Dahlia, misalnya, mengaku mendapat informasi bahwa nilai ganti rugi lahan hanya berkisar Rp 115.000 sampai Rp 300.000 per meter.
Luas lahan milik Dahlia yang berukuran 15 meterx48 meter masuk kawasan KIPP di lokasi Desa Bumi Harapan.
“Nilai segitu (harga ganti rugi) enggak cukup kami beli lahan baru di Sepaku yang harga sudah melonjak per meternya sudah Rp 3,4 juta,” kata dia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/2/2023).
Lahan milik Dahlia sudah diukur petugas sejak akhir tahun lalu.
Namun, hingga kini dirinya belum mendapat kepastian nilai ganti ruginya.
“Kami belum dapat informasi pasti. Harga itu hanya beredar dari grup WhatsApp warga yang terdampak KIPP.
Kalau memang harga segitu, kami tidak terima, terlalu kecil,” ungkap dia.
Baca juga: Tak Ingin Terusir dari Kecamatan Sepaku, Warga Lokal Protes ke Otorita IKN Nusantara
Hal yang sama juga dikeluhkan warga lain, Agusariyani. Lahan Agusariyani seluas 29 meterx70 meter berlokasi di pinggir jalan Desa Bumi Harapan.
“Sudah diukur sejak Desember tahun lalu, tapi sampai sekarang kami belum kepastian harga ganti rugi,” ungkap dia.
Agusariyani mengaku, saat pengukuran, petugas ukur tidak memberitahu nilai ganti rugi beserta tanam tumbuhnya.
Hanya diberitahukan mengenai jumlah tanam tumbuh dan luas lahannya yang bakal dibebaskan pemerintah.
“Kami dapat informasi ya dari grup WhatsApp (KIPP) itu saja. Di situ ada RT, lurah, dan camat,” kata dia.
Tersingkir dari Kampung Sendiri
Bukan hanya kepastian ganti rugi, warga lainnya mengeluhkan nilainya yang terlalu kecil sehingga mereka tidak mampu membeli lahan baru.
Kisah ini menimpa Hamidah, (60), warga Desa Bumi Harapan, Kecaraman Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim).