Pemangkasan Dana Transfer Daerah
Purbaya Pangkas TKD 2026 karena Fiskal Terbatas, Janji Kembalikan ke Daerah Jika Ekonomi Pulih
Menteri Keuangan, Purbaya pangkas TKD 2026 karena fiskal terbatas, janji kembalikan jika ekonomi pulih.
TRIBUNKALTIM.CO - Pemerintah memutuskan untuk memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
Dana Transfer ke Daerah (TKD) adalah alokasi dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal, pemerataan pembangunan, dan peningkatan layanan publik.
Secara umum TKD terdiri dari beberapa komponen yaitu:
- Dana Bagi Hasil (DBH)
- Dana Alokasi Umum (DAU)
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
- Dana Insentif Fiskal (DIF dulu disebut Dana Insentif Daerah (DID))
- Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan (dana ini untuk daerah dengan status khusus seperti Papua, Papua Barat, hingga Yogyakarta)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, keputusan ini diambil karena keterbatasan fiskal yang dihadapi pemerintah pusat.
Dengan ruang anggaran yang semakin sempit, pemerintah perlu berhitung lebih hati-hati dalam menyalurkan dana ke daerah.
Namun, Purbaya menegaskan bahwa kebijakan pemangkasan ini bersifat sementara dan bisa berubah apabila kondisi ekonomi nasional menunjukkan perbaikan.
Baca juga: Pernyataan Gubernur Kaltim, Rudy Masud Usai Bertemu Menkeu Purbaya Perjuangkan Dana Bagi Hasil
“Saya sudah janji dengan Pak Gubernur dan pemerintah daerah lain, kalau ekonomi membaik, arahnya akan berbalik. Tahun depan akan terlihat lebih cepat. Pertengahan triwulan II tahun depan, saya akan hitung lagi berapa pajak yang masuk. Kalau lebih, dana akan dikembalikan ke daerah,” ujar Purbaya di Balai Kota Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, yang membahas pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk wilayah Jakarta.
Kebijakan Bersifat Dinamis
Purbaya menambahkan, pemerintah akan melakukan evaluasi ulang terhadap TKD pada pertengahan 2026 apabila penerimaan negara, khususnya dari sektor pajak, meningkat.
Dengan demikian, besaran TKD masih mungkin disesuaikan mengikuti perkembangan ekonomi nasional.
“Apabila penerimaan pajak meningkat di pertengahan kuartal II-2026, maka pemotongan anggaran akan dikaji kembali,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa kebijakan pemotongan dilakukan dengan prinsip proporsionalitas. Daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan negara akan mengalami pemotongan yang lebih tinggi.
“Kalau lihat dari proporsional, semakin besar kontribusinya, pasti semakin besar kepotongannya. Itu semacam pukul rata berapa persen, tapi juga dilihat kebutuhan daerahnya,” jelasnya.

DKI Masih Dianggap Mampu Bertahan
Meski pemangkasan DBH untuk DKI Jakarta cukup signifikan, Purbaya menyebut ibu kota masih memiliki kapasitas fiskal yang kuat untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan baru ini.
Ia optimistis pemerintah daerah tetap mampu menjaga keberlanjutan program prioritasnya, sembari menunggu hasil evaluasi APBN di pertengahan tahun depan.
Baca juga: Puji Purbaya yang Baru Sebulan Menjabat, Mahfud MD: Tegas, Berani, dan Bawa Warna Baru
Kepala daerah protes pemangkasan TKD 2026
Dalam APBN 2026, pemerintah menetapkan TKD sebesar Rp 693 triliun, naik Rp 43 triliun dari usulan awal Rp 649,99 triliun.
Namun nominal tersebut masih lebih rendah dibandingkan alokasi TKD pada APBN 2025 yang mencapai Rp 919,87 triliun.
Keputusan itu memicu gelombang protes dari sejumlah kepala daerah.
Banyak gubernur menilai, pemangkasan TKD berpotensi menghambat proyek pembangunan dan pelayanan publik.
Tak sedikit pula pemerintah daerah yang mulai mencari cara menutup celah fiskal, salah satunya dengan menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Namun, langkah itu menuai penolakan masyarakat, seperti yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Purbaya menegaskan pemangkasan anggaran ke daerah bukan semata keputusannya sendiri.
Kebijakan tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama antar-pemangku kebijakan, berdasarkan evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah.
“Kalau mereka mau bangun daerahnya, kan harusnya dari dulu sudah bagus. Anggarannya nggak ada yang hilang sana-sini,” papar Purbaya.
Ia menilai, masih banyak dana transfer yang tidak terserap optimal atau bahkan digunakan tidak sesuai dengan prioritas pembangunan.
Pemerintah, lanjutnya, ingin memastikan setiap rupiah yang ditransfer benar-benar memberikan manfaat besar bagi masyarakat.
“Image mereka kan kurang bagus di mata pemimpin-pemimpin di atas. Jadi, bukan saya yang ambil keputusan, ini dari atas-atas sana,” lanjutnya.
Baca juga: Hasil Pertemuan Rudy Masud dan Menkeu Purbaya, Gubernur Kaltim Optimis Ada Perubahan
Gubernur se-Indonesia minta Menkeu Purbaya tak pangkas TKD
Kebijakan Menkeu mendapat reaksi keras dari para gubernur.
Dalam pertemuan yang difasilitasi Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), perwakilan gubernur se-Indonesia meminta Purbaya tidak memangkas TKD.
Sebagian besar kepala daerah menilai pengurangan transfer akan berdampak langsung terhadap kemampuan daerah membiayai pembangunan dan menggaji pegawai.
"Banyak sekali yang merasakan dampak dari TKD itu sendiri. Di antaranya ada daerah yang mungkin sulit membayar pegawainya. Belanja pegawai besar sekali, apalagi ada keharusan membayar PPPK dan sebagainya, nah ini luar biasa berdampak terhadap APBD kami 2026 ke depan," ungkap Ketua Umum APPSI sekaligus Gubernur Jambi Al Haris setelah pertemuan di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda menambahkan, anggaran TKD 2026 yang telah dipangkas hanya cukup untuk melakukan belanja rutin.
Sementara belanja untuk pembangunan infrastruktur menjadi berkurang. Padahal pembangunan infrastruktur sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
"Kita minta untuk jangan ada pemotongan. Pak Menteri Keuangan akan mencari solusi yang terbaik bagaimana sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tetap jalan dan stabil," kata Sherly.
Sherly mengungkapkan, daerahnya terkena potongan DBH sebesar 60 persen sehingga secara keseluruhan alokasi anggaran TKD 2026 menjadi Rp 6,7 triliun dari Rp 10 triliun pada 2025.
Sementara itu, pemda lainnya di level provinsi mendapatkan pemotongan sekitar 2 hingga 30 persen.
Namun, ada juga pemerintah kabupaten yang terkena pemangkasan sekitar 60 hingga 70 persen dari TKD 2025.
Keluhan juga diungkapkan oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf, di mana provinsi yang dipimpinnya terkena pemangkasan anggaran sekitar 25 persen dari tahun ini.
Untuk itu, dia meminta agar pemerintah pusat mengambil kebijakan dengan tidak memangkas anggaran TKD 2026.
"Semuanya kami mengusulkan supaya tidak dipotong. Anggaran kita tidak dipotong karena itu beban semua di provinsi kami masing-masing," ujar Muzakir.
Baca juga: Kata Menkeu Purbaya usai Digeruduk Sejumlah Kepala Daerah Terkait TKD 2026
Bahkan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi Ansharullah meminta pemerintah pusat untuk menanggung pembayaran gaji ASN daerah.
Usulan ini untuk mengurangi beban pemda lantaran anggaran TKD 2026 mengalami penurunan dari tahun ini.
"Tentu harapan kita di daerah adalah bagaimana TKD ini dikembalikan lagi. Kalau enggak, mungkin gaji pegawai bisa diambil oleh pusat," ucap Mahyeldi.
Dia mengungkapkan, pemangkasan anggaran TKD menurunkan kemampuan pemda untuk gaji PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Apabila usulan ini diterima, maka pemda dapat memfokuskan anggaran yang ada untuk melakukan belanja yang lain baik untuk membangun infrastruktur maupun program-program pembangunan lainnya. (*)
Artikel ini diolah dari Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.