Kasus Korupsi PLTU Kalbar

Rekam Jejak Halim Kalla, Adik JK yang Jadi Tersangka Kasus Korupsi PLTU di Kalbar, Apa Perannya?

Rekam jejak Halim Kalla, adik JK yang jadi tersangka kasus korupsi PLTU mangkrak di Kalbar, apa perannya?

ISTIMEWA/TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
TERSANGKA KORUPSI - Halim Kalla Direktur PT BRN yang ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat berkapasitas 2x50 megawatt di Kabupaten Mengkawah (Foto kiri). (Foto kanan) Kakortastipidkor Polri Irjen Pol Cahyono Wibowo (kiri) bersama Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigjen Pol Totok Suharyanto (kanan) memberikan keterangan dalam ungkap kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018 di Mabes Polri, Senin (6/10/2025). Kortastipidkor Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (2x50 MW) di Desa Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008-2018 yang menyebabkan dugaan kerugian keuangan negara yang timbul yakni sekitar US$ 62,4 juta dan Rp 323,19 miliar. (ISTIMEWA/TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

Ia memperoleh 34.755 suara dalam pemilu legislatif yang mengantarkannya ke Senayan.

Di bidang teknologi otomotif, Halim turut berkontribusi melalui pengembangan kendaraan listrik di bawah bendera Haka Auto.

Meski masih dalam tahap prototipe, produk-produk yang dikembangkan menunjukkan potensi besar untuk mendukung transisi energi bersih di Indonesia.

Tiga model kendaraan listrik yang diperkenalkan adalah:

  • Smuth EV: Mobil pikap bertenaga listrik dengan motor berdaya 7,5 kW dan baterai lithium-ion berkapasitas 15,4 kWh.
  • Erolis: Mobil penumpang berukuran mini yang menyerupai Wuling Air EV, dilengkapi motor listrik 4 kW dan baterai 7,6 kWh.
  • Trolis: Kendaraan roda tiga dengan motor listrik 5 kW dan baterai lithium-ion berkapasitas 7,6 kWh.

Ketiga kendaraan ini dirancang untuk menjawab kebutuhan mobilitas perkotaan yang efisien dan ramah lingkungan.

KORUPSI PLTU - Kakortastipidkor Polri Irjen Pol Cahyono Wibowo (kiri) bersama Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigjen Pol Totok Suharyanto (kanan) memberikan keterangan dalam ungkap kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018 di Mabes Polri, Senin (6/10/2025). Kortastipidkor Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (2x50 MW) di Desa Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008-2018 yang menyebabkan dugaan kerugian keuangan negara yang timbul yakni sekitar US$ 62,4 juta dan Rp 323,19 miliar. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
KORUPSI PLTU - Kakortastipidkor Polri Irjen Pol Cahyono Wibowo (kiri) bersama Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigjen Pol Totok Suharyanto (kanan) memberikan keterangan dalam ungkap kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018 di Mabes Polri, Senin (6/10/2025). Kortastipidkor Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (2x50 MW) di Desa Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008-2018 yang menyebabkan dugaan kerugian keuangan negara yang timbul yakni sekitar US$ 62,4 juta dan Rp 323,19 miliar. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Duduk Perkara: Dari Lelang PLTU ke Dugaan Korupsi

PLTU Kalbar-1 dilelang pada 2008 dengan pendanaan dari PT PLN (Persero), bersumber dari kredit komersial Bank BRI dan BCA melalui skema Export Credit Agency (ECA).

Pemenang lelang ditetapkan sebagai konsorsium Kerja Sama Operasi (KSO) BRN, yang dipimpin oleh Halim Kalla.

Namun, konsorsium dinilai tidak memenuhi sejumlah persyaratan prakualifikasi dan teknis. 

Mereka tidak memiliki pengalaman membangun pembangkit tenaga uap minimal 25 MW, tidak menyerahkan laporan keuangan audited tahun 2007, dan tidak menyampaikan dokumen SIUJKA.

“Penetapan pemenang lelang dilakukan meski konsorsium tidak memenuhi syarat teknis dan administratif. Ini menjadi titik awal rangkaian pelanggaran yang berujung pada kerugian negara,” ujar Irjen Cahyono Wibowo.

Kontrak pekerjaan senilai USD 80 juta dan Rp507 miliar ditandatangani pada 11 Juni 2009 antara RR dan Fahmi Mochtar.

Seluruh pekerjaan kemudian dialihkan kepada pihak ketiga, yakni PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok.

“Seluruh pekerjaan dialihkan ke pihak ketiga tanpa dasar hukum yang jelas. Proyek mangkrak, tapi uang sudah mengalir,” tambah Cahyono.

Baca juga: Rekam Jejak 200 Calon Pejabat Kementerian Haji Ditelusuri KPK, Komitmen Awal Cegah Korupsi

Pembangunan PLTU gagal dimanfaatkan sejak 2016, meski kontrak telah direvisi sepuluh kali hingga 2018.

Sumber: Tribunnews
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved