Berita Samarinda Terkini

Reaksi DPRD Samarinda soal Stiker Tulisan Keluarga Miskin Picu Kemunduran Penerima Bansos

Sri Puji Astuti, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi adanya penolakan serupa di Samarinda.

Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA
STIKER ORANG MISKIN - Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti pentingnya akurasi data penerima bantuan sosial dan perubahan mentalitas sosial warga agar penyaluran bansos di Samarinda lebih tepat sasaran dan transparan, 23 April 2025.  
Ringkasan Berita:
  • DPRD mendukung kebijakan penempelan stiker sebagai bentuk transparansi;
  • Pengunduran diri penerima bansos karena rasa malu dipandang jadi hal positif;
  • Kemandirian bisa mengurangi beban APBD Samarinda, misalnya untuk pembayaran BPJS Kesehatan atau bantuan sosial lainnya.

 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA — Belakangan ini ramai pemberitaan terkait banyaknya keluarga yang memilih mundur sebagai penerima bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) setelah rumah mereka akan ditempeli stiker bertuliskan “Keluarga Miskin.”

Kebijakan ini sebenarnya merupakan bagian dari pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) yang menekankan pentingnya penyatuan data sosial ekonomi agar penyaluran bansos lebih akurat dan akuntabel.

Menanggapi fenomena tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi adanya penolakan serupa di Samarinda.

“Saya belum mendapat kabar kalau di Kota Samarinda, tapi memang itu pernah jadi wacana di Samarinda sebelumnya. Tapi memang banyak yang menolak,” ujar Puji.

Baca juga: PBNU Beri Respons Syarat Vasektomi untuk Penerima Bansos: Menyedihkan, Orang Miskin Dimandulkan

Menurutnya, kondisi sosial ekonomi warga yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sering kali tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.

Ia menilai, banyak penerima bantuan yang secara kasat mata tidak termasuk kategori miskin di Kota Samarinda

Misalnya, warga terdaftar sebagai penerima bantuan, padahal memiliki aset di luar daerah

Ada yang memang rumahnya ngontrak, tapi punya banyak motor, punya televisi, punya wifi dan lain sebagainya.

Ada yang setiap tahun bisa pulang kampung dan mereka di sana punya rumah, punya mobil, punya sawah.

"Tapi di sini terdata sebagai warga miskin. Ini kan juga jadi bahan pertanyaan,” tambahnya.

Politisi perempuan tersebut menilai, akar persoalan sebenarnya terletak pada ketidakakuratan data kemiskinan yang belum pernah diperbarui secara komprehensif.

“Ini nanti wajib kita atensikan, karena pendataan itu memang belum pernah dapat pendataan akurat. Bahkan dari BPS sendiri pun datanya bisa tidak akurat,” katanya.

ILUSTRASI Gelandangan dan anak-anak jalanan yang terlantar.
MENGATASI ORANG MSIKIN - Gelandangan dan anak-anak jalanan yang terlantar. Banyaknya keluarga di Samarinda yang memilih mundur sebagai penerima bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan setelah rumah mereka akan ditempeli stiker bertuliskan “Keluarga Miskin.” (TRIBUNKALTIM.CO/BUDI SUSILO)

DPRD Dukung Penempelan Stiker

Meski demikian, Puji menyatakan dukungan terhadap kebijakan penempelan stiker sebagai salah satu bentuk transparansi publik, asalkan disertai klasifikasi kemiskinan yang jelas.

Menurutnya, perlu ada kejelasan mengenai kategori penerima bansos berdasarkan desil kemiskinan agar program pemerintah benar-benar tepat sasaran.

“Sekarang kan kemiskinan ada desil 1 sampai 9 desil. Nanti yang dapat itu desil berapa, itu kan yang harus dibicarakan. Kebijakan-kebijakan ini kan supaya bansos ini tepat sasaran, dan berdaya guna di masyarakat,” ucapnya.

Namun di sisi lain, ia memahami alasan sebagian warga yang menolak penempelan stiker karena rasa malu atau stigma sosial yang melekat.

Baca juga: Kaltim Kaya tapi Masih Ada Orang Miskin, Gubernur Isran Noor Pidato pada Rapat Paripurna DPRD

Puji menilai, sikap tersebut menunjukkan adanya mentalitas malu yang mendorong sejumlah warga memilih mengundurkan diri sebagai penerima bantuan sosial. 

Menurutnya, jika hal itu terjadi, ia memandang kondisi itu sebagai hal positif karena menunjukkan kemandirian masyarakat, sesuai dengan harapan agar warga tidak selalu bergantung pada bantuan pemerintah.

“Jadi kan Samarinda tidak perlu lagi mengeluarkan anggaran untuk membayar BPJS kesehatannya, mungkin bantuan sosial, baik itu beras dan lain sebagainya. Kan bagus, berarti mereka lebih mandiri, itu yang kami harapkan,” ungkapnya.

Puji juga menilai fenomena tersebut sebagai momentum bagi pemerintah daerah untuk memperbarui data penerima bansos serta mendeteksi warga miskin yang selama ini belum tersentuh bantuan dan belum terdata secara akurat.

“Berarti kita masih banyak warga-warga miskin yang selama ini mungkin belum dapat bantuan dan yang selama ini tidak terdata,” ujarnya.

Politikus Partai Demokrat ini berharap agar proses verifikasi dan validasi data ke depannya dapat dilakukan lebih serius.

Baca juga: Luruskan Isu Orang Miskin Dilarang Punya Anak, BKKBN Kaltim: Itu Salah Total

Sehingga Samarinda sebagai Kota Pusat Peradaban benar-benar menunjukkan kemajuan yang nyata, tidak hanya dari sisi fisik tetapi juga dari mentalitas sosial masyarakatnya.

“Jadi Samarinda bukan hanya slogan, tapi ini kenyataan masyarakatnya bagus, termasuk dengan mentalnya,” pungkasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved