Berita Nasional Terkini
Jansen Manansang Beber Bukti Perilaku Eks Pemain Sirkus Taman Safari: Mesum, Selingkuh Hingga Hamil
Polemik dugaan eksploitasi dan penyiksaan terhadap pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI), terus berlanjut.
"Di jalan saya sudah dipukul, ditampar oleh Pak Frans. Saya sudah gemetaran," kata Vivi.
Baca juga: Klarifikasi Taman Safari Indonesia, Dugaan Eksploitasi Eks Pemain Sirkus Oriental Circus Indonesia
Vivi mengaku sampai di rumah, ia diseret dari dalam mobil oleh Frans untuk dibawa ke kantor.
Frans kemudian mengambil alat setrum untuk melukai Vivi.
"Terus saya disetrumin badan saya badan. Saya disetrum sampai ke dia nyodok-nyodok ke alat kemaluan saya," katanya, sambil meneteskan air mata.
Vivi melanjutkan, penyiksaan yang ia terima tidak berhenti di situ.
Ia lalu dipukuli hingga sempat dipasung selama dua minggu lamanya.
Singkat cerita, Vivi dilepas dan kembali menjadi pemain sirkus.
Vivi yang tidak tahan dengan kondisinya memutuskan kabur untuk kedua kalinya.
Ia meminta bantuan guru silatnya yang kebetulan juga bekerja di Taman Safari.
Vivi kemudian dibawa ke Semarang dan menikah dengan guru silatnya.
Bantahan OCI dan TSI
Founder Oriental Circus Indonesia (OCI) sekaligus Komisaris TSI, Tony Sumampau, mengaku akan membawa kasus tuduhan dugaan praktik eksploitasi ke ranah hukum.
Baca juga: Pernyataan Taman Safari Indonesia Usai Viral Mantan Pemain Sirkus OCI Ngaku Alami Dugaan Kekerasan
Pihaknya mengklaim tidak pernah melakukan praktik eksploitasi, perbudakan, dan penyiksaan terhadap para pemain sirkus di bawah naungan OCI.
Ia menegaskan, proses latihan di sirkus memang memerlukan kedisiplinan tinggi yang kerap kali melibatkan tindakan tegas, tetapi ia menyebut hal tersebut wajar dalam dunia olahraga dan bukan bentuk kekerasan yang disengaja.
Betul, pendisiplinan itu kan dalam pelatihan ya, pasti ada. Saya harus akui. Cuma kalau sampai dipukul pakai besi, itu nggak mungkin," ujar Tony saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
"Kalau mereka luka, justru nggak bisa tampil atraksi," ujarnya.
"Kalau dibilang penyiksaan, ya itu membuat sensasi saja. Supaya orang yang dengar jadi kaget, serius gitu ya. Kalau benar-benar seperti itu, ya tidak masuk akal," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Tony juga menjelaskan metode pelatihan di dunia sirkus, termasuk di OCI, tidak jauh berbeda dengan standar pelatihan di cabang olahraga lain, seperti senam atau bela diri.
Tony Sumampau, akan melakukan upaya hukum atas tudingan eksploitasi dan pemerasan yang dilayangkan terhadap pihaknya.
Tony menegaskan, pihaknya justru mencium adanya provokator yang diduga sengaja menggiring mantan pemain sirkus untuk membuat narasi negatif.
"Ya, di belakang semua ini memang ada sosok provokator yang memprovokasi mereka. Kita sudah tahu siapa, karena sebelumnya juga dia sempat minta sesuatu kepada kami," ujar Tony, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Tony menyebut, pihaknya tidak berniat memperkarakan para mantan pemain sirkus, yang disebutnya sudah seperti anak sendiri.
Namun, berbeda dengan "aktor" yang berada di balik tuduhan tersebut.
Baca juga: Pernyataan Taman Safari Indonesia Usai Viral Mantan Pemain Sirkus OCI Ngaku Alami Dugaan Kekerasan
"Kalau anak-anak, ya kasihan. Tapi, kalau provokatornya, itu lain cerita. Kita sedang mengupayakan langkah hukum terhadap pihak yang memanfaatkan mereka," kata Tony.
Menurut Tony, pihaknya telah mengantongi bukti-bukti terkait dugaan adanya upaya pemerasan yang sempat menuntut angka hingga lebih dari Rp 3,1 miliar.
Namun, Tony menegaskan bahwa dari awal pihaknya memilih diam agar tidak melukai perasaan mantan anak didiknya.
"Kita memang tidak merespons, karena mau lihat siapa dalangnya. Anak-anak itu hanya ‘alat’. Kita enggak mau cederai mereka. Tapi, siapa yang ada di belakang ini, ya itu yang jadi perhatian kami," ungkap Tony.
Tony mengaku, sebagian bukti sudah dikantongi, meskipun dengan beberapa korban ia belum sempat bertemu langsung.
"Sebagian bukti sudah ada. Kalau mereka (anak-anak) yang kemarin itu, saya belum pernah ketemu lagi. Mungkin karena merasa malu setelah ramai bicara seperti ini," ujar dia.
Reaksi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Komnas HAM mengatakan pihaknya menyelidiki dugaan pelanggaran itu pada 1997, berdasarkan laporan polisi nomor LP/60/V/1997/Satgas tertanggal 6 Juni 1997.
Laporan itu ditujukan kepada FM dan VS yang disangkakan melanggar Pasal 277 dan 335 KUHP.
Dalam penyelidikan, Komnas HAM menemukan empat dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak OCI.
Yaitu, hak anak untuk mengetahui asal-usul dan identitasnya, kebebasan dari ekploitasi ekonomi, hak atas pendidikan umum yang layak, serta hak atas perlindungan keamanan dan jaminan sosial.
Baca juga: Cerita Pilu Eks Pemain Sirkus Oriental Circus Indonesia, Disetrum hingga Dikurung di Kandang Macan
Tetapi, saat itu, penyidikan kemudian dihentikan oleh Polri pada 1999.
"Komnas HAM mendapatkan informasi bahwa Direktorat Reserse Umum Polri menghentikan penyidikan tindak pidana menghilangkan asal-usul dan perbuatan tidak menyenangkan," ungkap Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing, Jumat (18/4/2025).
Meski sudah berjalan puluhan tahun, kasus dugaan eksploitasi di OCI ini belum diselesaikan secara tuntas.
Karena itu, Komnas HAM memberikan dua rekomendasi.
Pertama, Komnas HAM meminta agar kasus ini diselesaikan secara hukum atas tuntutan kompensasi untuk para mantan pemain OCI.
Kedua, Komnas HAM meminta agar asal-usul para pemain sirkus OCI segera dijernihkan.
"Hal ini sangat penting untuk mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan kekeluargaannya," pungkas Uli.
Sementara itu, pendiri OCI sekaligus Taman Safari Indonesia (TSI), Tony Sumampau, mengungkapkan asal-usul sejumlah pemain sirkus OCI.
Ia mengatakan beberapa pemain OCI memang telah diasuh keluarganya sejak anak-anak.
Anak-anak itu diambil orang tua Tony, Hadi Manansang, dari panti asuhan di Kalijodo, sejak bayi.
"Orang tua itu suka menampung anak, jadi dari bayi, entah anaknya siapa itu. Ternyata, waktu saya tanya ini anak dari mana, katanya anak dari panti asuhan."
Baca juga: Kisah Kelam eks Pemain Sirkus Taman Safari: Kehilangan Identitas Hingga Dijejali Kotoran Gajah
"'Panti asuhannya di mana?', 'Di daerah dekat Kalijodo'. 'Kenapa diambil?, 'Saya suka sumbang uang untuk panti asuhan'," ungkap Tony di hadapan awak media, Kamis (17/4/2025).
Tony menjelaskan, anak-anak itu dibesarkan oleh keluarganya hingga berusia 6-7 tahun, dan kemudian dilatih untuk menjadi pemain sirkus.
"Jadi dari bayi dibesarkan, usia 6-7 tahun baru dibawa ke sirkus untuk mulai dilatih," jelas Tony, dilansir Kompas.com.
Lebih lanjut, Tony menyebut Komnas HAM mengetahui panti asuhan tempat orang tuanya mengambil anak-anak.
Hal itu, kata dia, diketahui setelah Komnas HAM melakukan penelusuran dan investigasi pada 1997.
"Waktu itu tim dari Komnas HAM yang menelusuri, dan ternyata panti asuhannya memang ada di sekitar Kalijodo," ungkap dia.
Pada Senin (21/4/2025), pihak OCI mengklarifikasi pernyataan Komnas HAM yang mengatakan ada dugaan pelanggaran oleh OCI di tahun 1997.
Juru bicara Hamdan Zoelva, Imam Nasef, mengatakan jika dalam dokumen Komnas HAM pada saat itu tidak ada soal pelanggaran HAM di OCI.
Hamdan Zoelva sendiri merupakan sosok yang ditunjuk sebagai Kuasa Hukum OCI saat dilaporkan ke Komnas HAM medio 1997.
Hasil pemantauan Komnas HAM kala itu, ujar Imam, adalah berbagai rekomendasi yang harus dilakukan oleh OCI kepada para korban.
Imam pun menekankan, jika dalam rekomendasi tersebut tidak ada pernyataan eksplisit yang menyebut adanya pelanggaran HAM.
Baca juga: Pendiri Oriental Circus Indonesia Bantah Tuduhan Lakukan Penyetruman, Curhat Eks Pemain Sirkus OCI
Dalam rekomendasi tersebut diksi yang digunakan adalah 'indikasi' atau 'kecenderungan', bukan secara gamblang menyatakan jika sudah ada pelanggaran HAM di OCI
"Kalau rekan-rekan ikuti Komisi III, sempat dibacakan, hal yang penting dicermati juga di dalam rekomendasi sebenarnya tidak ada satupun kata atau kalimat yang telah terbukti pelanggaran HAM, kalau dibaca tadi itu bahasanya adalah cenderung," ujar Imam.
"Ada kecenderungan terjadi pelanggaran HAM. Mungkin kita semua belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar."
"Kira-kira kalau ada kata cenderung itu, bukan sesuatu yang sudah dipastikan pasti atau terbukti pasti," sambung dia.
Imam menambahkan, apabila pernyataan tersebut juga sejalan dengan siaran pers Komnas HAM yang dirilis pada April 2025, yang mengulas kembali dokumen rekomendasi tahun 1997.
Dalam siaran pers tersebut, Komnas HAM masih menggunakan istilah "dugaan" dan "indikasi'.
"Di situ bahasanya juga jelas, dia me-review ke laporan dan rekomendasi Komnas HAM tahun 1997 bahasanya di situ disebutkan dugaan pelanggaran HAM."
"Jadi lagi-lagi sebenernya Komnas HAM sendiri tidak pernah menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM," tegas Imam. (*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jansen Manansang: Eks Pemain Sirkus Taman Safari Ada yang Mesum, Selingkuh, Hamil di Luar Nikah
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.