Berita Samarinda Terkini

Alasan Wanita Jakarta Mau jadi Guru di Sekolah Rakyat Samarinda, Kini Curhat Susah Air

Salsa Bila Maharani, Wakil Kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi 58 Samarinda, merasakan pengalaman luar biasa.

Penulis: Raynaldi Paskalis | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/RAYNALDI PASKALIS
PENGAJAR SEKOLAH RAKYAT - Salsa Bila Maharani, Wakil Kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi 58 (kiri) saat ditemui di ruangan kepala sekolah, Sabtu (15/11/2025). Program Sekolah Rakyat yang digagas Presiden Prabowo Subianto menjadi alasan utama Salsa rela mengajar jauh dari domisili. 

Ringkasan Berita:
  • Di Jakarta, air mengalir melimpah dan mudah diakses;
  • Di Kota Samarinda, khususnya di sekolah rakyat 58 ia harus harus mengalami keterbatasan;
  • Banyak siswa yang memiliki orientasi langsung bekerja di perkebunan atau pertambangan. 

 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Salsa Bila Maharani, Wakil Kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi 58 Samarinda, merasakan pengalaman luar biasa saat pertama kali tiba di Kota Samarinda pada 24 September lalu. 

Perpindahannya dari Jakarta ke kawasan SMAN 16 Samarinda membawanya pada realitas kehidupan yang berbeda.

"Kalau pengalaman saya gitu ya kan sebagai orang Jakarta terus langsung ditunjuk menjadi pengajar Sekolah Rakyat di Samarinda itu luar biasa," ungkap Salsa, Sabtu (15/11/2025)

Perempuan yang juga mengajar jenjang SMA ini menemukan banyak hal baru yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Baca juga: Krisis Air Bersih Landa Sekolah Rakyat 58 Samarinda, Siswa dan Guru Terpaksa Mandi ke Masjid

Salah satu tantangan terbesar adalah soal ketersediaan air bersih.

Di Jakarta, air mengalir melimpah dan mudah diakses. Namun di Kota Samarinda, khususnya di sekolah rakyat 58 ia harus harus mengalami keterbatasan akan air bersih.

"Bahkan, kan di wilayah-wilayah makin ke timur itu kan susah air ya," kata Salsa menceritakan apa yang ia dengar saat masih di Jakarta.

Pengalaman ini membuka matanya tentang kesulitan yang dialami masyarakat setempat.

Realitas kekurangan air yang selama ini hanya ia dengar, kini benar-benar ia rasakan langsung.

Dalam proses mengajar, Salsa menemukan siswa-siswanya dapat diarahkan dengan baik. Namun tantangan terbesarnya adalah membangun semangat belajar mereka.

Banyak siswa yang memiliki orientasi langsung bekerja di perkebunan atau pertambangan. 

"Tapi gimana caranya saya itu memotivasi mereka untuk misalkan, kalian itu harus belajar biar nanti itu kalian bisa kuliah gitu," tutur Salsa.

KRISIS AIR BERSIH -  Salsa Bila Maharani, Wakil Kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi 58 (kiri) dan Ranti, waka satpas saat ditemui di ruangan kepala sekolah di SD Sekolah Rakyat Teritegrasi 58 yang terletak di kawasan SMAN 16 Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur sedang bermain, Sabtu (15/11/2025). Saat ini, pihaknya membeli air dari PDAM untuk mengisi tandon berkapasitas 5.000 liter. Sekali mengisi, mereka harus merogoh kocek sekitar Rp100 ribuan.
KRISIS AIR BERSIH -  Salsa Bila Maharani, Wakil Kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi 58 (kiri) dan Ranti, waka satpas saat ditemui di ruangan kepala sekolah di SD Sekolah Rakyat Teritegrasi 58 yang terletak di kawasan SMAN 16 Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur sedang bermain, Sabtu (15/11/2025). Saat ini, pihaknya membeli air dari PDAM untuk mengisi tandon berkapasitas 5.000 liter. Sekali mengisi, mereka harus merogoh kocek sekitar Rp100 ribuan. (TRIBUNKALTIM.CO/RAYNALDI PASKALIS)

Ia berupaya membuka wawasan siswa bahwa pendidikan dapat membuka peluang lebih luas, seperti menjadi pengajar atau bekerja di perusahaan.

Bukan hanya sebatas menjadi pekerja di perkebunan.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved