Berita Nasional Terkini

Para Mantan Hakim yang Jadi Terdakwa Kasus Suap CPO Protes Dituntut Maksimal, Ini Alasan Mereka

Para terdakwa kasus dugaan suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi CPO protes mendapat tuntutan maksilam dari JPU.

Kompas.com/Shela Octavia
BACAKAN PLEDOI - Hakim nonaktif Djuyamto tunjukkan buku lampiran pledoi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025). Para terdakwa kasus dugaan suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi CPO protes mendapat tuntutan maksilam dari JPU. (Kompas.com/Shela Octavia) 

Lebih lanjut, baik Arif maupun Rudi dinilai punya peran yang kurang lebih sama.

Keduanya bukan majelis hakim yang mengadili dan memutus perkara yang dipermasalahkan.

Mereka berada dalam posisi petinggi pengadilan yang menentukan majelis hakim yang akan mengadili perkara.

“Padahal Muhammad Arif Nuryanta dan Rudi Suparmono memiliki kesamaan dalam hal ini yaitu tidak berkapasitas sebagai majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara,” lanjut pengacara Arif.

Pada akhirnya, Rudi divonis sesuai tuntutan, yaitu 7 tahun penjara.

Dalam konstruksi dakwaan jaksa, baik Arif dan Rudi sama-sama dinilai berperan untuk mempengaruhi majelis hakim untuk menjatuhkan putusan seperti yang diminta oleh pihak penyuap.

Namun, dalam kasus Arif, ia membantah berperan aktif dan justru menyalahkan Panitera Muda PN Jakarta Utara nonaktif, Wahyu Gunawan sebagai pihak yang memungkinkan suap terjadi.

Baca juga: Penampakan Uang Rp13,2 Triliun Hasil Sitaan Korupsi CPO, Diserahkan Kejagung ke Menkeu Purbaya

Pengembalian uang suap tak dianggap keringanan

Tak hanya itu, kubu Arif Nuryanta juga protes karena jaksa tidak mempertimbangkan pengembalian uang suap sebagai hal yang meringankan tuntutan.

Kubu terdakwa menilai, tidak dipertimbangkannya pengembalian uang di kasus suap hakim CPO akan menjadi preseden buruk ke sidang-sidang di masa depan.

“Yang tidak dijadikan hal-hal meringankan terkait pengembalian uang yang sudah dikembalikan oleh terdakwa Muhammad Arif Nuryanta kepada negara menjadi contoh tidak baik ke depannya terhadap orang-orang yang dikenakan pasal Tipikor menjadi enggan untuk mengembalikan dugaan hasil Tipikor karena tidak diperhitungkan oleh jaksa penuntut umum,” ujar Philipus Sitepu.

Kubu terdakwa menilai, pengembalian uang hasil korupsi ini seharusnya masuk sebagai hal-hal meringankan.

Mereka pun menyinggung soal Pedoman Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Korupsi yang diterbitkan oleh Jaksa Agung RI.

“(Dalam pedoman itu) secara tegas telah mengatur mengenai dasar dan acuan penuntut umum dalam menyusun tuntutan pidana yang tidak terlepas di dalamnya mengatur mengenai bagaimana menyusun kerangka hal-hal meringankan bagi diri terdakwa, khususnya bahwa apabila ada pengembalian uang kepada negara,” lanjut Philipus.

Pihak terdakwa mengaku sangat dirugikan jika pengembalian uang suap tidak dianggap sebagai hal meringankan.

Untuk itu, mereka memohon agar majelis hakim bisa mempertimbangkan pengembalian uang negara ini sebagai salah satu hal yang meringankan perbuatan terdakwa.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved