Berita Samarinda Terkini

Dinkes Samarinda dan DPRD Rumuskan Raperda Penanggulangan TBC dan HIV/AIDS

Dinas Kesehatan Samarinda bersama DPRD serius menyiapkan Raperda penanggulangan TBC dan HIV/AIDS guna menekan angka kasus dan memastikan pengobatan

TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
PEMERIKSAAN KESEHATAN - Ilustrasi Kegiatan pemeriksaan kesehatan masyarakat di Samarinda sebagai bagian dari program deteksi dini dan terapi pencegahan tuberkulosis (TPT). (TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI). 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Upaya penanggulangan TBC di Samarinda kini menjadi prioritas utama Dinas Kesehatan (Dinkes) bersama DPRD Kota Samarinda

Kedua lembaga ini tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang penanggulangan Tuberkulosis (TBC) dan HIV/AIDS guna memperkuat regulasi kesehatan masyarakat dan menekan angka penularan penyakit menular tersebut.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2PA) Dinkes Samarinda, Nata Siswanto, menjelaskan bahwa pihaknya baru saja mengikuti rapat dengar pendapat bersama Panitia Khusus (Pansus) IV DPRD Kota Samarinda.

Pertemuan itu bertujuan menyusun langkah konkret dan masukan substantif untuk memperkuat dasar hukum pelaksanaan program penanggulangan kedua penyakit tersebut.

Menurut Nata, penyakit TBC kini telah menjadi prioritas nasional, karena Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi kasus TBC di dunia setelah India, dengan jumlah kasus mencapai sekitar 1,06 juta pada tahun 2025.

Baca juga: BREAKING NEWS: Kebakaran di Kamar Lantai 2 Hotel Bumi Senyiur Samarinda

Meski angka kasus meningkat, hal ini disebut bukan karena lonjakan penularan, melainkan hasil dari deteksi dini yang semakin masif.

“Kalau kasus sudah ditemukan banyak otomatis kan kita harus menanggung laginya mengobati paling tidak sampai tuntas,” lanjut Nata.

Ia mengakui bahwa pengobatan TBC membutuhkan waktu panjang, minimal enam bulan, sehingga angka kejenuhan pasien sering kali tinggi.

Kondisi tersebut menyebabkan banyak pasien tidak menyelesaikan pengobatan secara tuntas, padahal risiko penularan di lingkungan keluarga cukup besar.

“Dalam rangka pengobatan untuk TBC ini cukup banyak yang perlu kita pertimbangkan, termasuk penularan-penularan kontak erat di rumah, karena itu kan risiko tinggi untuk menjadi penularan. Pengobatannya sendiri cukup lama. Jadi angka kejenuhan dari penderita sendiri cukup tinggi. Karena itu banyak pengobatan-pengobatan itu yang dalam tanda petik tidak tuntas,” paparnya.

Baca juga: Ratusan Warga Binaan Rutan Balikpapan Jalani Pemeriksaan Rontgen Dada untuk Deteksi Dini TBC

Dinas Kesehatan, lanjutnya, telah menjalankan strategi pencegahan dengan deteksi dini dan pemberian terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) bagi kontak erat pasien positif.

“Bukan obat TB-nya sendiri, kalau obat TBC itu kan sudah memang dia positif terkonfirmasi TBC. Tapi kalau untuk yang kontak erat belum tentu dia penderita TBC, nah itu kita berikan terapi pencegahan,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor, termasuk dengan Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), untuk memperbaiki kondisi rumah penderita.

“Kalau untuk penderita-penderita TBC yang rumahnya memang tidak memenuhi standar ventilasi, Dinas Perkim mungkin salah satunya ada anggaran untuk melakukan bedah rumah. Paling tidak untuk memperbaiki ventilasi,” ujar Nata.

Di samping itu, Nata memastikan bahwa seluruh puskesmas dan sejumlah klinik swasta di Samarinda telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dalam upaya deteksi dan pengobatan TBC.

Baca juga: 2 Daerah Catat Kasus Tertinggi HIV/AIDS di Kalimantan Timur 2024, Waspada Lonjakan

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved