Kasus Pembunuhan di Muara Kate

Aktivis Anti Tambang Paser Misran Toni Ditahan, Tim Advokasi Sebut Ada Rekayasa dan Intimidasi

Penahanan aktivis lingkungan Misran Toni dinilai sebagai bentuk kriminalisasi, tim advokasi soroti pelanggaran HAM

|
TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD ZEIN RAHMATULLAH
KRIMINALISASI AKTIVIS - Ketua PBH Peradi Balikpapan, Ardiansyah menegaskan bahwa penyidik tidak mampu menemukan alat bukti yang sah untuk menetapkan Misran Toni sebagai pelaku pembunuhan, sehingga penahanan yang berlangsung hingga berbulan-bulan dinilai sebagai bentuk kriminalisasi. Ia juga menilai tindakan pembantaran tanpa persetujuan tersangka dan keluarga merupakan tindakan sewenang-wenang serta bentuk intimidasi yang melanggar hak asasi manusia. (TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD ZEIN RAHMATULLAH) 
Ringkasan Berita:
  • Tim Advokasi menilai penahanan Misran Toni sebagai bentuk kriminalisasi atas penolakan tambang ilegal.
  • Proses pembantaran dinilai janggal dan memperpanjang masa tahanan tanpa dasar hukum yang jelas.
  • Penyidik belum mampu membuktikan keterlibatan Misran Toni dalam kasus pembunuhan warga Muara Kate.

 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Tim Advokasi Lawan Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Warga Muara Kate menilai penahanan terhadap aktivis lingkungan Misran Toni merupakan bentuk kriminalisasi terkait penolakan warga terhadap aktivitas hauling batubara ilegal. 

Aktivis yang telah ditahan sejak Juli 2025 ini dinilai bukan pelaku sebenarnya dari kasus pembunuhan yang menimpanya.

Ketua Pusat Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBH Peradi) Balikpapan, Ardiansyah, menjelaskan kronologi kasus yang menimpa Misran Toni.

Peristiwa pembunuhan terjadi pada 15 September 2024, namun penyidik tidak mampu menemukan pelaku dalam kurun waktu hampir tujuh bulan.

"Peristiwa pembunuhan itu terjadi pada tanggal 15 September 2024, kemudian dalam jangka waktu 6 bulan, kurang lebih 6-7 bulan, penyidik tidak bisa menemukan pelaku tersebut," ujar Ardiansyah, Jumat (7/11/2025). 

Penetapan tersangka baru dilakukan setelah kedatangan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke Muara Kate.

Baca juga: LBH Samarinda Soroti Penahanan Misran Toni Terkait Penolakan Hauling Batubara di Muara Kate Paser

Beberapa hari setelah kunjungan tersebut, tepatnya pada 16 Juli 2025, Misran Toni ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditangkap.

Ardiansyah menyampaikan bahwa penahanan Misran Toni telah mengalami empat kali perpanjangan.

Penahanan dimulai dari penyidik selama 20 hari, kemudian diperpanjang 30 hari atas izin Kejaksaan Negeri Tanah Grogot.

Perpanjangan selanjutnya dilakukan dua kali atas izin Pengadilan Negeri Tanah Grogot.

Hingga saat ini, Misran Toni telah menjalani penahanan selama 115 hari sejak 16 Juli 2025.

Baca juga: Pemprov Kaltim Awasi Kasus Muara Kate, Seno Aji: Penegakan Hukum Berjalan Baik Tidak Tebang Pilih

Berdasarkan perpanjangan terakhir dari Pengadilan Negeri Tanah Grogot, masa penahanannya seharusnya berakhir pada 12 November 2025.

Namun, persoalan baru muncul pada 18 September 2025. Penyidik menjemput Misran Toni dari Rutan Polda Kaltim dengan alasan "hanya untuk jalan-jalan".

Ternyata, tersangka dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Samarinda untuk diperiksa kondisi kejiwaannya.

"Penyidik mengambil atau menjemput tersangka Misran Toni dari Rutan Polda Kaltim dengan alasan hanya untuk jalan-jalan. Ternyata Misran Toni diambil untuk diperiksa di Rumah Sakit Jiwa Samarinda dengan alasan untuk memeriksa kondisi kejiwaannya," ungkap Ardiansyah.

Beberapa hari kemudian, muncul informasi bahwa pengambilan tersebut dilakukan dalam status pembantaran.

Baca juga: Kuasa Hukum Keluarga Korban Pembunuhan Muara Kate Minta Polisi Ungkap Menyeluruh

Tim Advokasi keberatan dengan cara penyidik melakukan pembantaran tanpa sepengetahuan tersangka, tanpa seizin keluarga, dan bertentangan dengan kehendak Misran Toni.

Ardiansyah menjelaskan bahwa pembantaran sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung seharusnya untuk kepentingan tahanan, yaitu untuk diperiksa secara medis di luar rumah tahanan demi kesehatan yang bersangkutan.

Namun dalam kasus ini, pembantaran justru dilakukan untuk kepentingan penyidik.

"Pembantaran adalah mengeluarkan tahanan dari rumah tahanan untuk menjalani perawatan medis di luar. Benang merahnya adalah demi kepentingan kesehatan si tahanan. Namun dalam kasus ini, yang terjadi adalah pembantaran untuk kepentingan penyidik," tegas Ardiansyah.

Selama delapan hari di Rumah Sakit Jiwa Samarinda, status Misran Toni dinyatakan tidak ditahan (status pembantaran).

Baca juga: Kasus Pembunuhan di Muara Kate, Anak Korban Kaget Identitas Pelaku, Ungkap Pesan Terakhir Almarhum

Akibatnya, masa pembantaran delapan hari tersebut tidak dihitung sebagai masa penahanan.

Padahal, tersangka tetap berada dalam kondisi ditahan dengan status yang diubah.

Kata Ardiansyah, konsekuensi dari pembantaran tersebut membuat masa penahanan Misran Toni bertambah.

Jika mengacu pada perpanjangan penahanan terakhir oleh Pengadilan Negeri Tanah Grogot, ia seharusnya bebas demi hukum pada 12 November 2025.

Namun karena adanya pembantaran, pelepasan baru akan dilakukan pada 18 November 2025 jika berkas belum dilimpahkan ke Kejaksaan.

Baca juga: Tersangka Bantah Pembunuhan di Muara Kate Paser, Pengamat: Dia Punya Hak Selama Ada Bukti yang Jelas

Tim Advokasi berkesimpulan bahwa tindakan penyidik mengeluarkan dan membantarkan tersangka merupakan upaya mengulur-ulur waktu masa penahanan penyidik.

Selain itu, tindakan tersebut juga dinilai sebagai bentuk intimidasi untuk melemahkan kondisi psikologis tersangka.

"Ini merupakan tindakan sewenang-wenang serta pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka," tegas Ardiansyah.

Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai pelimpahan berkas perkara Misran Toni ke Kejaksaan.

Tim Advokasi menilai hal ini menunjukkan bahwa penyidik tidak mampu mengumpulkan dua alat bukti yang sah untuk membuktikan bahwa Misran Toni adalah pelaku pembunuhan.

Ardiansyah menegaskan bahwa Misran Toni bukan pelaku sebenarnya.

"Ini membuat terang bahwa penyidik tidak mampu mengumpulkan 2 alat bukti. Misran Toni bukan pelakunya. Pelakunya masih berkeliaran dan masih menghantui masyarakat Muara Kate," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved