Salam Tribun

Karena 'Nila Setitik' Rusak Program MBG

Jangan sampai 'nila setitik' pada program MBG merusak tujuan mulia meningkatkan gizi anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa

|
Penulis: Sumarsono | Editor: Doan Pardede
DOK PRIBADI
PEMRED TRIBUN KALTIM - Sumarsono, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim. Ancaman "nila setitik" pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah kasus keracunan yang mengusik tujuan mulia, yakni meningkatkan gizi anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa.(Dok Pribadi) 

Oleh: Sumarsono, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim/TribunKaltim.co

Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga”, artinya satu kesalahan sekecil apa pun dapat merusak citra atau kebaikan yang sudah ada secara keseluruhan. 

Intinya, sesuatu rencana yang baik bisa menjadi sia-sia karena ada satu tindakan buruk.

Demikian juga satu kesalahan kecil bisa berdampak besar dan merusak segala sesuatu yang baik.

Pepatah ini sepertinya senyampang dengan munculnya kasus keracunan yang dialami sejumlah anak sekolah di beberapa daerah setelah menikmati Makan Bergizi Gratis (MBG).  

Kasus keracunan makanan ini, meski tidak banyak namun mengganggu program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

Bagaimanapun, masalah keracunan makanan ini menyangkut kesehatan, bahkan nyawa anak.

Meski harus diakui, keracunan makanan terjadi lebih karena kesalahan prosedur dan kurangnya pengawasan.

Kalau dibaratkan pepatah "Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga."

Ancaman "nila setitik" pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah kasus keracunan yang mengusik tujuan mulia, yakni meningkatkan gizi anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa.

Baca juga: Korban MBG Bisa Tuntut Ganti Rugi, LPSK Buka Peluang Restitusi Bagi Ribuan Anak yang Keracunan

Program MBG yang dicanangkan Pemerintahan Prabowo-Gibran bertujuan memastikan setiap anak bangsa mendapatkan asupan nutrisi yang memadai untuk mendukung pertumbuhan dan kecerdasan mereka.

Di tengah antusiasme dan besarnya skala program MBG, rentetan kasus keracunan makanan di berbagai daerah telah muncul sebagai ganjalan serius, mengusik citra positif MBG dan menimbulkan kekhawatiran publik.

Akibat nila setitik, yakni  satu atau dua insiden keracunan berpotensi merusak kepercayaan dan keberlanjutan sebuah program nasional yang ambisius.

Dalam diskusi di warung kopi, seorang kawan yang selama ini saya kenal kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, kali ini begitu semangat mendukung program MBG.

Menurutnya, MBG tidak sekadar memberikan makanan bergizi pada anak-anak.

Secara ekonomi juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat bawah.

Bayangkan saja berapa tenaga kerja yang harus dipersiapkan.

Belum lagi kebutuhan bahan, mulai beras, sayuran, daging, telur, ayam hingga buah untuk memenuhi ribuan porsi makanan buat pelajar tiap hari.

Sejak diluncurkan program MBG, laporan adanya puluhan, bahkan ratusan siswa yang mengalami gejala keracunan seperti mual, muntah, dan diare setelah mengonsumsi menu MBG terus bermunculan. 

Catatan Tribun Kaltim, kasus dugaan keracunan usai mengonsumsi MBG terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi hingga Kalimantan, termasuk Kalimantan Timur.

Baca juga: 5 Fakta Menu MBG Basi di Bontang, Kejadian sudah Dua Kali, Dapur SPPG Dievaluasi

Kasus ini seolah menjadi "epidemi" yang tak terhindarkan, dan viral hingga memicu penolakan oleh sejumlah kalangan.

Kasus-kasus ini bukan sekadar insiden medis biasa, mereka adalah bencana kepercayaan.

Inilah nila setitik yang bisa merusak susu sebelanga, tujuan mulia MBG.

Orang tua yang awalnya menyambut baik program ini dengan harapan gizi anak terjamin, kini diliputi keraguan dan kekhawatiran setiap kali sang anak menyantap makanan dari sekolah.

Kondisi ini membuat program yang seharusnya menjadi solusi gizi, justru berubah menjadi sumber potensi ancaman kesehatan.

Setuju jika harus dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses pelaksanaan MBG, bukan menghentikan program tersebut.

Cari penyebab mengapa bisa terjadi keracunan.

Faktanya banyak juga program MBG yang telah berjalan dengan baik.

Kalau menurut pakar teknologi pangan dan akademisi, bahwa akar masalah keracunan terletak pada dua faktor, yakni lemahnya regulasi dan pengawasan, serta skala target yang terlalu besar dalam waktu singkat.

Maka dua hal inilah yang perlu diselesaikan.

Program MBG yang melibatkan jutaan porsi makanan setiap hari menuntut sistem pengawasan keamanan pangan yang sangat ketat, mulai dari pemilihan bahan baku, proses memasak, hingga pendistribusian.

Baca juga: DPRD Balikpapan Desak Sertifikasi SPPG Dipercepat demi Keamanan Pangan MBG

Namun, kenyataan di lapangan sering kali menunjukkan adanya celah, seperti kualitas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau penyedia katering di daerah belum merata.

Masih banyak yang belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) memadai.

Persoalan lain, menu makanan dimasak jauh sebelum waktu konsumsi dan dibungkus dalam kondisi panas, sementara pendistribusian dilakukan siang atau saat siswa istirahat.

Hal ini menciptakan munculnya bakteri.

Keterlambatan distribusi memperparah risiko basi atau kontaminasi.

Fenomena keracunan merupakan bentuk kegagalan dalam menjaga standar kualitas di satu titik, namun dampaknya menyebar luas ke seluruh program.

Arti "nila setitik," adalah kesalahan kecil dalam sistem pengawasan atau proses memasak dapat menodai keseluruhan manfaat dari niat baik pemerintah.

Bagaimana kita menyelamatkan "susu sebelanga" tujuan mulia dari program MBG?

Yakni mencegah kerugian yang lebih besar dan mengembalikan kepercayaan publik, dengan melakukan langkah-langkah konkret, antara lain:

Pertama, melakukan evaluasi ketat pada setiap SPPG atau penyedia katering.

Pihak yang terbukti lalai dan menyebabkan keracunan harus dikenakan sanksi tegas, bahkan diproses hukum.

Kedua, mendorong model "dapur sehat sekolah" atau memanfaatkan kantin sekolah/UMKM lokal dengan pengawasan ketat, untuk memastikan makanan dimasak dan disajikan dalam waktu yang lebih singkat dan higienis.

Baca juga: Perpres MBG Segera Terbit, Fokus ke Keamanan dan Pengawasan Makanan

Ketiga, memberikan pelatihan keamanan pangan dan mewajibkan sertifikasi higienis bagi semua penanggung jawab dan penjamah pangan yang terlibat dalam MBG.

Terakhir, memberdayakan komite sekolah dan orang tua untuk ikut serta dalam pengawasan kualitas makanan secara rutin dan acak.

Perlu ditegaskan lagi, program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa.

Sebuah ide besar yang didorong dengan niat baik tidak boleh hancur karena detail teknis yang terabaikan.

Pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam program MBG harus mengambil tindakan cepat dan terukur untuk menutup celah keamanan pangan.

Hanya dengan menjamin keselamatan anak didik sebagai prioritas nomor satu, program MBG dapat kembali berjalan pada relnya, mencapai tujuan mulianya tanpa bayang-bayang keracunan yang menyesakkan.

Jangan sampai kasus keracunan MBG yang terjadi di beberapa daerah terulang lagi.

Masyarakat wajib ikut mengawasi, bukan menghakimi ketika ada kasus tersebut.

Semoga nila setitik ini tidak merusak susu sebelanga.

Niat mulia pemerintah memberikan nutrisi yang baik bagi anak-anak generasi penerus bangsa melalui MBG bisa terlaksana, tanpa ada permainan-permainan oknum yang ingin mengambil keuntungan dari program ini. (*)

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved