Berita Nasional Terkini
7 Poin Kesaksian Hasto di Sidang: Isi Chat Harun Masiku, Perintah Ibu, hingga Ajakan Djan Faridz
7 poin kesaksian Hasto Kristiyanto di sidang: Perintah ibu, isi chat Harun Masiku, hingga pertemuan dengan Djan Faridz.
TRIBUNKALTIM.CO - 7 poin kesaksian Hasto Kristiyanto di sidang: Perintah ibu, isi chat Harun Masiku, hingga pertemuan dengan Djan Faridz.
Sidang perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto kembali digelar kemarin, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).
Sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan terhadap Hasto Kristiyanto yang akan digelar pekan depan Kamis, 3 Juli 2025.
Dalam sidang kemarin, Hasto diperiksa sebagai terdakwa.
Berikut ini rangkuman poin-poin jawaban dan pernyataan Hasto Kristiyanto dalam sidang tersebut.
Baca juga: Pengakuan Hasto di Sidang: Diminta Tak Pecat Jokowi, Mundur dari Sekjen PDIP, hingga Ancaman Penjara
Hasto membantah keterlibatannya dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan.
Dalam sidang itu, Hasto membantah sejumlah pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU), termasuk membantah telah menalangi uang suap untuk eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam proses PAW Anggota DPR, eks kader PDIP Harun Masiku.
Bantah Talangi Uang Suap Rp1,5 Miliar
Mulanya, jaksa mencecar Hasto soal percakapan antara pengacara PDI-P Donny Tri Istiqomah dengan eks kader PDI-P Saeful Bahri melalui sambungan telepon mengenai dana suap untuk mengurus proses PAW Harun Masiku.
"Mengenai percakapan Saeful Bahri (eks kader PDIP) dan Donny Tri Istiqomah (pengacara PDIP) soal saudara terdakwa yang melakukan uang talangan untuk pengurusan Harun Masiku sebesar Rp 1,5 miliar, itu benar?" tanya jaksa.
"Tidak benar, kalau dikatakan saudara Saeful bahwa saya WhatsApp (WA) saudara Saeful, saya akan menalangi dana itu mungkin bisa ditayangkan," jawab Hasto.
Hasto menyebutkan, Saeful Bahri justru mengaku bahwa dana talangan itu muncul pertama kali saat ia harus berbohong kepada istrinya karena pulang terlambat dan menggunakan nama Hasto untuk berbohong terkait dana talangan.
"Jadi tidak ada percakapan dari saya ke Saeful atau dari saya ke Donny atau saya ke Harun untuk mengatakan persetujuan saya dana talangan, saya enggak tahu sama sekali dana operasional itu," ujar dia.

Perintah "ibu"
Kemudian Jaksa mempertanyakan sosok "Ibu" dan kalimat "Perintah Ibu" dalam rekaman percakapan antara eks kader PDIP Saeful Bahri dengan eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Hasto mengaku tidak mengetahui siapa yang dimaksud sosok "Ibu" tersebut.
"Komunikasi saat Saeful Bahri sama Tio, ini ada penyampaian Saeful bilang 'ini perintah ibu', nah ini 'ibu' yang terdakwa pahami siapa?," tanya Jaksa.
"Saya tidak tahu," jawab Hasto.
Hasto bilang, dirinya hanya mengetahui Saeful Bahri berbohong kepada Tio agar mendesak eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait proses PAW Harun Masiku.
"Dalam persidangan ini, saya mengetahui saudara Saeful berbohong kepada Tio untuk mendesak Tio menekan Wahyu Setiawan terkait dengan urusan Harun Masiku. Itu saya tahu di fakta persidangan," kata Hasto.
Baca juga: JPU Tanya Alasan Harun Masiku yang Anggota Partai Biasa Bisa Bertemu Sekjen PDIP, Ini Jawaban Hasto
Pertemuan dengan Djan Faridz
Dalam sidang tersebut, Hasto membenarkan adanya dirinya bertemu dengan Politikus senior PPP Djan Faridz di Mahkamah Agung (MA).
Menurut Hasto, kehadirannya di MA karena diajak oleh Djan Faridz.
Namun, ia mengaku tidak tahu soal terbitnya fatwa MA tersebut.
Fatwa Mahkamah Agung (MA) yang dimaksud adalah putusan MA Nomor 57/P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019.
Fatwa itu diajukan karena adanya perbedaan tafsir antara KPU dan PDIP terkait Harun Masiku menjadi pengganti Riezky Aprilia melalui PAW.
"Apakah pada saat fatwa tersebut diterbitkan oleh MA, saudara masih ingat bahwa saudara terdakwa itu sedang berada di MA pada waktu itu?," tanya jaksa.
"Ya, saya diajak oleh Pak Djan Faridz untuk ke MA. Dan kemudian, terhadap keputusan apakah fatwa itu diterima atau tidak, saat itu saya belum tahu. Pada tanggal itu, saya belum tahu," jawab Hasto.
Jaksa kemudian menanyakan soal keterangan eks kader PDIP Saeful Bahri yang menerima kiriman foto Harun Masiku bersama Hasto dan Djan Faridz.
"Dia (Saeful) mengatakan bahwa pada saat itu fatwa sudah diterima oleh saudara terdakwa pada waktu itu, gimana?," tanya jaksa.
Namun, Hasto membantah hal tersebut dan mengaku tidak ada pembahasan terkait fatwa tersebut saat dirinya berada di MA.
"Belum. Karena itu tanggal 23 September. Sementara kami bertemu di 23 September pagi. Karena di MA tidak ada pembahasan terkait dengan fatwa. Saya mendampingi Pak Djan Faridz dan kemudian saya sampaikan adalah mengapresiasi kerja dari MA karena sebelumnya itu ada begitu banyak tunggakan perkara," jawab Hasto.
Hasto mengatakan, saat berada di MA, ia dan Djan Faridz bertemu dengan Harun Masiku di ruang tunggu.
Ia mengaku tak membicarakan apa pun dengan Harun Masiku karena eks kader PDIP itu keluar ruangan.
"Ketika kami sampai di sana (MA), kemudian di ruang tunggu di situ ada Pak Harun Masiku," jawab Hasto.
Baca juga: Ahli Bahasa UI Klarifikasi Sosok Bapak di Percakapan Telepon Harun Masiku, Sempat Sebut Nama Hasto
Bongkar "Chat" Harun Masiku
Jaksa membuka chat Harun Masiku kepada Hasto yang berisi ucapan terima kasih karena telah mengupayakan proses PAW Anggota DPR.
Pesan itu berbunyi, "Pak Sekjen, salinan putusan MA dan asli fatwa MA saya titip di Mas Kusnadi. Terima kasih banyak kepada bapak Sekjen dan ibu Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri, Ibu Puan, dan seterusnya. Kemudian, atas perhatian dan bantuannya kepada saya. Budi baiknya semua tak terlupakan sepanjang masa selama hajat dikandung badan".
Jaksa kemudian mengkonfirmasi pesan singkat tersebut kepada Hasto.
"Benar (isi pesan singkat itu)," tanya jaksa.
"Iya betul, ini kalau ke nomor saya berarti ini betul," jawab Hasto.
Hasto menjelaskan, Fatwa MA itu belum dilaksanakan mengingat dinamika politik nasional masih tinggi.
"Tentu saja saat itu mengingat dinamika politik nasional dan tugas saya sebagai sekretaris tim pemenangan Pilpres, itu tekanan politik sangat tinggi sehingga saya tidak menjalankan fatwa MA tersebut," ujar dia.
Kemudian Jaksa mencecar Hasto bahwa ia itu masih berupaya agar Harun Masiku mendapatkan posisi di Parlemen meski Riezky Aprilia sudah dilantik menjadi Anggota DPR.
"Nah, berdasarkan penjelasan saudara terdakwa tadi, berarti terdakwa masih mengupayakan supaya Harun Masiku bisa tetap menjadi anggota DPR RI berdasarkan fatwa Mahkamah Agung. Seperti itu?," tanya Jaksa.
"Iya betul. Karena keputusan fatwa itu kan bulan Juli, sebelum pelantikan. Karena keputusan fatwa MA itu pada bulan Juli dan kemudian fatwa MA itu keluar sebelum pelantikan, sehingga posisi kedudukan hukumnya menurut saudara Donny (pengacara PDIP) yang disampaikan kepada kami itu sangat kuat posisi DPP," kata Hasto.
Diminta Mundur dari Sekjen PDIP dan Larangan Pecat Jokowi
Pernyataan itu bermula saat kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail mengonfirmasi pernyataan mengenai kliennya diminta mundur sebagai Sekjen PDIP.
"Saya ingat membaca satu pernyataan mengenai kejadian pada tanggal 13 Desember 2024. Sebelum saudara ditetapkan sebagai tersangka, ketika itu kalau saya tidak keliru beritanya adalah saudara didatangi oleh orang yang meminta kepada saudara untuk mundur dari kedudukan sebagai sekjen partai," kata Maqdir.
"Dan kemudian yang kedua, untuk meminta saudara menyampaikan kepada saudara agar supaya presiden ketika itu Joko Widodo tidak dihentikan dari jabatannya sebagai anggota partai?," tanya Maqdir melanjutkan.
Menanggapi hal ini, Hasto pun membenarkan bahwa dirinya mengalami kejadian tersebut.
Ia menerangkan, bahwa informasi itu dirinya peroleh dari sejumlah orang.
"Betul, itu bahkan ada lewat beberapa orang informasi itu," jawab Hasto.
Meski begitu Hasto menyebut tak mengetahui identitas seseorang yang memintanya mundur dari jabatannya tersebut.

Hanya saja kata dia, seseorang yang dimaksud itu juga menginformasikan desakannya mundur sebagai Sekjen kepada kader PDIP lain yakni Deddy Sitorus dan Ronny Talapesy.
"Izin Yang Mulia terakhir saudara Ronny juga mendengar ketika kemudian untuk membuktikan itu saya menghubungi yang bersangkutan untuk menanyakan ancaman itu dan saudara Ronny ikut mendengarkan bahwa saya harus mundur sebagai sekjen," jelas Hasto.
Tak hanya itu, bahkan dijelaskan Hasto, di balik permintaan itu juga disertai ancaman yang diberikan.
Baca juga: Ahli Bahasa UI Klarifikasi Sosok Bapak di Percakapan Telepon Harun Masiku, Sempat Sebut Nama Hasto
Orang tersebut kata dia menyampaikan jika permintaannya tak dituruti, maka dirinya diancam dipidanakan hingga berakhir di penjara.
"Ancamannya kalo saudara tidak mundur itu apakah memang akan dipidanakan atau mau seperti apa?" tanya Maqdir.
"Ditersangkakan dan masuk penjara," pungkas Hasto.
Bantah Dekat dengan Harun Masiku
Hasto Kristiyanto berdalih tak memiliki kedekatan khusus dengan Harun Masiku dan menyatakan baru dua kali bertemu dengan buronan KPK itu.
Momen pertemuan dengan Harun itu dijelaskan Hasto saat yang bersangkutan hendak mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif tahun 2019 di kantor DPP PDIP.
Adapun hal itu diungkapkan Hasto saat jalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/5/2025).
Awalnya Hasto menuturkan, bahwa pada saat itu Harun mengusulkan dua daerah pemilihan (dapil) saat mendaftarkan diri sebagai caleg yakni di Toraja, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan.
Akan tetapi berdasarkan putusan partai, DPP PDIP memutuskan Harun ditempatkan di Dapil 1 Sumsel.
"Karena di tanah Toraja, Sulawesi Selatan itu sudah terisi dengan kader-kader senior," kata Hasto.
Terkait hal ini, Hasto pun menyatakan, bahwa pada saat mendaftarkan diri, Harun Masiku tidak memiliki jabatan apapun di PDIP.
Mendengar jawaban itu sontak Jaksa pun mempertanyakan hal tersebut.
Pasalnya jika tak memiliki jabatan, Harun bisa menemui Hasto langsung yang notabene merupakan petinggi di partai berlambang moncong banteng tersebut.
"Kalau menurut saya terlalu tinggi, kenapa seorang kader biasa ingin mendaftar caleg itu langsung menemui Sekjen," ucap Jaksa mempertanyakan.
Mengenai hal ini, Hasto pun menjelaskan alasannya. Pasalnya pada saat itu, Harun sempat menyebut nama kader senior di Dapil Sulsel saat mendaftarkan diri sebagai caleg.
Kemudian atas dasar itu lah yang menjadi salah satu alasan penerimaan Harun Masiku sebagai caleg.
"Maka, atas menyebut nama senior partai tersebut yang kemudian yang bersangkutan kami terima. Karena kami sangat menghormati aspek-aspek historis terhadap mereka-mereka yang menjadi pejuang partai pada masa yang sulit,"kata dia.
"Artinya dia merekomendasikan Harun Masiku untuk menghadap kepada terdakwa pada waktu itu kan seperti itu ya?," tanya Jaksa.
"Betul," jawab Hasto.
Kendati menghampirinya langsung, namun Hasto memastikan bahwa dirinya tidak memiliki kedekatan dengan Harun Masiku.
Dia mengatakan, ihwal penempatan Harun di Dapil Sumsel itu sepenuhnya merupakan keputusan partai.
"Tadi saya ada kelewatan, bahwa saya tidak punya kedekatan dengan Harun Masiku, saya luruskan. Kemudian ketika penetapan itu sifatnya keputusan sehingga seluruh calon anggota legislatif yang telah diputuskan oleh DPP PDIP ya harus menerima keputusan tersebut," ungkap Hasto.
Ungkap Keributan saat Diperiksa KPK, Tak Mau Ponsel Disita
Kuasa hukum Hasto, Johannes Oberlin Tobing, menanyakan soal peristiwa pemeriksaan yang disebut sempat ricuh hingga batal dilanjutkan.
“Soal pemeriksaan Pak Hasto, terkait pada 10 Juni 2024, pertama kali Pak Hasto dipanggil oleh KPK sebagai saksi waktu itu. Pak Hasto bisa enggak jelaskan apa yang terjadi pada saat Bapak diperiksa sebagai saksi, karena tidak lama kemudian terjadi keributan dan tidak jadi diperiksa. Bapak bisa jelaskan?” tanya Johannes.
Menjawab itu, Hasto mengaku telah datang dengan niat baik, tanpa membawa barang apapun. Kemudian dia berjumpa peyidik KPK Rossa Purbo Bekti.
"Di situ penyidik KPK saudara Rossa mengatakan, ‘Saya menangkap Lukas Enembe, ya tokoh Papua sulit itu menangkapnya. Saya menangkap Setya Novanto, saya menangkap SYL.’ Dia mengatakan, ‘Saya sudah lama mau ketemu dengan Pak Hasto tapi baru sekarang,’ kira-kira seperti itu.” ucapnya.
Masalah muncul ketika penyidik hendak menyita ponsel yang dibawanya.
Hasto mengaku keberatan karena merasa tidak didampingi pengacara.
“Ketika handphone itu mau disita saya bertanya, ‘Lho ini sudah pro justitia, saya diundang sebagai saksi.’ Saya tunjukkan undang-undangnya, ini konsideran undang-undang adalah nomor satu itu adalah KUHAP, baru kemudian ada SOP KPK,” kata dia.
Hasto mengaku tidak diperbolehkan didampingi pengacara dan akhirnya Hasto menunjukkan standar operasional prosedur yang membolehkan pihak seperti dirinya didampingi pengacara, yakni prosedur yang dijamin di KUHAP.
“Saya sampai nunjuk, saya tunjukkan, ‘Yang Mulia, suratnya ini ada undang-undang KUHAP, masa Anda enggak ngikutin KUHAP?’ (dijawab) ‘Kami punya SOP sendiri.’ Berdebat.” papar Hasto.
Karena tak sepakat, Hasto mengaku diminta menulis berita acara penolakan. Di tengah menulis, ia mendengar keributan dari ruang lain dan melihat Kusnadi berada di dalam gedung KPK.
“Setelah saya ditinggal itu saya mendengar teriakan-teriakan, bentakan-bentakan di samping ruangan saya,” kata Hasto.
“Begitu di sana saya lihat saudara Kusnadi di situ. Lalu saya tanya kepada saudara Kusnadi, ‘Lho kamu kenapa di sini?’ ‘Lho katanya Bapak panggil saya.’ ‘Lho siapa yang bilang?’ ‘Itu katanya penyidik.’ ‘Saya enggak pernah panggil kamu. Segera kamu turun, kamu harus ketemu sama penasihat hukum karena kamu tidak diundang oleh KPK. Hanya saya yang diundang.’” kata Hasto.
Hasto menyebut Kusnadi bahkan diminta menandatangani berita acara, padahal bukan pihak yang diperiksa.
“Rupanya setelah saya ketemu Kusnadi cerita, ‘Saya diminta menandatangani berita acara.’ ‘Berita acara apa? Karena kamu tidak diundang.’ Di situ terjadi perdebatan lagi,” ungkap Hasto.
Akhirnya, Hasto meminta agar pemeriksaan ditunda karena suasana tidak kondusif.
“Di ruang periksa itu kemudian saya sampaikan ke Pak Rossa, ‘Pak Rossa, ini mohon maaf suasana kebatinan saya sudah kurang bagus, Bapak juga, karena Bapak tadi emosi. Apakah ini bisa diizinkan dilanjutkan lain kali?’ Disepakati.” urainya.
Sidang Tuntutan 3 Juli 2025
Pengadilan Tipikor Jakarta menetapkan sidang tuntutan terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto akan digelar Kamis, 3 Juli 2025, menyusul rampungnya tahap pembuktian dalam perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Penetapan jadwal sidang itu disampaikan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto di akhir sidang pemeriksaan Hasto sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025) malam.
“Sidang ditunda pada 3 Juli 2025 dengan acara pembacaan tuntutan dari Penuntut umum,” ucap Hakim Rios di ruang sidang. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com, Tribunnews.com, Tribunnews.com, Kompas.com, dan Tribunnews.com
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.