Berita Balikpapan Terkini

DPRD Balikpapan Kaji Perda Penanganan Stunting, Atur Pemberian Nutrisi hingga Kesadaran ke Posyandu

DPRD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur menggodok peraturan daerah (perda) khusus penanganan stunting sebagai langkah strategis

TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD ZEIN RAHMATULLAH
REGULASI STUNTING - Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan, Gasali, menegaskan perlunya perda khusus untuk menekan angka stunting yang kembali naik pada 2025, Senin (6/10/2025). Ia menekankan pentingnya sinergi seluruh pihak agar tidak berpangku tangan dan benar-benar turun ke lapangan mendampingi masyarakat. (TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD ZEIN RAHMATULLAH) 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - DPRD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur menggodok peraturan daerah (perda) khusus penanganan stunting sebagai langkah strategis menekan angka kasus yang kembali naik pada 2025.

Demikian dibahas dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diinisiasi Komisi IV DPRD Balikpapan.

Ditemui selepas FGD, Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan, Gasali, menjelaskan bahwa inisiatif pembentukan perda ini merupakan bentuk tanggung jawab legislatif dalam memperkuat upaya penanganan stunting di tingkat daerah.

"Kita berharap perda ini bisa menjadi satu contoh hukum yang bisa kita jadikan pedoman bersama-sama," ujarnya, Senin (6/10/2025). 

Kondisi terbaru menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Balikpapan justru mengalami kenaikan pada 2025 setelah sempat menurun pada 2024.

Gasali sendiri mengaku terkejut karena angka yang sebelumnya menurun hingga sekitar 19 persen kembali meningkat berdasarkan hasil survei terakhir. 

Baca juga: DPRD Balikpapan Siapkan Regulasi Baru untuk Kendalikan Peredaran Alkohol di Era Digital

Setidaknya per Agustus 2025 berdasarkan data Dinkes membukukan prevalensi stunting di Balikpapan saat ini mencapai 24,8 persen dari total sekitar 107.000 bayi dan balita.

Artinya, hampir 1 dari 4 anak di kota ini mengalami gangguan tumbuh kembang.

"Saya pikir sudah turun, tapi ternyata hasil survei terakhir tahun 2025 ini naik kembali dari 2024 kemarin," ungkapnya.

Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap program dan strategi yang selama ini dijalankan.

Ia menegaskan bahwa target utama Balikpapan bukan hanya menekan angka stunting di bawah standar nasional sebesar 14 persen, tetapi benar-benar mengentaskan permasalahan tersebut secara tuntas.

"Kalau target kita, ya kita bukan lagi di bawah standar nasional, tapi bagaimana stunting itu bisa teratasi di Kota Balikpapan," tegasnya.

Gasali menyebut perda yang sedang disusun akan menjadi panduan kerja terpadu bagi seluruh pemangku kepentingan agar tidak hanya berpangku tangan.

DPRD mendorong agar semua pihak turun langsung ke lapangan untuk mendampingi masyarakat.

"Kita ingin semua stakeholder tidak berpangku tangan, tetapi benar-benar terjun ke lapangan sebagai bapak angkat untuk mengantisipasi hal-hal yang menjadi kekurangan di lingkungan itu," katanya.

Melalui FGD, DPRD juga melibatkan tim ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam penyusunan raperda.

Para akademisi memetakan titik-titik kelemahan dalam program yang sudah berjalan dan memberikan sejumlah rekomendasi perbaikan.

Salah satunya adalah peluang kerja sama jangka panjang, termasuk menerjunkan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) untuk mendukung kegiatan penanganan stunting di lapangan.

Dari hasil diskusi, dua faktor utama yang menjadi penyebab tingginya angka stunting di Balikpapan adalah kurangnya asupan nutrisi anak dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan layanan kesehatan seperti posyandu.

"Yang paling jauh itu kurangnya memang nutrisi, salah satunya. Dan kedua, ada faktor kesadaran masyarakat kita yang belum maksimal terkait dengan jadwal posyandu," jelas Gasali.

Ia menyoroti masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan anak. Banyak orang tua yang mengabaikan jadwal pemeriksaan karena kesibukan kerja, sehingga kondisi anak tidak terpantau secara rutin.

"Wilayah kita ini kan wilayah pekerja. Mungkin orang lebih mengutamakan berangkat kerja karena takut terlambat, sehingga orang lebih mendahulukan pekerjaan daripada jadwal pemeriksaan," ujarnya.

Gasali menekankan pentingnya edukasi sejak dini kepada pasangan calon pengantin agar memahami pentingnya pemeriksaan kesehatan sebelum menikah.

Langkah ini diyakini dapat mencegah risiko stunting sejak dari hulu.

"Seharusnya usia sebelum menikah itu sudah harus diedukasi duluan. Artinya sudah dilakukan pemeriksaan lebih awal," tegasnya.

FGD juga mengungkap adanya kasus pernikahan dini yang masih terjadi di Balikpapan.

Sepengetahuan Gasali, pada tahun ini saja tercatat sekitar 18 pasangan di bawah umur yang menikah.

Menurutnya, kondisi ini menjadi tantangan tambahan dalam upaya pencegahan stunting karena berhubungan langsung dengan kesiapan kesehatan reproduksi.

Gasali menilai penanganan stunting tidak bisa dibebankan hanya kepada pemerintah atau dinas teknis seperti Dinas Kesehatan dan DP3AKB.

Ia mendorong seluruh pemangku kebijakan, termasuk lembaga masyarakat dan dunia usaha, untuk turut terlibat.

Misalnya, kata Gasali, peran kader posyandu dan PKK di tingkat RT disebut sangat vital dalam menyampaikan edukasi sekaligus memantau kondisi anak secara langsung.

"Gerak terdepan terkait langsung ke masyarakat adalah kader posyandu. Kita berharap ada perhatian dari pemerintah untuk kader-kader posyandu ke depan ini," katanya.

Baca juga: DPRD Balikpapan Desak Transparansi Pajak demi Dongkrak PAD 2025

Raperda yang sedang digodok ini diharapkan menjadi dasar hukum kuat bagi seluruh program penanganan stunting di Balikpapan.

Gasali menegaskan bahwa regulasi ini tidak hanya akan mengatur teknis penanganan, tetapi juga membangun sinergi lintas sektor agar upaya pengentasan berjalan lebih maksimal.

"Jadi ini semua yang kita titipkan di dalam regulasi agar menjadi contoh hukum supaya penanganannya bisa maksimal di Kota Balikpapan," pungkasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved