Pelaku Penembakan di Samarinda Ditangkap

Penembakan di THM Samarinda: Peran Sentral Rohim, Diduga Pimpin Operasi dan Atur Peran Rekannya

Peristiwa penembakan di depan THM di Samarinda, Minggu (4/5/2025) dini hari, diduga merupakan aksi pembunuhan berencana.

TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG SALMON
PERAN 10 TERDAKWA - Suasana Sidang Agenda Keterangan saksi ahli dari JPU terkait kasus penembakan hingga menyebabkan DIP meninggal dunia di depan THM Crown Samarinda. Peristiwa penembakan tragis yang terjadi di depan Tempat Hiburan Malam (THM) Crown, Jalan Imam Bonjol,  Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Minggu (4/5/2025) dini hari, diduga kuat merupakan aksi pembunuhan berencana. Insiden ini menewaskan Dedy Indrajid Putra dan melibatkan sedikitnya 10 orang pelaku dengan peran berbeda. (TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG SALMON) 
Ringkasan Berita:
  • Penembakan di depan THM Crown Samarinda diduga aksi pembunuhan berencana 
  • Aksi penembakan melibatkan 10 orang pelaku yang memiliki peran berbeda, eksekusi dilakukan oleh Julfian alias Ijul dengan senjata api 
  • Aulia Rahim alias Rohim disebut sebagai otak operasi

TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA - 

Peristiwa penembakan tragis yang terjadi di depan Tempat Hiburan Malam (THM) Crown, Jalan Imam Bonjol,  Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Minggu (4/5/2025) dini hari, diduga kuat merupakan aksi pembunuhan berencana.

Insiden ini menewaskan Dedy Indrajid Putra dan melibatkan sedikitnya 10 orang pelaku dengan peran berbeda.

Berdasarkan dokumen perkara 717/Pid.B/2025/PN Smr, terdakwa Aulia Rahim alias Rohim alias Kohim bin Hanafi disebut sebagai otak operasi.

Rohim diduga yang memimpin operasi dengan mengatur strategi dan membagi tugas kepada rekannya, mulai dari pemantauan target, eksekusi lapangan, hingga upaya penghilangan barang bukti.

Baca juga: Senpi Terdakwa Penembakan THM Crown Samarinda Dibeli Ilegal dari Eks Anggota Brimob Harga Rp15 Juta

Selain itu, ia juga disebut yang menginisiasi pencarian korban, mengkoordinasikan pergerakan tim, menyediakan sarana transportasi (mobil Wuling), dan memerintahkan penggunaan senjata tajam sebagai rencana cadangan (eksekusi manual). 

Timeline Kejadian

Sabtu malam, 3 Mei 2025, terdakwa Rohim menghubungi Kurniawan alias Wawan Pablo untuk mencari keberadaan keberadaan target bernama Dedy Indrajid Putra di area THM Crown jalan Imam Bonjol Samarinda.

Informasi yang diperoleh kemudian diteruskan kepada Fatur Rahman Ainul alias Fatuy.

Di sisi lain, Rohim mengumpulkan tim eksekusi di THM Muse, Jalan Mulawarman, Samarinda.

Jarak antara THM Muse di Jalan Mulawarman dan THM Crown di Jalan Imam Bonjol, Samarinda, sekitar 4–5 kilometer.

Dalam pertemuan di Muse tersebut, terdakwa Anwar alias ula, Satara Maulana, Wiwin alias Andos, Abdul Gafar alias Sugeng yang diminta membawa senjata tajam jenis badik sebagai persiapan back up atau tindakan darurat jika rencana utama gagal yaitu penembakan. 

Baca juga: Penembakan di THM Samarinda Seret Nama Eks Anggota Brimob Kaltim, Kuasa Hukum Korban Kecewa

"Eksekusi utama direncanakan menggunakan senjata api oleh Saksi JULFIAN alias IJUL, sementara tim lain bertugas mengawasi," demikian bunyi kutipan dari kronologi tersebut.

Sekitar pukul 03.10 Wita, Minggu dini hari, informasi akurat diperoleh bahwa korban bersama istrinya berada di THM Crown. Tim kemudian dibagi menjadi dua:

  • Tim mobil Wuling yang standby di depan toko ban Bridgestone.
  • Tim sepeda motor yang berjaga di depan Hotel Radja.

Saat itu, Fatur sudah memastikan ciri-ciri korban di dalam THM Crown, lalu melaporkannya kepada Kurniawan, Rohim, dan Julfian.

Eksekusi Penembakan

Pukul 04.12 Wita, korban keluar dari THM Crown.

Anwar alias Ula, yang bertugas memantau di Pos Security, memberi kode jari kepada eksekutor.

Julfian yang menunggu dengan motor XMAX hitam langsung mendekati korban dan melepaskan lima tembakan ke arah korban (satu kali meleset, empat kali mengenai tubuh) hingga korban terjatuh.

Setelah itu, Julfian menembakkan senjata ke udara sebagai tanda operasi selesai.

Baca juga: Pihak Terdakwa Soroti Keganjilan Ahli Forensik di Sidang Pembunuhan THM Samarinda

Ia kemudian melarikan diri, membuang pakaian, dan menyerahkan senjata api serta sisa peluru kepada Arile alias Aril untuk disembunyikan.

Barang bukti tersebut kemudian dikubur oleh Aril di kawasan Jalan PU, Kelurahan Baqa, Samarinda Seberang.

Pembagian Peran Tim

Tim Mobil Wuling (Pendukung dan Back Up):

Kelompok ini bertugas melakukan pengawasan dan bersiap melakukan eksekusi menggunakan badik jika rencana penembakan gagal.

  • Anwar alias Ula: pemantau gerakan korban di depan Pos Security THM Crown dan memberikan kode (isyarat jari) kepada eksekutor yaitu Julfian alias Ijul saat korban keluar.
  • Abdul Gafar alias Sugeng: sopir mobil Wuling.
  • Satar Maulana dan Wiwin alias Andos: membawa senjata tajam badik sebagai cadangan.

Tim Sepeda Motor (Informasi dan Back Up Kedua):

  • Kurniawan alias Wawan Pablo: Menjadi perantara komunikasi antara otak pelaku dan pencari informasi. Ia meneruskan foto dan perintah, serta mengkoordinasikan informasi keberadaan korban di TKP.
  • Fatur Rahman Ainul alias Fatuy: memastikan keberadaan dan ciri fisik korban di dalam THM lalu melaporkannya.
  • Andi Lau alias Lau: standby di depan Hotel Radja sebagai back up jika diperlukan.

Peran Pasca-Eksekusi:

Terdakwa Arile alias Aril sempat Ikut serta dalam pertemuan awal dan standby di lokasi.

Ia menerima senjata api dari Julfian dan menguburnya untuk menghilangkan jejak.

Asal Senpi dari Jual Beli dengan Eks Anggota Brimob

Dalam sidang kasus penembakan di THM itu juga terungkap asal senjata api yang digunakan eksekutor.

Asal usul senpi yang dipakai Ijul terungkap di sidang lanjutan penembakan di THM Samarinda yang digelar Rabu (12/11/2025). 

Senjata itu didapat melalui mekanisme jual beli ilegal dari seorang mantan anggota anggota Kompi 3 Batalyon B Pelopor Sat Brimob Polda Kalimantan Timur.

Dari informasi yang dihimpun Tribunkaltim.co, terungkap pembelian senjata api jenis revolver ZBRO JOVKA 5566A00659 warna hitam yang digunakan pelaku untuk mengeksekusi korban, bermula pada pertengahan tahun 2022. 

Saat itu terdakwa bernama Aulia Rahim alias Rohim alias Kohim bin Hanafi membeli senpi seharga Rp 15 juta dari anggota Brimob berinisial DA yang saat itu masih aktif sebagai anggota Kompi 3 Batalyon B Pelopor Sat Brimob Polda Kalimantan Timur.

Usai transaksi selesai, terdakwa Aulia Rahim menyerahkan senjata api tersebut kepada terdakwa Julfian alias Ijul.

Tujuan pembelian senjata tersebut adalah untuk pegangan dan membalaskan dendam oleh terdakwa terhadap Dedy Indrajid Putra, yang mereka duga sebagai pelaku pembunuhan kakak kandung mereka, Jumriansyah (Alm) beberapa tahun yang lalu. 

Kapolresta Samarinda Tegaskan Bukan Senjata Polri atau TNI

Sementara itu, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menjelaskan, alur kepemilikan senjata tersebut murni melibatkan transaksi pribadi dan oknum, serta dipastikan bukan merupakan inventaris organik dari TNI maupun Polri.

"Dapat kami sampaikan bahwa senpi yang digunakan dalam penembakan ini, setelah kita lakukan pengecekan balistik dan forensik, itu merupakan senjata api jenis pabrikan, tapi tidak merupakan organik dari TNI dan Polri.

Bisa dipastikan itu bukan senjata dari Polri dan juga dari TNI juga sudah kita pastikan tidak," tegasnya pada Kamis, (13/11/2025).

Lanjutannya, oknum anggota Brimob berinisial DA itu yang terlibat dalam peredaran senjata tersebut, kini telah menjalani sidang kode etik dan dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari kepolisian. 

Putusan banding menguatkan sanksi tersebut, sehingga statusnya sebagai anggota kepolisian resmi dicabut.

Ia juga mengungkapkan anggota Brimob yang kini jadi eks anggota Kompi 3 Batalyon B Pelopor Sat Brimob Polda Kalimantan Timur mendapatkan senpi itu pada tahun 2018 saat bertugas (BKO) di Jakarta, dan saat itu ia membelinya dari warga sipil dalam kondisi rusak. 

Setelah diperbaiki dan berfungsi kembali, DA menjualnya pada tahun 2022 kepada Aulia Rahim dengan harga Rp 15 juta karena faktor ekonomi.

Kemudian dari Aulia Rahim, senjata tersebut berpindah tangan ke Ijul untuk mengeksekusi Dedy Indrajid Putra di THM jalan Imam Bonjol Samarinda.

"Koneksinya antara salah satu dari senjata itu, hanya sebatas jual-beli saja, dan itu pun sudah terjadi dari tahun 2022," ujarnya. 

Perwira berpangkat melati tiga itu juga menegaskan bahwa transaksi tersebut murni melalui proses jual beli ilegal, bukan penyerahan resmi atau kehilangan. 

Peluru yang digunakan dalam penembakan juga didapatkan satu paket saat transaksi jual beli senpi tersebut. (*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved