Breaking News

Berita Balikpapan Terkini

Aktivis Lingkungan Asal Paser Misran Diduga Dikriminalisasi, Jatam Kaltim: Hentikan Rekayasa Kasus

Misran Toni yang dikenal sebagai aktivis lingkungan ini telah ditahan sejak Juli 2025 dan masa penahanannya diperpanjang

TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD ZEIN RAHMATULLAH
DUKUNGAN WARGA - Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, Windi Pranata menegaskan bahwa penahanan dan pembantaran terhadap Misran Toni digunakan sebagai tekanan psikologis untuk melemahkan semangatnya dalam memperjuangkan penolakan aktivitas hauling batubara ilegal. Ia menyebut tindakan tersebut tidak hanya menyakiti keluarga Misran Toni, tetapi juga bertujuan membungkam suara warga Muara Kate yang menuntut keadilan. (TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD ZEIN RAHMATULLAH) 

TRIBUNKALTIM.CO,BALIKPAPAN - Tim Advokasi Lawan Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Warga Muara Kate menilai, penahanan terhadap aktivis lingkungan Misran Toni merupakan bentuk kriminalisasi terkait penolakan warga terhadap aktivitas hauling batubara ilegal. 

Misran Toni yang dikenal sebagai aktivis lingkungan ini telah ditahan sejak Juli 2025 dan masa penahanannya diperpanjang melalui mekanisme pembantaran yang dinilai tidak sah.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, Windi Pranata, mengungkapkan bahwa selama proses pembantaran, Misran Toni diisolasi di rumah sakit tanpa pendampingan keluarga.

Dia menceritakan pada 22 Oktober ketika Misran Toni yang sudah berganti pakaian rapi dan seolah-olah akan dilepaskan, tiba-tiba dibawa ke rumah sakit jiwa di Samarinda.

"Bayangkan, tiba-tiba dia dibawa ke rumah sakit jiwa. Dan tersebar di kampungnya, orang bertanya, ada apa dengan Pak Misran Toni, kenapa harus sampai dibawa ke rumah sakit jiwa," kata Windi di Balikpapan, Jumat (7/11/2025). 

Baca juga: LBH Samarinda Soroti Penahanan Misran Toni Terkait Penolakan Hauling Batubara di Muara Kate Paser

Ia menegaskan bahwa pihak kepolisian tidak pernah menjelaskan kebutuhan atau kepentingan apa sehingga Misran Toni dibawa ke rumah sakit tersebut.

Selama delapan hari Misran Toni diisolasi di rumah sakit, keluarganya mengalami penderitaan yang mendalam.

Istri Misran Toni, Ida, pada 26 Oktober menempuh perjalanan sejauh 300 kilometer dari Muara Kate ke Samarinda untuk mengunjungi suaminya.

Namun, keinginannya untuk memberikan doa, semangat, dan pesan dari anaknya harus kandas karena Misran Toni tidak dapat dijenguk dengan alasan observasi.

"Betapa menyedihkannya Ibu Ida pergi sejauh 300 km tetapi tidak dapat menemukan suaminya karena dia diisolasi," ungkap Windi.

Ia menambahkan bahwa Ida bahkan memohon kepada petugas dari Kepolisian Paser dan perawat yang berjaga, namun tetap tidak diizinkan berkunjung, bahkan hanya untuk melihat.

Windi menilai pembantaran yang seharusnya menjadi upaya memeriksa kesehatan Misran Toni justru digunakan sebagai cara untuk memberikan tekanan psikologis.

Selama Misran Toni berada di rumah sakit, tim advokasi hanya bisa menyelipkan pesan agar Misran Toni tetap kuat menghadapi situasi tersebut.

"Jadi yang kami lihat, upaya yang sebenarnya dilakukan oleh pihak kepolisian selain pemeriksaan adalah menekan semangat Misran Toni, menekan kondisi psikis dan mentalnya," tegas Windi. 

Menurutnya, hal ini bukan hanya memberikan tekanan kepada keluarga, tetapi juga kepada seluruh warga yang selama ini berjuang menolak aktivitas hauling batubara dari Muara Kate hingga Batu Kajang.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved