Berita Nasional Terkini
Ungkit soal Fufufafa dan Putusan MK, Isi Surat Pemakzulan Gibran akan Dibacakan DPR di Paripurna
Ungkit soal Fufufafa dan Putusan MK, isi surat pemakzulan Gibran yang dikirim Forum Purnawirawan TNI ke DPR akan dibacakan di rapat paripurna.
Andreas Hugo Pareira, anggota DPR Fraksi PDI-P sekaligus Wakil Ketua Komisi XIII DPR, menyatakan apresiasinya atas inisiatif yang dilakukan para purnawirawan tersebut.
“Surat dari Forum Purnawirawan TNI tentu patut diapresiasi karena bentuk perhatian dan tanggung jawab para senior bangsa yang telah berbuat dan mengabdi kepada bangsa dan negara,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Selasa (3/6/2025) malam.
Bagaimana Proses Pembahasan Pemakzulan Gibran di DPR?
Andreas menjelaskan bahwa setelah surat tersebut dibacakan di Rapat Paripurna, proses selanjutnya akan bergantung pada kehadiran dan persetujuan anggota DPR.
“Apabila rapat paripurna itu dihadiri oleh 2/3 anggota DPR, dan disetujui oleh 2/3 anggota DPR yang hadir, maka tahapan proses pemakzulan sesuai Pasal 7A UUD 1945 bisa dimulai,” ungkapnya.
Jika disetujui, DPR akan meneruskan surat beserta pertimbangan-pertimbangannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diperiksa dan diputuskan apakah terjadi pelanggaran berat atau tidak.
Namun, jika syarat kehadiran dan persetujuan tidak terpenuhi, proses pemakzulan tidak akan dilanjutkan.
“Kalau pada tahap awal di DPR tidak dihadiri oleh 2/3 dan tidak disetujui oleh 2/3 (anggota DPR), maka proses pemakzulan tidak dilanjutkan,” tambah Andreas.
Isi Surat Pemakzulan Gibran, Singgung putusan MK hingga Fufufafa
Dalam surat yang dikirimkan, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menerangkan bahwa usulan pemakzulan terhadap Gibran Rakabuming Raka memiliki dasar konstitusional yang kuat.
Mereka merujuk pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945, TAP MPR Nomor XI Tahun 1998, serta sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang (UU) tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dan Kekuasaan Kehakiman.
Lewat surat itu, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga menyatakan bahwa Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui putusan MK yang cacat hukum, yaitu Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Mereka menilai putusan tersebut melanggar prinsip imparsialitas karena diputus oleh Ketua MK saat itu, yakni Anwar Usman yang merupakan paman Gibran.
“Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu seharusnya batal demi hukum karena Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari majelis hakim, padahal memiliki konflik kepentingan,” demikian bunyi isi surat tersebut.
Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga mengutip putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Anwar Usman melanggar kode etik hakim dan memberhentikannya dari jabatan Ketua MK.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.