UU Pemilu
Putusan MK soal Pemilu Dipisah, Yusril Sebut Picu Masalah Baru dan Potensi Pelanggaran Konstitusi
Putusan MK soal Pemilu dipisah, Yusril sebut picu masalah baru dan potensi pelanggaran konstitusi.
TRIBUNKALTIM.CO - Putusan MK soal Pemilu dipisah, Yusril sebut picu masalah baru dan potensi pelanggaran konstitusi.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah yang tertuang dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, jadi bahasan serius pemerintah dan DPR RI.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan putusan MK memicu masalah baru dan bahkan berpotensi adanya pelanggaran konstitusi terkait masa jabatan anggota DPRD.
Yusril juga menyebut putusan MK soal pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah final serta mengikat.
Baca juga: Putusan MK Hapus Pemilu Serentak, DPR RI Pertimbangkan Pilpres Digelar Setelah Pilkada
Meski begitu dikatakan ada persoalan yang harus diatasi pemerintah.
Terkait putusan MK bahwa Pemilu dan Pilkada harus berlangsung dengan jeda maksimal 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan tersebut.
"Sekarang sudah mau tidak mau, karena memang itu sudah putusan MK, final dan binding. Pemerintah dan DPR harus merumuskan kembali UU Pemilu termasuk sejumlah masalah baru yang timbul mengenai anggota DPRD," kata Yusril kepada awak media di Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).
Dijelaskannya kalau kepala daerah bisa ditunjuk melalui Penjabat (Pj). Walaupun dengan Pj yang dua setengah tahun itu seluruh provinsi kabupaten kota, jumlahnya banyak sekali dibandingkan sebelumnya.
"Tapi itu mungkin bisa diatasi pemerintah. Tapi bagaimana halnya dengan anggota DPRD, apakah bisa diperpanjang. Karena memang anggota DPR itu harus dipilih oleh rakyat," kata Yusril.
Kemudian ia mempertanyakan atas dasar apa jikalau DPRD diperpanjang masa jabatannya dua setengah tahun.
"Atas dasar kuasa apa kita memperpanjang mereka itu untuk dua setengah tahun. Apa mau bentuk DPRD sementara atau bagaimana. Itu masalah-masalah yang masih perlu kita diskusikan supaya kita tidak nabrak konstitusi. Saya kira kita semua bekerja keras memikirkan persoalan ini," tandasnya.
Baca juga: PDIP Balikpapan Menanti Langkah Pemerintah Pasca Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu 2029
Potensi Langgar Konstitusi
Yusril Ihza Mahendra mengatakan, ada potensi pelanggaran konstitusi yang bisa terjadi jika putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan lokal diterapkan.
Salah satunya adalah jeda waktu 2-2,5 tahun antara pemilu nasional dengan pemilu lokal. Jeda ini akan memberikan makna pemilihan DPRD tidak lagi dipilih lima tahun sekali dan tidak sesuai dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Kalau kita baca Pasal 22E UUD 45 kan tegas dikatakan pemilu dilaksanakan sekali 5 tahun, enggak bisa ada tafsir lain itu, dan pemilu itu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, presiden, dan wakil presiden," kata Yusril, saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).
Oleh sebab itu, dia mempertanyakan bagaimana bisa pemilihan lokal ditunda selama 2-2,5 tahun, sedangkan Pasal 22E UUD 1945 tegas mengatakan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.
Adapun pasal yang disebutkan Yusril terdapat pada Pasal 22E Ayat 1 dan 2 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Baca juga: Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah Imbas Putusan MK, Pimpinan Baleg DPR: Idealnya Seperti 2004
Atas aturan konstitusi tersebut, Yusril mengatakan perlu ada pemikiran serius dari pembentuk undang-undang untuk menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
"Jadi, mesti ada satu pemikiran yang agak serius dari segi ketatanegaraan mengenai persoalan ini," kata dia.
Selain itu, Yusril juga mempertanyakan bagaimana langkah yang tepat untuk menyikapi persoalan yang timbul akibat putusan MK, seperti masa jabatan DPRD.
Hal ini menjadi masalah baru yang masih belum ada solusi dan juga berpotensi melanggar undang-undang.
"Apakah bisa anggota DPRD itu diperpanjang? Apakah ini tidak against (melawan) konstitusi sendiri, karena memang anggota DPRD itu harus dipilih oleh rakyat? Atas dasar kuasa apa kita memperpanjang mereka itu untuk 2-2,5 tahun? Apakah dibentuk DPRD sementara atau bagaimana? Itu juga masalah-masalah yang masih perlu kita diskusikan supaya kita tidak nabrak konstitusi," ucap dia.
Diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pelaksanaan Pemilu nasional dan Pemilu daerah tidak lagi digelar secara serentak dalam waktu yang bersamaan.
Ke depan, Pemilu akan dibagi menjadi dua tahap: Pemilu nasional dan Pemilu lokal (daerah) dengan jeda maksimal dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan.
Putusan itu dibacakan dalam sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Baca juga: Opsi Jabatan DPRD Diperpanjang Imbas Putusan MK Pisahkan Pemilu, Pakar Hukum Sebut Pilihan Logis
Secara teknis, Pemilu nasional akan mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI.
Sementara itu, Pemilu lokal akan mencakup pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
MK menyatakan bahwa pelaksanaan serentak dalam satu waktu untuk seluruh jenis Pemilu menimbulkan banyak persoalan, seperti beban berat penyelenggara Pemilu, penurunan kualitas tahapan, serta kerumitan logistik dan teknis.
“Terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
MK menilai ketentuan dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada, bertentangan dengan UUD 1945 jika dimaknai sebagai kewajiban melaksanakan seluruh Pemilu pada waktu yang sama.
Karena itu, MK memberi penafsiran baru bahwa pemungutan suara dilakukan dalam dua tahap: pertama untuk Pemilu nasional, lalu beberapa waktu setelahnya untuk Pemilu lokal.
Norma-norma lain terkait teknis pelaksanaan Pemilu juga wajib disesuaikan dengan penafsiran baru MK tersebut. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Yusril Ungkap Putusan MK Soal Pemilu Dipisah Munculkan Masalah Baru dan Kompas.com
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.