TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) memfasilitasi mediasi konflik agraria antara warga Desa Long Beleh Modang, Kecamatan Kembang Janggut, dan perusahaan pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan pertambangan.
Konflik agraria adalah perselisihan atau sengketa yang berkaitan dengan penguasaan, pemanfaatan, atau pemilikan tanah dan sumber daya alam yang melekat di atasnya.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari permohonan mediasi yang diajukan Pemerintah Kecamatan Kembang Janggut.
Mediasi dipimpin Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setkab Kukar, Yani Wardhana.
Baca juga: Warga Kembang Janggut Kukar Diedukasi Tentang Status Kawasan Hutan dan Potensi Konflik Lahan
Ia menegaskan sengketa tersebut tidak membahas ganti rugi tanah, mengingat lahan berada di kawasan hutan negara.
“Tidak ada hak atas tanah di kawasan hutan, baik perorangan maupun perusahaan. Tidak ada yang namanya kepemilikan tanah,” ujar Yani, Minggu (10/8/2025).
Meski status lahan sudah jelas, Pemkab Kukar tetap berupaya menjembatani kesepakatan antara warga dan perusahaan.
Hal ini karena lahan yang masuk area IPPKH telah dimanfaatkan masyarakat sebagai kebun kelapa sawit.
Baca juga: Pemkab Mahulu Fasilitasi Mediasi Sengketa Lahan Kampung Tri Pariq Makmur, Bentuk Tim Khusus
Menurut Yani, penyelesaian harus mengacu pada klausul IPPKH, yang mewajibkan perusahaan menyelesaikan hak-hak pihak ketiga dengan koordinasi pemerintah daerah.
Plt Camat Kembang Janggut, Suhartono, mengatakan ini adalah mediasi ketiga setelah sebelumnya difasilitasi di tingkat desa dan kecamatan.
Belum ada titik temu, karena perusahaan menganggap kebun masyarakat dibuka hampir bersamaan dengan terbitnya IPPKH pada 2013.
“Kalau kebunnya ada sebelum 2013, mungkin ada kebijakan khusus. Tapi karena waktunya hampir bersamaan, perusahaan belum menyetujui nominal yang diinginkan warga,” jelasnya.
Baca juga: Hendrikus Jalaq Ajak PT SAA Mahulu Selesaikan Sengketa Lahan Secara Damai dan Musyawarah
Kepala Seksi Sumber Daya Hutan BPKH Wilayah IV Samarinda, La Taati, menambahkan bahwa berdasarkan Permen LHK No. P.16/Menhut-II/2014, perusahaan tidak berkewajiban membayar ganti rugi kepada masyarakat, karena IPPKH hanya mengatur kompensasi kepada negara.
Meski begitu, SK IPPKH mencantumkan klausul penyelesaian hak-hak pihak ketiga, yang seharusnya dilakukan saat penataan batas wilayah izin.
Hak tersebut berlaku jika ada bukti tertulis seperti HGU, HGB, atau SHM.
Untuk aset seperti rumah, tanaman, atau fasilitas umum yang hadir setelah penetapan kawasan hutan, tidak ada kewajiban ganti rugi
Baca juga: DPRD Kukar Mediasi Sengketa Lahan Diduga Diserobot Tambang Ilegal
“Biasanya penyelesaian dilakukan dengan tali asih. Saya rasa semua pihak ingin damai, hanya persoalan nilai yang belum cocok,” tandasnya. (*)