Rereongan Sapoe Sarebu
7 Fakta Gerakan 'Rereongan Sapoe Sarebu' Dedi Mulyadi: Tuai Pro Kontra, Sudah Dimulai di Purwakarta
7 fakta gerakan 'Rereongan Sapoe Sarebu' Dedi Mulyadi: Tuai pro kontra, sudah dimulai di Purwakarta.
TRIBUNKALTIM.CO – Program baru Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kembali viral dan menuai sorotan, ada yang pro dan kontra.
Dedi Mulyadi memperkenalkan suatu program baru yang bernama Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu pada awal Oktober 2025.
Dalam Bahasa Sunda, rereongan berarti gotong royong atau saling membantu, sapoe berarti satu hari, dan sarebu artinya seribu.
Sehingga bisa diartikan sebagai gerakan gotong royong dengan menyumbang seribu rupiah setiap hari.
Baca juga: Viral Murid SDN di Sukabumi Belajar di Lantai Ngadu ke Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi Sindir Bupati
Gerakan Rereongan Sapope Sarebu dituangkan oleh Dedi Mulyadi dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA yang diteken pada 1 Oktober 2025 lalu.
Adapun SE tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Dalam SE tersebut, Dedi menuliskan bahwa Poe Ibu merupakan sebuah gerakan partisipatif berbasis gotong royong yang mengusung nilai kearifan lokal silih asah, silih asih, silih asuh.
Gerakan ini, kata Dedi, merupakan upaya untuk meningkatkan rasa kesetiakawanan sosial serta memperkuat pemenuhan hak dasar di bidang pendidikan dan kesehatan yang masih terkendala keterbatasan anggaran maupun akses.
Rereongan Poe Ibu menjadi wadah donasi publik resmi, untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang sifatnya darurat dan mendesak dalam skala terbatas, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan.
“Kami mengajak ASN, pelajar, dan masyarakat menyisihkan Rp1.000 per hari. Kontribusi sederhana ini menjadi wujud solidaritas dan kesukarelawanan sosial, demi membantu kebutuhan darurat masyarakat,” demikian isi dari SE tersebut.
Gerakan ini akan dilaksanakan di lingkungan pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, instansi pemerintah maupun swasta, sekolah dasar hingga menengah, serta di lingkungan masyarakat RT dan RW.
“Dana Rereongan Poe Ibu dikumpulkan melalui rekening khusus Bank BJB dengan format nama rekening Rereongan Poe Ibu – nama instansi/sekolah/unsur masyarakat,” katanya.
Pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan, dan pelaporan dana dilakukan oleh pengelola setempat yang bertanggung jawab penuh terhadap akuntabilitasnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Larang Guru Cicipi MBG Sebelum Disajikan kepada Siswa
Dana yang terkumpul kemudian disalurkan untuk keperluan darurat di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Untuk memastikan adanya transparansi, laporan penggunaan dana akan disampaikan kepada publik melalui aplikasi Sapawarga dan Portal Layanan Publik Pemda Provinsi Jawa Barat, serta dapat diumumkan melalui akun media sosial masing-masing dengan mencantumkan tagar resmi #RereonganPoeIbu #nama instansi/sekolah/unsur masyarakat.
Monitoring pelaksanaan gerakan berdasarkan lingkup masing-masing. Adapun di lingkungan perangkat daerah, pengawasan dilakukan oleh kepala perangkat daerah di tingkat kabupaten/kota maupun Provinsi.
Di instansi pemerintah lainnya dan swasta, pengawasan berada di tangan pimpinan instansi.
Di sekolah, pengawasan dilakukan oleh kepala sekolah dengan koordinasi Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama.
“Sedangkan di lingkungan atau RT/RW, dilaksanakan oleh Kepala Desa/Lurah, serta koordinasi keseluruhannya dilaksanakan oleh Camat,” ucapnya.
Dedi juga menghimbau Bupati/Wali Kota serta kepala perangkat daerah untuk aktif mensosialisasikan dan memfasilitasi pelaksanaan gerakan ini kepada ASN, non-ASN, pelajar, pegawai instansi swasta, serta masyarakat luas.
Selain itu, Dedi juga minta untuk memastikan seluruh proses pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan, hingga pelaporan dana berlangsung lancar, transparan, dan akuntabel.
“Gerakan ini harus berjalan baik agar benar-benar menjadi kekuatan solidaritas masyarakat Jawa Barat. Dengan rereongan, kita wujudkan Jawa Barat istimewa,” pungkas Dedi dalam SE tersebut.
Baca juga: Prabowo Peringatkan Dedi Mulyadi, Akan Diusut Jika Brengsek
Pengertian Poe Ibu
Dikutip dari laman resmi Pemprov Jabar, gerakan Rereongan Sapoe Sarebu atau Poe Ibu memiliki makna sebagai gerakan partisipatif berbasis gotong royong yang mengusung nilai kearifan lokal "silih asah, silih asih, silih asuh".
Dalam hal ini, seluruh elemen masyarakat, baik ASN, pelajar dan seluruh pemangku kepentingan di Jawa Barat mendapat tugas untuk menyisihkan uang seribu rupiah per hari
Gerakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
SE ini ditujukan kepada Bupati/Wali Kota se-Jawa Barat, Kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemda Provinsi Jabar, serta Kantor Wilayah Kementerian Agama Jabar.
Prinsip dasar pelaksanaannya adalah dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat.
Lingkup Program
Gerakan ini dilaksanakan di lingkungan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, instansi pemerintah maupun swasta, sekolah dasar hingga menengah, serta di lingkungan masyarakat RT dan RW.
Sistem Pengumpulan Dana
Dana Rereongan Poe Ibu dikumpulkan melalui rekening khusus Bank BJB dengan format nama rekening Rereongan Poe Ibu, nama instansi/sekolah/unsur masyarakat.
Pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan, dan pelaporan dana dilakukan oleh pengelola setempat yang bertanggung jawab penuh terhadap akuntabilitasnya.
Tuai Pro dan Kontra
Meski hanya menyisihkan uang Rp1.000 per hari, namun nyatanya warga Jawa Barat masih ada yang setuju dan tidak setuju dengan Gerakan tersebut.
Beberapa warga menilai program ini membebani masyarakat yang sudah dikenai pajak. Ada juga yang mempertanyakan transparansi dan potensi unsur paksaan, terutama bagi pelajar dan ASN.
Sebagian mengaku pasrah. Sebagian mengaku mendukung. Namun, ada juga yang mengaku ragu.
Satu di antara warga asal Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Edi Kusnaedi (35) mengaku sangat mendukung program rereongan ini meski masih ragu dengan pelaksanaannya.
"Seribu rupiah itu kan kecil sekali. Tapi kalau dikumpulkan banyak orang, pasti hasilnya besar. Bisa bantu anak-anak sekolah atau orang sakit yang tidak mampu," ujar Edi kepada Tribun Jabar, Sabtu (4/10/2025).
Sementara itu, Enung (40) justru keberatan dengan program baru ini. Menurutnya, program tersebut rawan disalahgunakan.
"Terus terang saya kurang setuju. Seribu memang kecil, tapi kalau tiap hari dikumpulkan se-Jawa Barat kan jumlahnya besar sekali. Kalau tidak ada pengawasan ketat, ya rawan dikorupsi," ujar Enung, warga Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung.
Berbeda dengan Edi dan Enung, warga Kecamatan Katapang, Wisnu (29), memilih pasrah.
Menurutnya, selama uangnya sampai ke orang yang membutuhkan, ia tidak keberatan.
"Saya sih ngikut saja apa kata pemerintah. Seribu per hari tidak akan bikin miskin, malah bisa jadi amal kalau betul dipakai membantu orang susah," katanya.
"Tapi kalau ujung-ujungnya ada kebocoran atau diselewengkan, ya rugi juga masyarakat. Jadi kuncinya pemerintah harus jaga amanah. Kalau benar-benar untuk kebaikan, saya siap ikut,” sambungnya.
Bersifat Tak Wajib
Menanggapi berbagai respons dari sejumlah warga Jawa Barat, Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman buka suara terkait program iuran Rp1.000 per hari.
Menurutnya, kebijakan iuran Rp1.000 per hari tidak bersifat wajib, kecuali Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ia mengatakan, kebijakan Poe Ibu diperuntukkan bagi yang mampu.
Herman meyakini ASN di Pemprov Jabar termasuk mampu sehingga diwajibkan untuk iuran Rp1.000 per hari.
"Rereongan Sapoe Sarebu itu bagi yang mampu, yang tidak mampu menjadi pihak yang akan dibantunya. Kalau ASN kan pasti mampu ya," kata Herman, dikutip dari TribunJabar.id, pada Senin (6/10/2025).
Lebih lanjut, Herman menjelaskan kebijakan iuran Rp1.000 dilaksanakan untuk menggugah rasa gotong-royong warga Jabar.
Sebab, gotong-royong adalah budaya bangsa yang harus dijaga.
Sudah Dimulai di Purwakarta
Program terbaru Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, bernama Rereongan Sapoe Sarebu atau menyisihkan uang Rp1.000 per hari, sudah dimulai di Kabupaten Purwakarta, Senin (6/10/2025).
Adapun program ini diresmikan langsung oleh Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein atau yang akrab disapa Om Zein.
Dia mengatakan uang yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk warga yang membutuhkan terkait biaya tambahan di bidang pendidikan dan kesehatan.
Secara lebih detail, Om Zein menuturkan di bidang pendidikan, nantinya uang itu bisa digunakan untuk membeli kebutuhan penunjang siswa seperti pembelian seragam sekolah.
Sementara, di bidang kesehatan, dia mengungkapkan dana yang terkumpul bisa untuk membantu keluarga yang kesulitan dalam pembiayaan transportasi ketika ada anggotanya yang dirawat di rumah sakit.
"Sekolah memang gratis, BPJS juga ada. Tapi ongkos ke rumah sakit, atau baju sekolah yang harus dibeli, itu kan masih jadi kendala. Nah, lewat program ini bisa dibantu," katanya, dikutip dari Tribun Jabar.
Ia mendorong seluruh lapisan masyarakat dari ASN hingga warga berpartisipasi dalam program ini.
Namun, Om Zein menegaskan gerakan ini tidak bersifat wajib tetapi sukarela.
"Mulai hari ini kita gerakan bersama. Dari ASN, pelajar, sampai masyarakat bisa ikut menyumbang seribu rupiah setiap hari.Sumbangan ini sifatnya ikhlas, bukan paksaan," tuturnya.
Dia menilai program Dedi Mulyadi ini bakal berdampak besar karena bisa membantu kebutuhan darurat masyarakat.
"Gerakan ini sederhana, tapi dampaknya besar. Kalau semua ikut, nilainya bisa luar biasa untuk membantu warga yang benar-benar membutuhkan," ujarnya.
Dana Terkumpul Disimpan Bendahara Desa, Bakal Diaudit
Om Zein juga mengatakan mekanisme terkait penyimpanan dana tersebut, yakni dengan meminta aparat desa maupun Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk membentuk bendahara khusus.
Nantinya, dana yang terkumpul akan disimpan oleh bendahara desa atau instansi terkait.
Om Zein mengungkapkan meskipun uang ini tidak masuk sebagai kas daerah, tetapi tetap akan diaudit oleh Inspektorat.
Demi semakin memperketat pengawasan, dia mengatakan akan dibentuk posko pengaduan di kediaman kepala desa hingga pemerintah kabupaten (Pemkab) agar masyarakat bisa mengadu jika ada penyelewengan.
"Ini ikhtiar percepatan pelayanan. Dana gotong royong ini dikelola secara terbuka. Masyarakat bisa ikut mengawasi melalui pos pengaduan yang kami siapkan," katanya. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Bantu Ongkos Berobat dan Baju Sekolah, Purwakarta Kick Off Rereongan Sapoe Sarebu
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Program Sisihkan Rp1.000 Dedi Mulyadi Sudah Dimulai di Purwakarta, Dana Terkumpul Bakal Diaudit dan Mengenal Gerakan 'Rereongan Sapoe Sarebu' Dedi Mulyadi hingga Pro Kontra Warga Jawa Barat
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.