Berita Samarinda Terkini

Pemkot Samarinda Siapkan Rp16 Miliar untuk LKPD Gratis

Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda tetap berkomitmen meringankan beban orang tua siswa melalui penyediaan fasilitas pendidikan tanpa pungutan

TRIBUNKALTIM.CO/NEVRIANTO
LKPD GRATIS -  Ilustrasi Siswa SD kawasan Sempaja Utara, Samarinda Utara  belajar didampingi guru.Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda tetap berkomitmen meringankan beban orang tua siswa melalui penyediaan fasilitas pendidikan tanpa pungutan.(TRIBUNKALTIM.CO/NEVRIANTO) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA — Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda tetap berkomitmen meringankan beban orang tua siswa melalui penyediaan fasilitas pendidikan tanpa pungutan. 

Salah satunya adalah dengan menggratiskan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang kini menggantikan fungsi LKS (Lembar Kerja Siswa) dan disusun guru lokal mulai tahun ajaran baru ini.

Hal ini juga guna menghapus praktik jual beli materi ajar yang selama ini masih terjadi secara sporadis.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda, Asli Nuryadin, menyampaikan bahwa pengadaan buku wajib saat ini telah dibiayai melalui Bantuan Operasional Sekolah Nasional (BOSNAS). 

Meski dana BOSNAS yang diterima sekolah terkadang belum mencukupi secara penuh, ia menegaskan bahwa kondisi tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk menjual buku kepada siswa.

Baca juga: Disdikbud Samarinda Sebut Sisa Kuota SPMB Hanya Diisi Siswa yang Pernah Mendaftar

“Yang pertama, buku wajib itu kan sudah melalui BOSNAS, berarti melalui pemerintah. Lalu memang ada masih sekolah-sekolah yang karena dana BOSNAS-nya terbatas artinya belum full. Tapi bukan berarti belum full itu terus dijualbelikan. Itu tidak boleh,” tegas Asli.

Ia menambahkan, jika pengadaan buku belum mencukupi, maka pemanfaatannya dapat dilakukan melalui mekanisme peminjaman dari perpustakaan sekolah.

Artinya, tanggung jawab penyediaan tetap ada di pihak sekolah dan pemerintah, bukan dibebankan kepada orang tua.

Lebih lanjut, Asli menjelaskan bahwa Pemkot Samarinda juga telah mengambil alih fungsi LKS yang sebelumnya banyak diperjualbelikan oleh pihak luar.

Kini, sebagai bentuk reformasi pembelajaran, LKS telah disempurnakan dan diubah menjadi LKPD yang disusun langsung oleh para guru penggerak dan guru penulis di Samarinda.

“LKPD itu Lembar Kerja Peserta Didik. Nah itu ekuivalennya mirip aja dengan LKS. Karena LKS itu kan sangat populer di guru dan murid,” terang Asli.

Yang membedakan, kata dia, LKPD tidak lagi disusun oleh penerbit luar, melainkan oleh guru-guru lokal yang memahami konteks pembelajaran di Samarinda.

Pemerintah Kota Samarinda mengalokasikan anggaran sekitar Rp16 miliar untuk pencetakan LKPD yang kemudian didistribusikan langsung kepada siswa dengan sistem by name by address.

“Dan saya meyakini, di Indonesia mungkin cuma Pemkot Samarinda yang membuat seperti itu,” jelasnya.

Meskipun distribusi LKPD menggunakan data tahun sebelumnya (2024) dan masih dimungkinkan ada selisih jumlah siswa, Asli memastikan kekurangan tersebut akan diatasi oleh dinas secara bertahap.

“Sekarang kalau misalnya ada penambahan, tapi itu saya kira sangat sedikit selisihnya. Lalu itu, Insya Allah, juga akan diatasi oleh Pemkot melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Samarinda,” ujarnya.

Dengan demikian, ia menegaskan tidak boleh lagi ada cerita soal transaksi buku atau LKPD di lingkungan sekolah. Semua telah disediakan oleh pemerintah daerah tanpa pungutan.

Meski pemerintah kota telah menggratiskan buku dan LKPD, kebutuhan lainnya seperti sepatu dan pakaian seragam masih menjadi tanggung jawab orang tua.

Namun demikian, Asli menegaskan bahwa sekolah tidak dibenarkan memaksakan pengadaan seragam atau memberi sanksi kepada siswa yang belum memiliki perlengkapan lengkap.

“Tapi kalau menyangkut sepatu, pakaian seragam, saya kira tetaplah untuk sementara ini menjadi tanggung jawab orang tua atau wali. Tapi sekolah tidak boleh memaksakan. Saya ambil contoh misalnya, ada anak-anak kita yang di SMP itu dia belum punya baju, tidak boleh dikasih sanksi, tidak boleh disuruh pulang, tidak boleh diapain. Biar saja dia memakai baju yang ada aja,” kata Asli.

Asli mengakui bahwa niat untuk menggratiskan seragam sekolah memang sudah ada, namun realisasi kebijakan tersebut masih menunggu kesiapan fiskal daerah. Untuk tahun ini, kata dia, pengadaan seragam belum menjadi prioritas utama.

“Artinya untuk tahun ini kita belum sampai memikirkan seragam gratis karena faktor keuangan kita. Niat itu ada sih sebenarnya, tapi kita bertahap,” tambahnya.

Termasuk untuk jenis pakaian khas sekolah seperti batik atau pakaian olahraga, menurut Asli hal itu masih belum dapat difasilitasi oleh Pemkot.

Orang tua diperkenankan membeli secara mandiri, namun sekolah dilarang keras untuk mengondisikan pembelian dari pihak tertentu.

Baca juga: Disdikbud Samarinda Sebut Kontribusi Gratispol untuk SD-SMP Bukan Seragam, Tapi Insentif Guru

“Lalu misalnya untuk pakaian olahraga atau batik, biasanya itu kan ada ciri khas daripada sekolah. Nah itu juga belum kita sediakan. Jadi silakanlah nanti, orang tua seperti apa. Tapi yang jelas sekolah tidak boleh memaksakan,” ucapnya.

Lebih jauh, Asli memberikan penegasan khusus terkait mekanisme pembelian seragam. Ia menyatakan bahwa pasar harus berjalan dengan mekanisme terbuka.

Jika orang tua merasa harga di sekolah wajar, pembelian dapat dilakukan di sana. Namun bila harga dianggap lebih mahal, mereka berhak memilih tempat lain. Yang dilarang adalah praktik pemaksaan pembelian di sekolah meskipun harganya tidak kompetitif.

“Kita sangat tidak mau mendengar ada harganya lebih mahal, tapi dipaksa,” pungkasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved