Liputan Khusus

Penjelasan Andi Harun di Balik Kebijakan Samarinda Bebas Tambang 2026

Walikota Samarinda Andi Harun memberikan penjelasan di balik kebijakan Samarinda bebas tambang pada tahun 2026. 

Editor: Syaiful Syafar
TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
SAMARINDA BEBAS TAMBANG - Foto arsip Walikota Samarinda Andi Harun saat menggelar konferensi pers di Balai Kota, Senin (5/5/2025). Andi Harun memberikan penjelasan di balik kebijakan Samarinda bebas tambang pada tahun 2026. (TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI) 

Andi menegaskan bahwa penanganan banjir sejatinya tidak bisa dilakukan secara instan, lantaran menyangkut kompleksitas topografi dan sistem drainase kota.

"Penanganan banjir ini kita sangat serius, memang terus berjalan di setiap kecamatan. Nanti akan terasa dampaknya jika tiba-tiba tidak ada banjir. Karena memang memperbaiki infrastruktur itu tidak seperti kita memperbaiki jalan yang selesai," ungkapnya.

Baca juga: Samarinda Mulai Bebas Tambang Tahun 2026, Ini Tanggapan Dinas Tenaga Kerja

Dengan seluruh kebijakan tersebut, Pemkot Samarinda secara tegas menempatkan diri sebagai pionir transformasi tata ruang di wilayah Kalimantan Timur. 

"Hal ini pula memerlukan studi dan citra satelit, dilihat dari bagaimana alur airnya dan arah terbuangnya aliran air, bagaimana kontur tanah dan topografinya, seberapa lebar saluran sekundernya, termasuk juga penanganannya apakah sudah ada dari hulu ke hilir," katanya.

Kewenangan di Pusat

Di tengah komitmen Pemerintah Kota Samarinda untuk keluar dari bayang-bayang industri ekstraktif, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda mempertegas batas waktu berakhirnya era pertambangan di kota ini. 

Kepala DLH Samarinda, Endang Liansyah, menyatakan bahwa seluruh izin baru dan permohonan perpanjangan kegiatan tambang akan ditolak mulai tahun 2026, seiring dengan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2023–2042 yang menutup seluruh ruang tata wilayah untuk aktivitas pertambangan.

"Yang jelas 2026 itu tidak ada izin baru atau izin perpanjangan yang diberikan. Tapi kalau izin lama, misalnya berakhir di tahun 2028, maka tetap berjalan sampai habis masanya. Setelah itu tidak bisa diperpanjang lagi," ungkap Endang kepada Tribun Kaltim, Jumat (2/5/2025). 

Baca juga: DLH Samarinda: Seluruh Izin Baru dan Permohonan Perpanjangan Kegiatan Tambang Ditolak Mulai 2026

Pernyataan tersebut menguatkan langkah strategis Pemkot Samarinda yang sebelumnya diumumkan oleh Walikota Andi Harun, bahwa Samarinda menargetkan status bebas tambang secara penuh pada 2026.

Namun, secara teknis, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan pertambangan tetap berada dalam ranah otoritas pusat.

Endang menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), seluruh kewenangan pemberian izin tambang berada di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Sementara itu, pemantauan lingkungan dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), meski dalam praktiknya, kementerian kerap melibatkan DLH daerah dalam proses pengawasan.

"Pemantauan juga dari KLHK, ada PP-nya. Kalau mereka minta, DLH bisa mendampingi. Biasanya KLHK turun dan minta didampingi DLH kota atau provinsi," jelasnya.

Dengan tertutupnya ruang bagi industri tambang di dalam RTRW Kota Samarinda, maka semua proses perizinan yang sebelumnya bersifat sentralistis kini harus tunduk pada satu peta nasional.

Hal ini berarti, meski pengajuan izin dilakukan di tingkat pusat, jika tidak terdapat alokasi ruang tambang di dokumen RTRW, maka permohonan tersebut akan otomatis tertolak secara sistemik.

Baca juga: ARUKKI Ajukan Pra Peradilan atas Dugaan Tambang Ilegal di Hutan Pendidikan Unmul Samarinda

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved