UU Pemilu

Putusan MK soal Pemilu Dipisah, Yusril Sebut Picu Masalah Baru dan Potensi Pelanggaran Konstitusi

Putusan MK soal Pemilu dipisah, Yusril sebut picu masalah baru dan potensi pelanggaran konstitusi.

KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari
PUTUSAN MK- Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra di kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025).Putusan MK soal Pemilu dipisah, Yusril sebut picu masalah baru dan potensi pelanggaran konstitusi.(KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari) 

TRIBUNKALTIM.CO - Putusan MK soal Pemilu dipisah, Yusril sebut picu masalah baru dan potensi pelanggaran konstitusi.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah yang tertuang dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, jadi bahasan serius pemerintah dan DPR RI.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan putusan MK memicu masalah baru dan bahkan berpotensi adanya pelanggaran konstitusi terkait masa jabatan anggota DPRD.

Yusril juga menyebut putusan MK soal pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah final serta mengikat.

Baca juga: Putusan MK Hapus Pemilu Serentak, DPR RI Pertimbangkan Pilpres Digelar Setelah Pilkada

Meski begitu dikatakan ada persoalan yang harus diatasi pemerintah.

Terkait putusan MK bahwa Pemilu dan Pilkada harus berlangsung dengan jeda maksimal 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan tersebut.

"Sekarang sudah mau tidak mau, karena memang itu sudah putusan MK, final dan binding. Pemerintah dan DPR harus merumuskan kembali UU Pemilu termasuk sejumlah masalah baru yang timbul mengenai anggota DPRD," kata Yusril kepada awak media di Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

Dijelaskannya kalau kepala daerah bisa ditunjuk melalui Penjabat (Pj). Walaupun dengan Pj yang dua setengah tahun itu seluruh provinsi kabupaten kota, jumlahnya banyak sekali dibandingkan sebelumnya.

"Tapi itu mungkin bisa diatasi pemerintah. Tapi bagaimana halnya dengan anggota DPRD, apakah bisa diperpanjang. Karena memang anggota DPR itu harus dipilih oleh rakyat," kata Yusril.

Kemudian ia mempertanyakan atas dasar apa jikalau DPRD diperpanjang masa jabatannya dua setengah tahun.

"Atas dasar kuasa apa kita memperpanjang mereka itu untuk dua setengah tahun. Apa mau bentuk DPRD sementara atau bagaimana. Itu masalah-masalah yang masih perlu kita diskusikan supaya kita tidak nabrak konstitusi. Saya kira kita semua bekerja keras memikirkan persoalan ini," tandasnya.

Baca juga: PDIP Balikpapan Menanti Langkah Pemerintah Pasca Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu 2029

Potensi Langgar Konstitusi

Yusril Ihza Mahendra mengatakan, ada potensi pelanggaran konstitusi yang bisa terjadi jika putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan lokal diterapkan.

Salah satunya adalah jeda waktu 2-2,5 tahun antara pemilu nasional dengan pemilu lokal. Jeda ini akan memberikan makna pemilihan DPRD tidak lagi dipilih lima tahun sekali dan tidak sesuai dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Kalau kita baca Pasal 22E UUD 45 kan tegas dikatakan pemilu dilaksanakan sekali 5 tahun, enggak bisa ada tafsir lain itu, dan pemilu itu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, presiden, dan wakil presiden," kata Yusril, saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025). 

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved