Penambang Hutan Unmul Bebas
Respons Unmul Atas Bebasnya 2 Tersangka Kasus Tambang Ilegal di Kebun Raya Samarinda
Tengok respons Universitas Mulawarman atas bebasnya 2 tersangka kasus tambang ilegal di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS).
Penulis: Gregorius Agung Salmon | Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Tengok respons Kepala Laboratorium Alam Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklathut Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul) atas keputusan praperadilan yang membebaskan dua pelaku dugaan tambang ilegal di KRUS.
Putusan Pra-peradilan oleh Pengadilan Negeri Samarinda membebaskan dua karena dinilai tidak sesuai prosedur.
Praperadilan adalah mekanisme hukum di Indonesia yang memberikan ruang bagi seseorang, baik tersangka, terdakwa, maupun pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan atau mempersoalkan sah atau tidaknya tindakan aparat penegak hukum dalam proses penyidikan dan penuntutan.
Dasarnya diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), terutama Pasal 77–83.
Baca juga: 2 Tersangka Kasus Tambang Ilegal di Kebun Raya Unmul Bebas, Menang Praperadilan Lawan Gakkumhut
"Jadi, setelah ada permohonan penangguhan penahanan, dan dikabulkan oleh Gakkum dengan alasan mereka stres (kecemasan) katanya, saya sudah menduga mereka (kuasa hukum tersangka) akan mengajukan praperadilan," ungkap Rustam Fahmy, Kepala Laboratorium Alam KHDTK Diklathut Fahutan Unmul, saat dikonfirmasi via telepon pada Kamis (11/9/2025).
"Kalau dilihat sebenarnya cacat proseduralnya, sehingga putusannya seperti itu (dibebaskan)," sambungnya.
Ia juga bilang adanya kesalahan prosedur dalam kasus tersebut.
Seperti para tersangka yang mangkir dari dua panggilan sehingga dilakukan penetapan tersangka oleh Gakkumhut.
"Seharusnya ini bagus ditanyakan langsung ke Gakkum, karena dari informasi yang saya dapat dua pelaku ini sulit dipanggil, Karena kan untuk penetapan tersangka itu, harus meminta keterangan dari terduga pelaku, sedangkan ini keterangannya belum dapat, tetapi dari teman-teman Gakkum sudah dapat bukti, dan langsung menjemput orangnya (Dariah dan Edi). Jadi, cacat prosedurnya, mungkin sama SPDP-nya," jelasnya.
Rustam mengatakan ada ketidakjelasan dalam penetapan tersangka antara Polda Kaltim dan Gakkum Kehutanan.
Menurutnya, perbedaan tersangka dalam kasus yang sama dapat menimbulkan kesulitan dalam proses hukum.
"Dari awal sudah terlihat jelas dan sejak awal juga saya sudah menduga kalau kasus ini bakal sulit. Kenapa? Penetapan tersangka saja tidak jelas, oleh lembaga penegak hukum yang berbeda. Dalam kasus yang sama itu tidak bisa, ini juga masalah," ujarnya.
Baca juga: BREAKING NEWS: 2 Tersangka Kasus Tambang Ilegal Hutan Unmul Bebas Usai Menang Praperadilan
Ia pun menilai para penegak hukum antar dua lembaga tersebut tak adanya keterbukaan dan minimnya koordinasi dalam penetapan tersangka.
"Harusnya ada koordinasi dong (Polda Kaltim dan Gakkumhut Kaltim) , kan TKP-nya sama, masa tersangkanya berbeda, seperti main-main dalam penegakkan hukumnya," tegasnya.
Ia bahkan bilang ada dua nama terkait perambahan KHDTK UNMUL yang ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya, mereka juga kata dia bermain di berbagi titik di Kaltim termasuk di kawasan IKN.
"Kita tahunya setelah tiga hari perambahan di KRUS, karena saya mencari informasi dari teman-teman dilapangan, dua nama itu, dan informasinya mereka juga yang bermain di IKN," katanya.
Saat ditanya soal seorang tersangka yang diamankan Polda Kaltim, ia dengan tegas menyebutkan tidak ada
"Itu sama sekali orang yang tidak dalam peredaran sebenarnya. Makanya, kami curiga, ada status tersangkanya, padahal informasinya terbatas, hanya diperoleh dari orang yang diamankan di TKP, jadi dua orang yang diamankan Gakkum ini dapat informasinya dari mandor lapangan (Riko), yang terekam video," ungkapnya.
"Sebenarnya lebih jelasnya Gakkum, mereka tidak mungkin menetapkan tersangka terhadap orang, dan si Riko ini mendapatkan surat perintah pengerjaan dari tersangkanya Gakkum bukan tersangkanya Polda Kaltim," sambungnya.
Rustam Fahmy mengaku sering dipanggil untuk dimintai keterangan selama proses penyelidikan karena ia adalah pelapor dalam kasus tersebut.
Baca juga: 3,26 Hektare Lahan KRUS Rusak Diserobot Tambang Batu Bara, Rektor Unmul Tidak Pernah Beri Izin
Ia menjelaskan bahwa laporannya lebih fokus pada aktivitas ilegal yang terjadi, bukan pada individu tertentu, dan bahwa identifikasi pelaku adalah tugas kepolisian dan Gakkum Kehutanan.
"Saya melaporkan aktivitasnya di sana bukan orangnya, kalau mencari pelakunya ya dari kepolisian maupun gakkum," ungkapnya.
Rustam Fahmy menyatakan bahwa pengungkapan perkara tambang ilegal sulit karena banyak pihak yang terlibat, termasuk oknum-oknum yang tidak seharusnya.
Ia menilai bahwa hal ini seperti tradisi yang telah berlangsung lama, dan jarang kasus tambang ilegal yang menyeret aktor intelektual ke pengadilan.
Ia bilang hal itu terlihat penegakan hukum dalam kasus tambang ilegal sepertinya menghadapi banyak tantangan karena oknum yang berkuasa.
"Penegakkannya sulit, karena banyak pemain di dalamnya, termasuk oknum. Gimana mau bersih, jadi ini seperti tradisi, selama ini ada tidak kasus tambang sampai menyeret aktor intelektual? tidak ada kan," tegasnya.
Kepala Laboratorium Alam KHDTK Diklathut Fahutan Unmul, berharap bahwa kasus tambang ilegal tersebut bisa membuka tabir dan mengungkap aktor-aktor intelektual yang terlibat.
Namun, ia merasa bahwa harapan tersebut tidak terwujud karena dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Gakkum tidak terbukti bersalah.
"Seharusnya Jalan masuknya itu ya dua orang (Daria dan Eddy) yang ditetapkan tersangka oleh Gakkum, tetapi ternyata tidak," pungkasnya. (Gregorius)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.