Jerat Model Pakaian Ketat

Trauma Hantui Mahasiswi, Kampus dan Aktivis Minta Korban Eksploitasi Digital di Samarinda Tak Diam

Penipuan model hijab di Samarinda ungkap eksploitasi digital yang menjerat mahasiswi dan dorong perlindungan serta literasi digital.

|
Editor: Doan Pardede
Tribun Kaltim
EKSPLOITASI MAHASISWI SAMARINDA - Headline Tribun Kaltim 15 November 2025. Penipuan model hijab di Samarinda ungkap eksploitasi digital yang menjerat mahasiswi dan dorong perlindungan serta literasi digital.(Tribun Kaltim) 
Ringkasan Berita:
  • Gelombang penipuan berkedok tawaran model hijab menyasar mahasiswi di Samarinda lewat pesan IG yang kemudian dialihkan ke WhatsApp. 
  • TRC PPA Kaltim menerima lebih dari sepuluh laporan mahasiswi yang diminta pelaku mengirim foto dengan pose tidak wajar setelah dijanjikan pekerjaan fiktif. 
  • Kasus ini juga dilaporkan menimbulkan dampak psikologis dan mendorong pendampingan hukum, sementara pihak kampus dan DPRD Kaltim menegaskan adanya mekanisme perlindungan serta edukasi digital bagi mahasiswa.

TRIBUNKALTIM.CO - Gelombang penipuan berkedok tawaran model hijab yang menyasar mahasiswi di Samarinda membuka sisi kelam eksploitasi digital.

Modus yang dibangun rapi melalui pesan Instagram ini bukan hanya merampas rasa aman para korban, tetapi juga menimbulkan trauma mendalam 

yang membayangi aktivitas mereka di ruang digital. 

Sebagaiman diketahui Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur menerima lebih dari 10 laporan mahasiswi dengan modus hampir sama. 

Baca juga: Unmul Respons Kasus Penipuan Berkedok Model yang Sasar Mahasiswi

Pelaku menarget perempuan muda aktif di media sosial dengan iming-iming bayaran tinggi dan proyek bergengsi. 

“Awalnya mereka dihubungi lewat DM, lalu dilanjutkan ke WhatsApp. Setelah korban percaya, barulah pelaku meminta foto-foto dengan pose tidak wajar,” ujar Sudirman, Bidang Hukum TRC PPA Kaltim, kepada Tribun Kaltim, Rabu (12/11). 

Menurutnya, pelaku beraksi rapi dan konsisten. Pesan biasanya dikirim tengah malam, saat korban lebih santai.

“Pelaku mengaku sedang mencari model untuk promosi wisata di Bali, padahal semuanya fiktif,” jelasnya. 

Hingga kini, TRC PPA Kaltim mencatat lebih dari sepuluh mahasiswi telah datang langsung meminta pendampingan hukum dan psikologis. 

Namun, berdasarkan komunikasi daring, jumlah korban diperkirakan mencapai puluhan orang, termasuk mahasiswa baru angkatan 2023. 

Di tengah ramainya laporan, Universitas Mulawarman (Unmul) kampus yang santer disebut karena mayoritas korban adalah mahasiswinya menegaskan bahwa hingga kini belum menerima aduan resmi. “Sampai saat ini belum ada laporan masuk ke kami,” ujar Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unmul, Prof Moh Bahzar, Rabu (12/11). 

Bahzar menegaskan, setiap masalah yang menimpa mahasiswa biasanya cepat terdeteksi karena banyak jalur laporan yang tersedia.

Ia memastikan, mahasiswa sejak awal kuliah telah dibekali pendidikan moral melalui mata kuliah dasar seperti Pendidikan Pancasila, serta memiliki akses ke layanan konseling kampus. 

“Kita ada Satgas PPKS yang berhubungan langsung dengan Fakultas Hukum. Jadi perlindungan hukum terhadap mahasiswa sudah tersedia,” jelasnya. 

Menurutnya, kampus juga rutin menjalankan seminar literasi digital dan perlindungan perempuan sebagai upaya pencegahan.

Bahkan bagi mahasiswa yang berminat dunia modeling, kampus menyediakan wadah resmi melalui ajang Putra Putri Kampus yang bekerja sama dengan brand profesional. 

Namun di akhir pernyataannya, ia mengingatkan satu hal. 

“Mahasiswa harus waspada. Jangan hanya melihat uang langsung tergiur. Jaga iman dan takwa.” 

Luka Psikis 

Berbeda dari pendekatan formal kampus, aktivis perempuan dan Koordinator Paralegal Perempuan Mahardhika Samarinda, Disya Halid, menyoroti dimensi yang jauh lebih gelap dari kasus ini yakni luka psikis yang dialami korban akibat eksploitasi digital.

Menurutnya, pola penipuan seperti ini merupakan bagian dari kekerasan berbasis gender online (KBGO), yang dampaknya sering lebih berat dari yang tampak di permukaan.

“Korban biasanya mengalami trust issues, bahkan paranoid terhadap media sosial. Ruang yang seharusnya aman jadi menakutkan bagi mereka,” ujar Disya.

Ia menjelaskan, trauma korban bisa memunculkan kecenderungan menghindari ponsel atau aplikasi digital karena terus mengingatkan pada kejadian tersebut.

Pelaku memilih mahasiswi bukan secara kebetulan, melainkan karena posisi mereka dianggap rentan secara ekonomi dan sosial.

“Banyak mahasiswi hidup ngekos, jauh dari keluarga, dan ekonominya pas-pasan. Tawaran puluhan juta itu terlihat menggoda. Pelaku tahu celah ini dan memanfaatkannya.” 

Disya juga menyoroti persoalan yang kerap memperburuk luka korban yaitu victim blaming.

Baca juga: Tawaran Model Berujung Permintaan Foto Sensual, Awal Mula Perkenalan 2 Mahasiswi dengan Erlangga

“Banyak yang menyalahkan korban dengan komentar ‘siapa suruh mau’. Padahal tidak sesederhana itu.”

Ia menolak keras pandangan bahwa pakaian perempuan atau unggahan mereka di media sosial memicu pelecehan.

“Ada korban yang berhijab bahkan bercadar tapi tetap dilecehkan. Jadi yang salah itu pelaku, bukan pakaian korban.”

Menurutnya, selama pola pikir moralistik terhadap tubuh perempuan tidak berubah, kasus eksploitasi
digital akan terus berulang.

Sebagai paralegal, Disya menegaskan bahwa tindakan pelaku masuk dalam ruang lingkup UU TPKS, yang mencakup kejahatan seksual di ranah digital.

Ia mendorong korban untuk melapor dan tidak merasa sendiri.

Ia juga menilai pemerintah perlu memperluas pelatihan literasi digital untuk membantu masyarakat mengenali pola penipuan modern.

“Modus makin canggih. Pelatihan literasi digital itu penting agar masyarakat bisa deteksi dini.” 

Hak Perempuan Mesti Dilindungi

Anggota DPRD Kaltim, Andi Muhammad Afif Rayhan Harun menyampaikan pesan tegas mengenai perlindungan hukum bagi perempuan di Indonesia.

Respon ini diberikan pasca temuan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim yang menerima laporan dan tengah mendampingi puluhan mahasiswi yang menjadi korban dugaan penipuan berkedok tawaran pekerjaan sebagai model busana.

Politikus muda Partai Gerindra daerah pemilihan (dapil) Kota Samarinda menegaskan apresiasinya terkait pendampingan yang dilakukan TRC-PPA.

“Kita apresiasi adanya pendampingan hukum ini. Hak–hak perempuan mesti dilindungi,” tegasnya, Kamis (13/11).

Disamping itu, ia menekankan bahwa tak hanya Kaltim, tapi seluruh perempuan di Tanah Air terlindungi secara menyeluruh oleh berbagai peraturan hukum, dari aspek martabat hingga hak-hak asasi.

Afif menyoroti bahwa landasan perlindungan ini sangat kuat, dimulai dari hierarki tertinggi hukum nasional.

"Aturan kita menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, itu terdapat dalam hirarki tertinggi hukum kita,” imbuhnya.

Afif juga menjelaskan, semua regulasi yang ada mulai dari Undang-Undang hingga Peraturan Daerah (Perda) merupakan hasil kerjasama antara legislatif (DPRD/DPR), Bupati, Wali Kota, dan Gubernur.

Tentu regulasi mesti dijalankan agar bertujuan memperkuat perlindungan terhadap hak-hak perempuan.

Misalnya, UUD 1945: Pasal 28D dan 28I menjamin persamaan kedudukan di mata hukum dan hak asasi manusia, yang berlaku bagi semua warga negara termasuk perempuan.

Kemudian UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: Menegaskan hak perempuan untuk mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.

Meskipun perangkat hukum telah lengkap, Afif sedikit menyayangkan bahwa masih banyak masyarakat, termasuk perempuan itu sendiri, yang belum sepenuhnya menyadari keberadaan dan kekuatan aturan-aturan ini.

Ia melihat hal ini sebagai tantangan kesadaran yang harus dijawab oleh generasi penerus bangsa.

“Harapan itu ada di tangan kita semua yang muda-muda. Harus saling menjaga,” imbuh Afif.

Baca juga: Jerat Model Pakaian Ketat di Kaltim, Aktivis Perempuan Desak Kampus dan Keluarga jadi Ruang Aman

Ia juga mendorong generasi muda untuk tidak hanya memahami, tetapi juga menghargai undang-undang yang ada.

Serta menekankan bahwa undang-undang bukanlah sekadar tulisan di atas kertas, tetapi instrumen penting untuk menjaga keadilan dan hak asasi manusia di masyarakat.

“Setiap kebijakan dan peraturan yang berlaku, ada proses yang melibatkan berbagai pihak, dan hasil dari proses tersebut sangat berdampak pada kehidupan masyarakat, khususnya perlindungan bagi perempuan,” pungkasnya. 

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved