Rereongan Sapoe Sarebu

7 Fakta Gerakan 'Rereongan Sapoe Sarebu' Dedi Mulyadi: Tuai Pro Kontra, Sudah Dimulai di Purwakarta

7 fakta gerakan 'Rereongan Sapoe Sarebu' Dedi Mulyadi: Tuai pro kontra, sudah dimulai di Purwakarta.

Tribunnews.com/Fersianus Waku
KEBIJAKAN IURAN RP 1000 - Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, saat ditemui seusai acara open house di kediaman Ketua MPR RI, Ahmad Muzani di kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (2/4/2025). 7 fakta gerakan 'Rereongan Sapoe Sarebu' Dedi Mulyadi: Tuai pro kontra, sudah dimulai di Purwakarta. (Tribunnews.com/Fersianus Waku) 

Sistem Pengumpulan Dana

Dana Rereongan Poe Ibu dikumpulkan melalui rekening khusus Bank BJB dengan format nama rekening Rereongan Poe Ibu, nama instansi/sekolah/unsur masyarakat.

Pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan, dan pelaporan dana dilakukan oleh pengelola setempat yang bertanggung jawab penuh terhadap akuntabilitasnya.

Tuai Pro dan Kontra

Meski hanya menyisihkan uang Rp1.000 per hari, namun nyatanya warga Jawa Barat masih ada yang setuju dan tidak setuju dengan Gerakan tersebut.

Beberapa warga menilai program ini membebani masyarakat yang sudah dikenai pajak. Ada juga yang mempertanyakan transparansi dan potensi unsur paksaan, terutama bagi pelajar dan ASN.

Sebagian mengaku pasrah. Sebagian mengaku mendukung. Namun, ada juga yang mengaku ragu.

Satu di antara warga asal Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Edi Kusnaedi (35) mengaku sangat mendukung program rereongan ini meski masih ragu dengan pelaksanaannya.

"Seribu rupiah itu kan kecil sekali. Tapi kalau dikumpulkan banyak orang, pasti hasilnya besar. Bisa bantu anak-anak sekolah atau orang sakit yang tidak mampu," ujar Edi kepada Tribun Jabar, Sabtu (4/10/2025).

Sementara itu, Enung (40) justru keberatan dengan program baru ini. Menurutnya, program tersebut rawan disalahgunakan.

"Terus terang saya kurang setuju. Seribu memang kecil, tapi kalau tiap hari dikumpulkan se-Jawa Barat kan jumlahnya besar sekali. Kalau tidak ada pengawasan ketat, ya rawan dikorupsi," ujar Enung, warga Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung.

Berbeda dengan Edi dan Enung, warga Kecamatan Katapang, Wisnu (29), memilih pasrah.

Menurutnya, selama uangnya sampai ke orang yang membutuhkan, ia tidak keberatan.

"Saya sih ngikut saja apa kata pemerintah. Seribu per hari tidak akan bikin miskin, malah bisa jadi amal kalau betul dipakai membantu orang susah," katanya. 

"Tapi kalau ujung-ujungnya ada kebocoran atau diselewengkan, ya rugi juga masyarakat. Jadi kuncinya pemerintah harus jaga amanah. Kalau benar-benar untuk kebaikan, saya siap ikut,” sambungnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved