Berita Nasional Terkini

Ketua MK Bicara soal Pemakzulan Presiden dan Wapres, Wajib Beri Putusan Jika Ada Permohonan dari DPR

Ketua MK bicara soal pemakzulan presiden dan wapres, wajib beri putusan jika ada permohonan dari DPR.

Tribunnews/Jeprima
MAHKAMAH KONSTITUSI - Hakim Konstitusi MK saat memimpin sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (31/10/2024). Mahkamah Konstitusi (MK) wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran presiden dan atau wakil presiden (wapres) menurut UUD. (Tribunnews/Jeprima) 

TRIBUNKALTIM.CO - Ketua MK bicara soal pemakzulan presiden dan wapres, wajib beri putusan jika ada permohonan dari DPR.

Isu pemakzulan sedang menjadi sorotan usai usulan tersebut datang dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI.

Surat usulan tersebut sudah sampai di DPR dan MPR.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pun membahas soal pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden.

Baca juga: Tak Setuju dengan Jokowi, Peneliti BRIN sebut Pemakzulan Gibran Tidak harus Sepaket Bersama Prabowo

MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran presiden dan atau wakil presiden (wapres) menurut UUD.

Hal itu dikatakan oleh Ketua MK Ketua Suhartoyo saat menjadi narasumber atau pemateri dalam PKPA Angkatan VII DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar), Minggu (15/6/2025).

Ia mengatakan, MK wajib memutusnya jika ada permohonan dari DPR.

‎“Ini yang sering kita dengar dengan istilah impeachment atau pemakzulan,” ujarnya.

‎Ia menjelaskan, permohonan tersebut bisa diajukan jika presiden dan atau wapres telah melakukan pelanggaran hukum, di antaranya berupa pengkhianatan terhadap negara.

“Melakukan korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela,” ‎ujarnya.

KEWENANGAN MK - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat menjadi narasumber atau pemateri dalam PKPA Angkatan VII DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar), Minggu (15/6/2025). (ISTIMEWA)
KEWENANGAN MK - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat menjadi narasumber atau pemateri dalam PKPA Angkatan VII DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar), Minggu (15/6/2025). (ISTIMEWA) (ISTIMEWA)

Alasan lainya, yakni presiden dan atau wapres tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wapres berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Ia menyampaikan, ini merupakan kewajiban yang diberikan kepada MK di samping 4 kewenangan, yakni menguji UU terhadap UUD 1945, kemudian memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, pembubaran partai politik, dan perselisihan hasil pemilu.

Baca juga: Sikap Golkar Tanggapi Usulan Pemakzulan Gibran, Partai Beringin Menolak, Bukan Tanpa Alasan

Suhartoyo men‎gatakan, pengujian UU terhadap UUD 1945 ini biasa disebut dengan judicial review (JR). Permohonan JR itu terdiri dari dua, yakni pengujian secara formil dan materiil. 

Pengujian secara formil adalah pengujian UU soal tata cara atau prosedur pembentukan UU yang dinilai oleh pemohon cacat hukum atau bertentangan dengan konstitusi.

Ada tenggat waktu untuk mengajukan permohonan pengujian formil, yakni maksimal 45 hari setelah UU itu diundangkan. Kalau dikabulkan, maka UU itu menjadi batal demi hukum. “Artinya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” katanya.‎

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved