Berita Nasional Terkini
Para Mantan Hakim yang Jadi Terdakwa Kasus Suap CPO Protes Dituntut Maksimal, Ini Alasan Mereka
Para terdakwa kasus dugaan suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi CPO protes mendapat tuntutan maksilam dari JPU.
“Kami memohon majelis hakim agar pada saatnya nanti dapat mempertimbangkan pengembalian uang hasil dugaan tipikor yang dilakukan terdakwa Muhammad Arif Nuryanta sebagai bagian hal yang dapat meringankan terdakwa dalam putusan nanti,” lanjut Philipus.
Dalam amar dupliknya, Arif Nuryanta meminta agar ia dijatuhkan hukuman sesuai dakwaan alternatif ketiga, yaitu Pasal 5 Ayat (2), yang juga dulu dituntutkan kepada Rudi Suparmono.
“Memohon agar majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Philipus.
Atau, jika hakim berpendapat lain, Arif Nuryanta meminta agar ia bisa dihukum dengan hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya.
Djuyamto sebut Jaksa tak punya hati nurani
Protes serupa juga disampaikan oleh kubu Djuyamto.
Ia menilai, tuntutan 12 tahun merupakan hal yang tidak adil.
Kubu Djuyamto menilai, jaksa tidak punya hati nurani karena menuntut maksimal para terdakwa.
“Bahwa JPU telah menuntut terdakwa Djuyamto terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 18 jo Pasal 55 UU Tipikor dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan denda uang pengganti sebesar Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan adalah tuntutan yang tidak memiliki hati nurani dan jauh dari rasa keadilan,” ujar pengacara terdakwa Djuyamto saat membacakan duplik dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Pengacara menyebutkan, jaksa tidak punya hati nurani karena tidak mempertimbangkan sikap kooperatif Djuyamto selama penyidikan.
Djuyamto mengklaim, dirinya telah mengajak dua terdakwa hakim lainnya, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin untuk membuka soal jumlah uang suap yang diterimanya.
“Sikap kooperatif terdakwa selama proses penyidikan yang ikut mendorong terdakwa yang lain khususnya saksi mahkota Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin untuk membuka kotak Pandora yang masih menjadi misteri khususnya terhadap jumlah uang yang nyata-nyata telah diterima oleh terdakwa dan rekan sesama majelis hakim perkara minyak goreng,” lanjut pengacara.
Lebih lanjut, Djuyamto mengklaim sudah mengembalikan seluruh uang suap yang diterimanya, yaitu sekitar Rp8,05 miliar.
Angka ini berbeda dengan uang suap yang didakwakan jaksa karena kubu meyakini kalau jumlah uang suap yang diterima Djuyamto berbeda dengan tuduhan jaksa.
Melalui duplik ini, Djuyamto meminta agar majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya, bukan hukuman paling ringan.
“Dan, saya selaku terdakwa, sebagaimana pledoi terdahulu tidak meminta hukuman seringan-ringannya, saya tegas meminta hukuman seadil-adilnya,” ujar Djuyamto saat menyampaikan duplik pribadi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251120_BACAKAN-PLEDOI.jpg)