Berita Regional Terkini

Klarifikasi AKBP Basuki soal Kasus Tewasnya Dosen Untag Semarang, Tegaskan Tak Ada Hubungan Asmara

Klarifikasi AKBP Basuki soal kasus tewasnya Dosen Untag Semarang, tegaskan tak ada hubungan asmara, Rabu (19/11/2025).

Kolase Istimewa via TribunJateng.com
KEMATIAN DOSEN - Korban DLL (35), dosen muda Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, ditemukan tewas oleh AKBP Basuki di sebuah kamar hotel di Jalan Telaga Bodas Raya Nomor 11, Karangrejo, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah, pada Senin (17/11/2025) sekitar pukul 05.30 WIB. Klarifikasi AKBP Basuki soal kasus tewasnya Dosen Untag Semarang, tegaskan tak ada hubungan asmara, Rabu (19/11/2025).(Kolase Istimewa via TribunJateng.com) 
Ringkasan Berita:
  • AKBP Basuki adalah saksi kunci sekaligus pelapor pertama dalam kasus kematian dosen Untag Semarang, Dwinanda Linchia Levi
  • Basuki menjelaskan bahwa korban memiliki masalah kesehatan dan sempat dibawa ke rumah sakit sehari sebelum ditemukan meninggal
  • Ia membantah isu hubungan asmara dengan korban, menegaskan bahwa bantuannya murni karena simpati terhadap kondisi pribadi Levi

TRIBUNKALTIM.CO - Klarifikasi AKBP Basuki soal kasus tewasnya Dosen Untag Semarang, tegaskan tak ada hubungan asmara,  Rabu (19/11/2025).

AKBP Basuki (56) akhirnya memberikan penjelasan setelah dirinya disebut sebagai saksi kunci dalam kasus kematian dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, Dwinanda Linchia Levi (35).

 Levi ditemukan meninggal dunia di sebuah kamar hotel kawasan Gajahmungkur, Kota Semarang, pada Senin (17/11/2025).

Basuki diketahui sebagai orang pertama yang melaporkan peristiwa tersebut kepada pihak kepolisian.

Dalam keterangannya kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Propam Polda Jateng, Rabu (19/11/2025), Basuki mengungkapkan beberapa hal terkait kebersamaannya dengan Levi sebelum korban ditemukan tewas.

Baca juga: 7 Fakta Dua Kerangka Demonstran di Kwitang, Kronologi hingga Penyebab Kematian yang Belum Terungkap

Kondisi kesehatan korban

Basuki menyebut dirinya bersama Levi sejak Minggu (16/11/2025), sehari sebelum kejadian.

Menurutnya, Levi memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan kadar gula tinggi.

Levi bahkan sempat muntah-muntah sehingga Basuki membawanya ke rumah sakit.

“Saya antar ke rumah sakit dulu. Terakhir saya lihat, dia masih pakai kaus biru-kuning dan celana training,” ujar Basuki.

Penemuan korban

Basuki mengaku terkejut saat mendapati Levi dalam keadaan tidak bernyawa keesokan harinya.

Korban ditemukan tanpa busana dengan kondisi mengeluarkan darah dari hidung dan mulut.

Basuki menyimpulkan kondisi Levi itu dipicu reaksi tubuhnya menjelang tewas.

Baca juga: Sanksi untuk 6 Mahasiswa Unud yang Viral jadi Pelaku Bully Kematian TAS, Pelaku Minta Maaf

Bantahan soal hubungan pribadi

Menanggapi isu yang beredar, Basuki menegaskan tidak memiliki hubungan asmara dengan Levi.

Ia menyatakan hanya merasa simpati karena mengetahui Levi sudah tidak memiliki orang tua.

Bentuk simpati itu diwujudkan dengan membantu biaya kuliah S3 korban.

“Saya sudah tua. Tidak ada hubungan seperti yang orang pikirkan,” tegasnya.

Basuki Punya Harta Rp94 Juta, Bisa Biayai Kuliah S3 Levi

Di sisi lain, AKBP Basuki hanya memiliki harta sebesar Rp94 juta dengan mengacu dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya untuk periodik 2024.

Bahkan, dirinya hanya memiliki satu kendaraan berupa sepeda motor senilai Rp14 juta serta aset berupa kas dan setara kas sebesar Rp80 juta.

AKBP Basuki tercatat tidak memiliki tanah dan bangunan serta aset lainnya seperti harga bergerak atau surat berharga.

Dengan harta yang dimilikinya itu, dirasa tidak mungkin AKBP Basuki mampu untuk membiayai kuliah S3 Levi.

Adapun Levi merupakan lulusan program doktoral di Fakultas Ilmu Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip).

Sementara, biaya S3 di Fakultas Ilmu Hukum Undip mencapai Rp10 juta ke atas per semesternya.

Itu pun hanya untuk biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

Baca juga: Ayah Timothy Lapor Polisi, Minta Usut Tuntas Penyebab Kematian Anaknya

Mengutip dari laman Undip, ada dua tipe kelas untuk program doktoral di FH Undip yakni by course dan by research.

Untuk kelas by course, SPP yang harus dibayarkan tiap semesternya sebesar Rp12,5 juta.

Lalu biaya Iuran Pengembangan Institusi (IPI) sebesar Rp15 juta yang dibayarkan hanya sekali di awal masa perkuliahan.

Selain itu, adapula biaya matrikulasi sebesar Rp4,5 juta dan dibayarkan satu kali di awal masa perkuliahan.

Sedangkan untuk kelas by research, biaya yang harus dibayarkan yakni SPP Rp17,5 juta, IPI Rp20 juta, dan matrikulasi Rp4,5 juta.

Jika Levi mengambil kelas by course, maka total biaya yang harus ditanggung AKBP Basuki hingga studi perempuan asal Banyumas, Jawa Tengah, itu rampung diperkirakan mencapai Rp119,5 juta.

Sementara, ketika Levi mengambil kelas by research, maka biaya yang dibayarkan AKBP Basuki semakin mahal yakni diasumsikan mencapai Rp164,5 juta.

Adapun hitungan di atas berdasarkan lama masa studi doktoral Levi yang mencapai empat tahun yakni dari 2015-2019.

Sedangkan, biaya studi di atas mengacu pada biaya pada tahun ajaran 2024/2025.

Sehingga, bisa diasumsikan pula bahwa biaya yang ditanggung oleh AKBP Basuki bisa lebih besar atau lebih kecil.

Hasil Autopsi Diungkap Keluarga: Jantung Robek

Di sisi lain, hasil autopsi telah diungkap oleh keluarga di mana di tubuh Levi tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.

Namun, korban disebut sempat melakukan aktivitas berat sehingga mengakibatkan jantungnya pecah dan berujung tewas.

Kerabat korban, Tiwi, berharap polisi bisa mengusut tuntas aktivitas semacam apa yang dilakukan Levi sehingga bisa membuatnya meninggal dunia.

"Hasilnya infonya tidak ada tindakan kekerasan tapi ada indikasi kegiatan yang berlebihan dan jantungnya sobek. Kami tidak tidak tahu aktivitas berlebihan seperti apa sampai kondisi tubuh korban telanjang dan jantung sobek, ini yang perlu polisi usut tuntas," ujarnya, Rabu.

Tiwi menyebut, polisi perlu melakukan penyelidikan soal keberadaan polisi berpangkat AKBP yang berada di lokasi kejadian bersama korban.

Ia juga mendapatkan informasi, polisi tersebut yang mengantarkan korban ke rumah sakit sebelum meninggal dunia.

Baca juga: Ini Peran 5 Tersangka Kasus Kematian Brigadir Esco dan Dugaan Motif

"Korban ketika periksa di rumah sakit itu tensi darah tinggi, gula darah tinggi, dilarang aktivitas berlebihan. Namun, kenapa Nanda (korban) bisa melakukan aktivitas berlebihan, adanya polisi di lokasi kejadian sebelum korban meninggal perlu diselidiki," katanya.

Tiwi mencurigai AKBP Basuki dalam kasus ini lantaran dia bisa dengan mudahnya memasukkan identitas korban ke dalam kartu keluarga (KK).

Padahal secara administrasi resmi, korban seharusnya masih satu KK dengan keluarganya di Purwokerto.

"Nanda (korban) masih tercatat sebagai warga di Purwokerto. Tapi kog bisa masuk ke KK polisi itu berarti ini ada permainan. Karena itu (identitas dobel) itu tidak boleh," terangnya.

Polisi Sebut Hasil Autopsi Belum Diketahui

Namun, Kasatreskrim Polrestabes Semarang, AKBP Andika Dharma Sena, menyebut hasil autopsi terhadap Levi belum diketahui.

"Hasil resminya belum keluar jadi belum bisa kami sampaikan," terangnya. 

Hal yang sama diungkap Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio.

Ia menekankan, hasil autopsi belum bisa dirilis lantaran masih menunggu dokumen tertulis dari dokter yang melakukan autopsi.

"Kami belum mendapatkan hasil otopsi secara tertulis. Nanti kalau sudah mendapatkan akan kita minta keterangan dokter tersebut. Seusai dengan hasil yang telah dilakukan," ungkapnya.  (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul AKBP Basuki Punya Harta Rp94 Juta, Ngaku Biayai Kuliah S3 Dosen Untag Levi

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Inilah Sosok AKBP Basuki, Polisi Yang Membayar S3 Dosen Muda Untag Semarang Punya Jabatan Mentereng

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved