Berita Nasional Terkini
Para Mantan Hakim yang Jadi Terdakwa Kasus Suap CPO Protes Dituntut Maksimal, Ini Alasan Mereka
Para terdakwa kasus dugaan suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi CPO protes mendapat tuntutan maksilam dari JPU.
Ringkasan Berita:
- Lima mantan hakim akan menerima vonis pada 3 Desember 2025 terkait dugaan suap vonis lepas ekspor CPO
- Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta memprotes tuntutan 15 tahun penjara yang dinilai tidak adil dibanding kasus serupa.
- Kubu terdakwa protes pengembalian uang suap tak dianggap hal yang meringankan
TRIBUNKALTIM.CO - Majelis hakim akan membacakan vonis bagi kelima terdakwa dalam kasus dugaan suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO) pada 3 Desember 2025.
Sebelum putusan hakim tersebut, para terdakwa menyampaikan protes atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Para terdakwa tersebut adalah para mantan hakim yang terlibat dalam suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi crude palm oil.
Para mantan hakim ini adalah Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan Djuyamto, hakim yang dulu sering menangani perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Protes senada juga disampaikan oleh tiga terdakwa lainnya, Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan ketika membacakan duplik.
Para mantan hakim yang jadi terdakwa ini menyampaikan protes mereka atas tuntutan maksimal jaksa penuntut umum (JPU).
Baca juga: Hakim Ali Muhtarom Sembunyikan Rp 5,5 Miliar di Kolong Kasur, Kasus Vonis Bebas Korupsi Ekspor CPO
Sebut jaksa tak adil
Muhammad Arif Nuryanta menilai, jaksa tidak adil menuntut dengan lama pidana 15 tahun penjara.
Menurutnya, tuntutan ini tidak adil karena terlampau tinggi jika dibandingkan dengan tuntutan hakim dalam kasus serupa.
Misalnya, tuntutan terhadap eks Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono.
Diketahui, Rudi Suparmono dituntut tujuh tahun penjara dalam kasus perkara pengurusan vonis bebas kepada terdakwa perkara pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
“Bayangkan saja, disparitas tuntutan pidana antara terdakwa Rudi Suparmono dengan terdakwa Muhammad Arif Nuryanta,” ujar Pengacara terdakwa, Philipus Sitepu saat menyampaikan duplik dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Kubu Arif Nuryanta menilai, besaran tuntutan Arif dan Rudi tidak adil karena jumlah pasal yang dikenakan pada mereka.
Baca juga: Profil Ali Muhtarom, Hakim Kasus Tom Lembong Jadi Tersangka Suap Vonis Lepas Korupsi Ekspor CPO
Arif dituntut dakwaan primer satu pasal, sementara Rudi dituntut dua pasal. Tapi, lama tuntutan justru lebih banyak Arif.
“Rudi Suparmono dituntut dengan 2 pasal yang berbeda, yakni Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12B. Namun, tuntutan pidananya hanya 7 tahun pidana penjara. Sedangkan, terdakwa Muhammad Arif Nuryanta dituntut hanya 1 pasal saja yaitu Pasal 6 Ayat (2) namun tuntutan pidananya maksimal yaitu 15 tahun pidana penjara,” kata Philipus.
Kubu terdakwa menilai, perbedaan masa tuntutan ini tidak masuk akal dan tidak manusiawi.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251120_BACAKAN-PLEDOI.jpg)