga minggu.

Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap Stabilitas Ekonomi Indonesia

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, dalam jangka pendek, pelemahan rupiah akan berdampak pada stabilitas ekonomi Indonesia.

Pasalnya, ketidakstabilan nilai tukar dapat menambah ketidakpastian dalam ekonomi, yang berdampak pada iklim investasi dan kegiatan ekonomi secara lebih luas.

Baca juga: Soal IHSG Anjlok, Prabowo: Harga Saham Boleh Naik Turun, Asalkan Pangan Aman Negara Aman

"Kalau rupiahnya gonjang-ganjing, ini akan berimplikasi kepada kondisi makroekonomi kita," ujarnya dalam diskusi publik Indef, Selasa (26/3/2025).

Ia melanjutkan, fluktuasi nilai tukar rupiah dapat berpengaruh pada ekspektasi pasar terhadap kondisi ekonomi, termasuk saat momen-momen penting seperti Lebaran.

Seperti diketahui, aktivitas mudik Lebaran tahun ini diprediksi akan lebih rendah dibandingkan tahun lalu.

Jumlah pemudik diperkirakan berkurang menjadi 146,48 juta pemudik, sehingga potensi perputaran uang selama Lebaran diperkirakan turun 12,3 persen menjadi Rp 137,97 triliun.

"Para pelaku di pasar uang juga melihat bagaimana Lebaran dan diproyeksikan ini juga lebih rendah dari tahun lalu yang mudik. Itu juga berimplikasi pada konfigurasi dari rupiah," ungkap Eko.

Pelemahan nilai tukar rupiah juga bakal berdampak langsung pada pembayaran bunga utang, khususnya yang berbasis valuta asing (global bonds).

Ketika rupiah melemah, biaya pembayaran utang dalam mata uang asing akan meningkat, karena negara harus mengeluarkan lebih banyak rupiah untuk memenuhi kewajiban utang dalam mata uang asing.

Belum lagi dampak pada beban subsidi energi yang akan meningkat, terutama untuk bahan bakar minyak (BBM) yang banyak diimpor.

Biaya impor BBM akan semakin mahal dalam mata uang rupiah yang lebih lemah.

Eko menambahkan, pelemahan rupiah dapat meningkatkan biaya produksi di Indonesia yang kemudian dapat mendorong kenaikan harga produk di pasar domestik.

Baca juga: Sri Mulyani Bantah Isu Resign di tengah Jebloknya IHSG: Saya Tidak Mundur!

Indonesia memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap impor bahan baku dan komponen.

Sehingga ketika nilai tukar rupiah melemah, biaya untuk impor barang dan bahan baku juga meningkat.

"Pada prinsipnya, kalau rupiah melemah, memang risikonya banyak, manfaatnya sedikit, ya, bahkan mungkin tidak ada. Kadang pejabat bilang itu (pelemahan rupiah) bisa mendorong ekspor, jangan percaya. Kecuali memang kita sangat kuat di ekspor," pungkasnya. (*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved