Gibran Digugat ke Pengadilan
Polemik Ijazah Gibran Dinilai Berdampak Ganda bagi Pemerintahan Prabowo
Polemik ijazah Gibran dinilai berdampak ganda bagi pemerintahan Prabowo Subianto.
Penulis: Rita Noor Shobah | Editor: Doan Pardede
Dilema Publik dan Risiko Politisasi
Menurut Efriza, polemik ijazah Gibran menciptakan dilema antara harapan publik untuk memiliki pemimpin yang kredibel secara administratif dan risiko politisasi yang bisa merusak legitimasi pemerintahan.
“Satu sisi, kita ingin pemimpin yang benar-benar baik dari sisi administrasi dan kinerja. Tapi jangan sampai hal ini menjadi alat politisasi untuk menyandera seseorang dan menghancurkan legitimasi pemerintah,” tegasnya.
Efriza menutup dengan menyatakan bahwa Prabowo kemungkinan besar menyadari sepenuhnya konsekuensi dari isu yang menimpa Gibran, dan harus bersikap bijak dalam menghadapinya.
“Saya rasa Pak Prabowo pun dengan legawa menyadari bahwa apa pun yang terjadi dengan Gibran, imbasnya tetap akan dirasakan oleh pemerintahannya,” tandasnya.
Baca juga: Penggugat Ijazah Gibran Tolak Damai, Tegas Minta Wapres Mundur dari Jabatan
Polemik Ijazah dan Data Pendidikan Gibran Rakabuming Raka
Belum genap setahun menjabat sebagai orang nomor dua RI, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka saat ini tengah diterpa isu mengenai keabsahan ijazah dan data pendidikannya, isu yang sama yang juga meliputi nama sang bapak, Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Keabsahan ijazah Gibran sempat diajukan dalam sebuah gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Ini terjadi pada konteks Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024, di mana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggugat putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menerima pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden.
Gugatan tersebut menyoroti berbagai isu, termasuk syarat pendidikan dan ijazah, dengan nomor perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.
Akan tetapi, putusan yang dibacakan pada 10 Oktober 2024 menolak gugatan tersebut.
Majelis hakim PTUN Jakarta menyatakan, putusan KPU yang menerima pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden dianggap sah dan tidak melanggar hukum.
Dengan demikian, gugatan PDIP tidak diterima, dan status Gibran sebagai calon wakil presiden saat itu tetap sah tanpa perubahan terhadap hasil pemilu.
Kemudian, pada 2025 muncul gugatan perdata terpisah terkait isu ijazah SMA Gibran (dari sekolah di Australia) yang diajukan oleh warga sipil sekaligus advokat bernama Subhan Palal.
Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan terdaftar dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Dalam gugatannya, Subhan menuntut Gibran dan KPU membayar ganti rugi Rp125 triliun, serta meminta majelis hakim untuk menyatakan jabatan Gibran tidak sah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.