OPINI
Pendidikan Inklusif: Jangan Biarkan Anak Berkebutuhan Khusus Tertinggal di Kelas Kita
Di tengah semangat pemerataan pendidikan, ada satu hal yang sering luput dari perhatian yaitu keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di ruang kelas
TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA - Di tengah semangat pemerataan pendidikan, ada satu hal yang sering luput dari perhatian yaitu keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di ruang kelas kita.
Mereka hadir, tetapi sering kali tidak benar-benar "dilihat". Padahal, pendidikan seharusnya menjadi hak semua anak tanpa terkecuali, termasuk mereka yang memiliki cara belajar dan kebutuhan yang berbeda.
Bayangkan seorang siswa dengan autisme yang berjuang memahami instruksi guru di tengah suasana kelas yang ramai. Ia berusaha keras mengikuti pelajaran, tetapi sistem yang tidak fleksibel membuatnya tertinggal.
Guru ingin membantu, tetapi tanpa dukungan atau pelatihan khusus, upaya itu sering terbatas. Situasi seperti ini masih banyak terjadi di berbagai sekolah di Indonesia, termasuk di daerah kita sendiri.
Pendidikan inklusif sejatinya hadir untuk menjawab persoalan itu. Konsep ini menegaskan bahwa setiap anak, dengan segala keunikan dan perbedaannya, berhak mendapatkan kesempatan belajar yang sama.
Baca juga: 900 Guru PAUD Dikuliahkan, Bupati Kutim Siapkan Pondasi Generasi Hebat 2045
Sekolah inklusif bukan sekadar tempat anak berkebutuhan khusus diterima, tetapi tempat di mana mereka benar-benar tumbuh, belajar, dan dihargai sebagai bagian dari komunitas belajar.
Sayangnya, implementasi di lapangan belum sepenuhnya berjalan baik. Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2023 mencatat bahwa baru sekitar 20 persen sekolah di Indonesia yang menerapkan sistem pendidikan inklusif.
Sementara itu, laporan UNICEF (2024) menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak penyandang disabilitas masih belum terdaftar di sekolah formal. Ini bukan sekadar angka, tapi potret nyata bahwa masih banyak anak yang belum mendapatkan hak belajarnya secara penuh.
Guru adalah garda terdepan pendidikan inklusif, namun mereka pun tidak bisa berjalan sendiri. Banyak guru di lapangan belum mendapatkan pelatihan yang cukup dalam menangani anak-anak dengan kebutuhan khusus. Mereka sebenarnya ingin membantu, tetapi keterbatasan fasilitas dan pengetahuan membuat situasi menjadi sulit.
Dalam laporan Kompas.com (2024), disebutkan bahwa sebagian besar sekolah dasar di daerah masih belum memiliki guru pendamping khusus. Padahal, keberadaan pendamping bisa menjadi kunci agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti proses belajar dengan lebih baik.
Jika kita melihat lebih dekat, di Kabupaten Berau, upaya menuju pendidikan inklusif sudah mulai terlihat. Beberapa sekolah dasar di Tanjung Redeb dan sekitarnya mulai membuka diri untuk menerima anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas bersama siswa reguler.
Namun, tantangan terbesar masih sama yaitu keterbatasan tenaga pendidik yang terlatih dan minimnya fasilitas pendukung. Beberapa guru di daerah bahkan menggunakan inisiatif pribadi, seperti membuat lembar belajar visual sendiri atau bekerja sama dengan orang tua untuk memahami kebutuhan anak.
Langkah-langkah kecil seperti ini pantas diapresiasi, karena menjadi bukti nyata bahwa perubahan bisa dimulai dari kepedulian.
Pendidikan inklusif tidak hanya tentang memberi ruang bagi anak berkebutuhan khusus untuk duduk di bangku sekolah yang sama, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan belajar yang manusiawi. Ketika siswa belajar menerima perbedaan sejak dini, mereka tumbuh menjadi generasi yang lebih empatik dan toleran.
Kelas yang inklusif menumbuhkan rasa saling menghargai, bukan hanya antarsiswa, tetapi juga antara guru dan murid. Dalam jangka panjang, pendidikan inklusif membangun masyarakat yang lebih terbuka dan beradab.
Tentu, pemerintah memiliki peran penting dalam memperkuat sistem ini. Pelatihan guru, penambahan fasilitas pendukung, serta kebijakan yang berpihak pada kesetaraan pendidikan harus menjadi prioritas.
Namun, dukungan masyarakat juga tidak kalah penting. Orang tua, komunitas, dan sekolah bisa berkolaborasi untuk menciptakan ruang belajar yang lebih ramah bagi semua anak.
Pendidikan tidak boleh menjadi ajang perlombaan yang hanya menguntungkan mereka yang cepat memahami. Pendidikan sejati adalah perjalanan bersama dimana tempat setiap anak, dengan segala perbedaan dan kemampuannya, bisa berjalan beriringan tanpa ada yang tertinggal.
Karena di balik setiap anak berkebutuhan khusus, ada potensi luar biasa yang menunggu untuk ditemukan. Dan di tangan kita semua, ada tanggung jawab untuk memastikan mereka tidak sekadar hadir di ruang kelas, tapi juga benar-benar diterima dan berkembang di dalamnya.
Nama : Achmad Noor Syamsul Revaldhi
Jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas : Mulawarman
Saatnya Sekolah Berani Berbenah di Era IA2024 Versi 2025, Akreditasi Bukan Sekadar Nilai! |
![]() |
---|
TKD Dipangkas: Fokus Program Pro Rakyat, Ambil Peluang Pembangunan Melalui APBN |
![]() |
---|
Belajar dari Kasus Prabumulih: Jangan Ambil Keputusan Ketika Emosi Tidak Stabil |
![]() |
---|
Ekonomi Terasa Lesu, UMKM dan Pekerja Perlu Strategi Bertahan |
![]() |
---|
Mengapa Rakyat Mudah Marah? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.