Berita Nasional Terkini
Adian Napitupulu 'Senggol' Kebijakan Menkeu Purbaya, Singgung Keadilan Bagi Pedagang Thrifting
Politisi PDI Perjuangan (PDIP), Adian Napitupulu, "menyenggol" Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, terkait pakaian bekas impor ilegal.
Ringkasan Berita:
- Adian Napitupulu menyoroti Menkeu Purbaya soal wacana larangan impor pakaian bekas, menegaskan thrifting hanya 0,5 persen dari total tekstil ilegal sehingga bukan ancaman UMKM.
- Ia meminta kebijakan berbasis data dan solusi nyata, bukan penindakan represif.
- BAM DPR akan menindaklanjuti aspirasi pedagang dengan dialog bersama kementerian terkait.
TRIBUNKALTIM.CO - Politisi PDI Perjuangan (PDIP), Adian Napitupulu, "menyenggol" Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, terkait pakaian bekas impor ilegal.
Adian Napitupulu, yang merupakan Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, menegaskan komitmen DPR untuk memastikan bahwa aspirasi para pelaku usaha thrifting harus menjadi perhatian serius dalam proses penyusunan kebijakan pemerintah.
Penegasan tersebut disampaikan Adian saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama para pelaku usaha pakaian bekas dari Jakarta, Lampung, Bandung, Papua, Jambi, hingga Yogyakarta, yang berlangsung di Ruang Rapat BAM DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Adian menekankan bahwa BAM DPR RI ingin mendengar langsung kondisi di lapangan, terutama karena wacana larangan impor pakaian bekas kembali mengemuka dan memunculkan kekhawatiran luas di kalangan pelaku usaha.
Baca juga: Jalur STAN Dihapus? Begini Penjelasan Purbaya dan Info Terkini Pendaftaran CPNS 2026 Kemenkeu
Ia juga memaparkan data bahwa barang thrifting yang masuk ke Indonesia hanya sekitar 3.600 kontainer, atau 0,5 persen dari total 28.000 kontainer tekstil ilegal yang beredar di Tanah Air.
Angka tersebut menunjukkan bahwa thrifting bukan merupakan ancaman utama bagi keberlangsungan UMKM.
Menurutnya, kebijakan negara tidak boleh hanya didasarkan pada persepsi atau stigma, tetapi harus berpijak pada data yang akurat.
Ia menilai persoalan thrifting selalu muncul setiap tahun, namun penanganannya tidak pernah disertai pendekatan menyeluruh dan pemahaman bahwa jutaan masyarakat menggantungkan hidup dari sektor tersebut.
Baca juga: Jalur STAN Dihapus? Begini Penjelasan Purbaya Soal Pendaftaran CPNS 2026 Kemenkeu
“Negara tidak boleh hanya hadir dengan tindakan, tetapi juga dengan keadilan. Kita tidak boleh mengambil keputusan yang menekan rakyat kecil ketika negara sendiri belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai,” ujar Adian.
Ia juga menyoroti keluhan para pedagang mengenai operasi penertiban yang dinilai represif dan merugikan, membuat para pedagang merasa diperlakukan seperti pelaku kejahatan.
Menurut Adian, situasi ini tidak boleh terus terjadi.
Adian menegaskan bahwa sebelum melakukan penindakan, pemerintah harus memastikan telah hadir dengan solusi yang konkret dan dapat diimplementasikan.
Baca juga: Purbaya Bocorkan Skema CPNS 2026: Rekrutmen Hybrid, Terbuka untuk Lulusan SMA hingga STAN
Dalam forum tersebut, para pedagang thrifting memberikan testimoni yang menggambarkan kompleksitas persoalan di lapangan.
Rifai Silalahi, perwakilan pedagang dari Pasar Senen, Jakarta, mengatakan bahwa usaha pakaian bekas merupakan bagian dari UMKM yang telah bertahan puluhan tahun.
Ia menegaskan bahwa pelaku thrifting bukanlah ancaman bagi UMKM, bahkan tidak bersinggungan secara langsung dengan produk lokal.
“Yang merusak pasar itu bukan kami, tapi banjirnya produk impor baru. China menguasai 80 persen, ditambah barang dari Amerika, Vietnam, dan India sekitar 15 persen. Produk lokal hanya tersisa 5 persen,” ungkap Rifai dalam pertemuan tersebut.
Baca juga: Pesan Khusus Mahfud MD ke Purbaya Setelah Prabowo Siap Bayar Utang Whoosh
Merespons berbagai aspirasi tersebut, Adian menegaskan bahwa BAM DPR RI akan menindaklanjuti seluruh masukan dengan menggelar dialog lanjutan bersama kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan.
Menurutnya, penyelesaian persoalan thrifting hanya dapat dicapai jika seluruh pemangku kepentingan duduk bersama dan melihat isu ini secara menyeluruh, termasuk aspek ekonomi, sosial, dan keberlanjutan hidup pedagang.
Kebijakan Purbaya
Sebagaimana diberitakan, Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, punya rencana untuk menerapkan denda bagi pengusaha, pelaku impor pakaian bekas ilegal.
Rencana tersebut pun menimbulkan kekhawatirkan di kalangan pedagang thrifting di Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Kebijakan yang digadang-gadang sebagai langkah menertibkan pasar dan melindungi industri tekstil dalam negeri itu justru dinilai mengancam mata pencaharian ribuan pedagang kecil yang selama ini bergantung pada penjualan pakaian impor bekas.
Di Blok III Pasar Senen, salah satu sentra thrifting terbesar di Ibu Kota, para pedagang mengaku mulai merasakan dampak pembatasan impor pakaian bekas.
Baca juga: Tito Karnavian dan Purbaya Kompak: Dana Daerah Jangan Mengendap di Bank
Stok menipis, omzet menurun, dan masa depan usaha mereka semakin tidak menentu.
“Kalau peraturan besar kayak begitu keluar, pasti menimbulkan ketakutan. Karena dianggap ilegal, pasar bisa tergeser,” kata Khairul (27), pedagang pakaian bekas yang sudah hampir sepuluh tahun berjualan di sana, Kamis (23/10/2025).
Menurut Khairul, daya tarik utama Pasar Senen bukan hanya harga yang murah, tetapi juga kualitas barang impor yang dianggap lebih baik dibanding produk lokal.
“Kalau dilarang, pembeli bisa kabur. Barang luar beda kelasnya,” ujarnya.
Khairul menuturkan, sebelum kebijakan pembatasan diberlakukan, ia bisa meraup omzet hingga Rp 4 juta per hari.
Kini, pendapatannya turun hampir separuh.
Baca juga: Soal Coretax, Menkeu Purbaya Mengaku Salah
“Sebelumnya bisa dapat sampai Rp 4 juta per hari. Sekarang cuma dua sampai tiga juta,” katanya.
Ia juga menyebutkan, gudang-gudang di Bandung yang selama ini menjadi pemasok utama mulai kesulitan mendapat barang dari Jepang dan Korea.
“Barang dari gudang enggak sebanyak dulu. Nunggu lama, harganya juga naik,” ujarnya.
Selain stok yang berkurang, biaya operasional juga terus meningkat.
Sewa kios di Pasar Senen kini mencapai sekitar Rp 300 juta per tahun, dua kali lipat dari harga kios di Tanah Abang.
“Tapi penjualan malah turun. Banyak teman yang sudah tutup karena enggak kuat bayar sewa,” tambah Khairul.
Baca juga: Respons Dedi Mulyadi soal Kemungkinan Bertemu Menkeu Purbaya
Beberapa pedagang bahkan memilih memperkecil lapak dan mengurangi stok demi menekan biaya.
“Yang masih buka ya bertahan semampunya. Tapi kalau barang impor makin susah, banyak yang siap-siap gulung tikar,” katanya.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, pemerintah akan memperketat pengawasan impor pakaian bekas ilegal (balpres).
Bedanya, kali ini pelaku impor tidak langsung dipenjara atau barangnya dimusnahkan, tetapi akan dikenakan sanksi denda.
“Selama ini barang dimusnahkan, negara malah keluar biaya. Saya enggak dapat pemasukan, malah keluar ongkos buat musnahin barang itu dan kasih makan orang di penjara. Jadi nanti kita ubah, bisa denda orangnya,” ujar Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Rabu (22/10/2025).
Ia menegaskan, kebijakan ini bukan untuk menutup Pasar Senen, melainkan untuk melindungi industri tekstil nasional dan mendorong kebangkitan UMKM legal di sektor pakaian.
Baca juga: Respons Dedi Mulyadi soal Kemungkinan Bertemu Menkeu Purbaya
“Bukan mau nutup Pasar Senen. Nanti kan bisa diisi dengan produk-produk dalam negeri,” katanya.
Namun, di lapangan, pernyataan itu menimbulkan ketidakpastian.
Pedagang khawatir jika sanksi denda justru ikut menyasar rantai perdagangan kecil seperti mereka yang hanya menjual barang dari pemasok besar.
“Kalau semua dianggap ilegal, padahal kami cuma jualin dari gudang, ya sama aja kami yang kena imbas,” kata Rani (32), pedagang lain di Blok III.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sepanjang 2024 hingga Agustus 2025 sudah dilakukan 2.584 kali penindakan terhadap impor pakaian bekas ilegal, dengan nilai total mencapai Rp 49,44 miliar.
Selain wacana denda, pernyataan Purbaya yang menyebut Pasar Senen bisa diisi produk lokal juga menuai reaksi keras dari para pedagang.
Baca juga: Respons Dedi Mulyadi soal Purbaya Sebut Simpan Dana APBD di Giro Bikin Rugi
Mereka menilai, selera pembeli sudah terbentuk oleh karakter barang impor.
“Kalau pemerintah mau ganti semua jadi barang lokal, terus siapa yang mau beli? Pembeli ke sini karena cari barang luar, kualitas dan modelnya beda,” ujar Mila (29), pedagang asal Garut.
Menurut Mila, bahan dan desain produk lokal belum mampu menyaingi kualitas barang impor dari Jepang dan Korea.
“Kalau barang lokal, bahannya beda, modelnya enggak trend. Kalau dipaksa jual lokal, bisa-bisa sepi pembeli,” ujarnya.
Ia menambahkan, modal untuk menjual produk lokal juga lebih besar dibanding pakaian impor bekas.
“Kalau lokal, modalnya tinggi, tapi enggak tahu bisa laku atau enggak. Pembeli di sini nyari barang unik, bukan pabrikan,” kata Mila.
Baca juga: Ogah Bahas Beda Data Dana APBD di Bank Daerah, Menkeu Purbaya: Bukan Urusan Saya
Pedagang lain, Salsa (26), menuturkan belum ada sosialisasi resmi dari pemerintah terkait kebijakan tersebut.
“Kami tahunya cuma dari berita. Padahal yang kena dampak langsung kan kami di sini,” ujarnya.
Para pedagang berharap, sebelum aturan diberlakukan, pemerintah berdialog terlebih dahulu dengan pelaku usaha kecil agar kebijakan tidak justru mematikan pasar.
Pasar thrifting di persimpangan Pasar Senen selama ini dikenal sebagai pusat thrifting terbesar di Jakarta.
Ratusan kios di kawasan ini menjual pakaian bekas impor dari Jepang, Korea, hingga Amerika dengan harga antara Rp 25.000 hingga Rp 300.000 per potong.
Daya tarik utamanya bukan hanya harga murah, tetapi juga keunikan model yang sulit ditemukan di toko modern.
Baca juga: Balas Dedi Mulyadi, Purbaya Sebut Simpanan Giro APBD Jabar Bunganya Rendah dan Bisa Diperiksa BPK
“Kalau beli di sini bisa dapat jaket vintage Jepang Rp 100.000, tapi bahannya tebal banget. Kalau beli baru bisa jutaan,” kata Syifa (20), mahasiswa asal Depok yang rutin berburu pakaian di Senen.
Bagi generasi muda, thrifting kini menjadi bagian dari gaya hidup berkelanjutan dan ekspresi diri.
“Anak muda sekarang bangga pakai barang bekas luar negeri. Unik dan enggak pasaran,” ucapnya.
Namun, jika kebijakan pemerintah menggantikan barang impor dengan produk lokal benar-benar diterapkan, para pedagang khawatir daya tarik itu akan hilang.
“Pasar Senen ini hidup karena thrifting. Kalau diubah, ya bisa mati pelan-pelan,” ujar Mila.
Pedagang lain, Jazmi (28), menilai perlu ada solusi yang lebih adil.
“Kalau mau atur, ya bikin legal aja thrifting-nya, bukan dilarang. Kasih aturan jelas soal asal barang dan pajaknya,” katanya.
“Pasar ini bukan cuma tempat jualan, tapi sumber hidup banyak orang. Jangan sampai satu kebijakan bikin semuanya berhenti,” tambahnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Adian Napitupulu Tegaskan Thrifting Bukan Ancaman Utama bagi UMKM Nasional
| Para Mantan Hakim yang Jadi Terdakwa Kasus Suap CPO Protes Dituntut Maksimal, Ini Alasan Mereka |
|
|---|
| Update Harga Emas Antam Terbaru 20 November 2025 di Logam Mulia Balikpapan |
|
|---|
| Ahmad Ali Merasa Dapat Obat Awet Muda di PSI, Siap Pertaruhkan Kursi Ketua jika Gagal Rebut Sulteng |
|
|---|
| Kalender 2026 Lengkap: Cek Semua Tanggal Merah dan Long Weekend Tahun Depan |
|
|---|
| Harga BBM Non-Subsidi per 20 November 2025 di SPBU Pertamina Seluruh Kalimantan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20240525_adian-napitupulu.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.