Berita Nasional Terkini
Demo Mereda tapi Pemerintah Dinilai Belum Sentuh Akar Persoalan, Mahfud MD Khawatir Api dalam Sekam
Aksi demo mereda tapi pemerintah dinilai belum sentuh akar persoalan, Mahfud MD: Masalah ekonomi dan hukum.
TRIBUNKALTIM.CO – Aksi demonstrasi mereda, namun pemerintah dinilai masih belum menyentuh akar persoalan utama masyarakat, yakni beban ekonomi rakyat yang terus meningkat dan masalah hukum.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengingatkan soal 'api dalam sekam' masalah bangsa ini.
Mahfud menyampaikan peringatan bahwa situasi sosial-politik Indonesia belum sepenuhnya stabil, meskipun demonstrasi besar yang sempat mengguncang telah mereda.
Seperti diketahui, aksi demonstrasi rakyat Indonesia sejak 25 Agustus 2025, sempat membesar pada 29, 30, hingga 31 Agustus 2025.
Bahkan menelan korban jiwa.
Baca juga: 20 Orang Hilang Saat Demo di Indonesia Disoroti Media Asing, Pernyataan Prabowo Soal Makar Dikritik
Menurutnya, langkah pemerintah sejauh ini masih bersifat sementara dan belum menyentuh akar persoalan.
“Tapi saya katakan itu baru tahap langkah 1 karena tentu masih mencekam 'api dalam sekam' bisa suatu saat timbul, kalau tidak ada perubahan pola," ujar Mahfud dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Selasa (2/9/2025).
Bagai api dalam sekam adalah peribahasa yang menggambarkan bahaya tersembunyi atau masalah yang tampak tenang di permukaan, tetapi sebenarnya bisa meledak sewaktu-waktu.
Lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menilai pemerintah memang sudah menindak tegas kekerasan yang terjadi saat aksi massa, baik dari masyarakat maupun aparat.
Namun, menurutnya, masalah substansial justru belum disentuh, yakni kebijakan dan pola komunikasi yang memicu ketidakpuasan publik.
Mahfud menegaskan, keresahan masyarakat tidak lahir dari hal-hal seperti aksi menyanyi di DPR atau polemik tunjangan semata, melainkan dari akumulasi persoalan yang sudah lama tak terselesaikan.
Baca juga: Andika Lutfi, Pelajar yang Meninggal saat Demo di DPR, Keluarga Ikhlas dan Tak Ambil Langkah Hukum
“Masalah utamanya yang belum itu, yaitu menjawab dengan kebijakan dan perubahan langkah-langkah pemerintah terhadap masalah-masalah yang menjadi penyebab terhadap terjadinya peristiwa demo yang sangat mengerikan itu, masif dan mengerikan itu,” jelasnya.
Dalam pandangannya, dua sektor utama menjadi sumber keresahan publik: ekonomi dan hukum.
Ekonomi antara Klaim vs Realita
Mahfud menyoroti kesenjangan antara narasi pemerintah yang menyebut ekonomi membaik dengan kenyataan di lapangan.
Ia menyebut angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran masih tinggi, pajak dianggap memberatkan, dan harga kebutuhan pokok seperti beras terus naik meski pemerintah menyatakan cadangan cukup.
Di sektor hukum, Mahfud menilai masih banyak kasus yang menimbulkan tanda tanya publik.
Ia menyebut eksekusi putusan pengadilan yang tertunda, dugaan politisasi hukum, dan kasus pencucian uang yang belum tuntas sebagai contoh lemahnya penegakan hukum.
“Ketidakjelasan penegakan hukum justru melukai kepercayaan publik,” ujarnya.
Baca juga: PBB Tuntut Investigasi Transparan atas Dugaan Kekerasan Aparat Sepanjang Demo di Indonesia
Komunikasi Pemerintah Dinilai Tidak Peka terhadap Realitas
Mahfud juga menyoroti pola komunikasi pemerintah yang menurutnya perlu diperbaiki.
Ia menilai pidato-pidato yang penuh optimisme sering kali tidak diiringi dengan kepekaan terhadap kondisi masyarakat.
Mahfud menegaskan, penyelesaian sementara seperti membatalkan kenaikan tunjangan DPR atau menjanjikan penindakan hukum memang bisa meredam gejolak.
Namun tanpa perombakan kebijakan yang menyentuh akar masalah, kondisi rawan bisa kembali muncul sewaktu-waktu.
“Penyelesaian sementara seperti membatalkan kenaikan tunjangan DPR atau menjanjikan penindakan hukum memang bisa meredam gejolak. Tapi tanpa perombakan kebijakan yang menyentuh akar masalah, kondisi rawan bisa kembali muncul sewaktu-waktu,” jelasnya
Mahfud menyebut protes besar yang terjadi adalah organik, lahir dari keresahan nyata rakyat.
Namun, ia juga tidak menampik ada pihak lain yang kemudian menunggangi situasi.
Karena itu, ia menekankan agar pemerintah tidak berhenti pada langkah-langkah instan, melainkan mengambil langkah strategis, transparan, dan berpihak pada rakyat.
Dengan begitu, "api dalam sekam" yang ia maksud tidak lagi menjadi ancaman di masa mendatang.
CSIS: Unjuk Rasa di Berbagai Daerah Karena Beban Ekonomi Masyarakat Meningkat
Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri melihat unjuk rasa yang terjadi di berbagai daerah karena pemerintah tidak menyelesaikan persoalan utama masyarakat, yakni beban ekonomi yang terus meningkat.
CSIS merupakan wadah pemikir (think tank) nirlaba yang berfokus pada penelitian kebijakan strategis dan analisis di bidang ekonomi, politik, dan keamanan.
Yose mengatakan, unjuk rasa berawal dari kombinasi berbagai aspek kemasyarakatan.
Misalnya, dari sisi sosial ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
“Kita melihat bagaimana makin besarnya beban perekonomian yang semakin terus-menerus meningkat. Sementara, kemampuan ekonomi masyarakat kita lihat juga semakin melemah,” ujar Yose di Jakarta, Selasa (2/9/2025).

Kemudian, CSIS melihat kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang dijalankan pada saat ini, termasuk seperti makan bergizi gratis belum terlihat dapat menggerakkan perekonomian masyarakat secara lebih merata.
Termasuk, program-program besar pemerintah.
“Padahal, berbagai program-program tersebut sudah mengalihkan sumber daya negara dari berbagai pos-pos yang lainnya,” ujar Yose.
Di sisi lain, menurut CSIS, ada gap yang semakin besar antara proses politik formal dengan aspirasi masyarakat.
Proses politik yang ada saat ini, dinilai tidak mampu menangkap aspirasi tersebut.
Sehingga, ada jarak yang semakin hari semakin melebar.
Selain itu, ucap Yose, ada upaya dari pihak pengambil kebijakan, pengambil putusan, baik itu di pemerintah ataupun juga DPR untuk menenangkan situasi.
“Tetapi belum terlihat dari para pengambil kebijakan ini mengakui adanya permasalahan fundamental yang berasal dari kondisi sosial ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan juga kondisi politik yang ada,” terang Yose.
Kemudian, muncul narasi-narasi bahwa berbagai kondisi sekarang ini disebabkan oleh unsur-unsur asing yang tidak ingin Indonesia memasuki masa gemilangnya.
Narasi itu, bagi CSIS, tidak produktif.
“Karena membuat kita teralihkan dari berbagai persoalan-persoalan mendasar yang seharusnya kita hadapi bersama-sama,” tutur Yose.
Padahal, seharusnya pemerintah berupaya mengambil kebijakan-kebijakan yang tentunya lebih tepat.
Perlu adanya strategi untuk menemukan solusi yang sifatnya komprehensif baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang termasuk untuk menata kembali kebijakan-kebijakan ekonomi dan kesejahteraan serta memperbaiki sistem dan mekanisme politik yang ada di Indonesia.
“Ada kecenderungan bahwa situasi saat ini dilihat sebagai situasi politikal chaos belaka yang memerlukan penanganan cepat dan bahkan juga mungkin bertendensi untuk menggunakan kekuatan,” kata Yose.
Tanpa adanya tindakan solutif yang komprehensif untuk jangka pendek maupun jangka panjang, ucap Yose, Indonesia akan terjebak di dalam situasi yang lebih buruk lagi dan beresiko untuk mengulangi berbagai hal-hal yang terjadi belakangan ini di kemudian hari.
Sehingga, perlu adanya pendekatan-pendekatan teknokratis yang sesuai dan melibatkan partisipasi berbagai kalangan termasuk juga dari kalangan-kalangan intelektual.
“Pendekatan teknokratis saat ini sering dikesampingkan dan hanya menjadi alat pembenaran bagi kebijakan yang sudah ditetapkan. Kita perlu mengembalikan pendekatan teknokratis tersebut untuk meluruskan program-program dan kebijakan yang sekarang saat ini sedang dijalankan,” tutur Yose. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mahfud MD Sebut Pemerintah Belum Sentuh Masalah Inti yang Memicu Ketidakpuasan Publik dan CSIS: Unjuk Rasa di Berbagai Daerah Karena Beban Ekonomi Masyarakat Meningkat
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.