Bocah Tenggelam di Balikpapan Utara
Pengakuan Ibu Korban Tenggelam di Km 8 Balikpapan soal Firasat Mama Tolong Aku Tenggelam
Di tengah duka yang mendalam, Nia mengaku teringat satu perubahan kecil dari anaknya beberapa hari terakhir
Penulis: Dwi Ardianto | Editor: Budi Susilo
Ringkasan Berita:
- Rifai bukan tipe yang suka bermain jauh dari rumah, apalagi ke area kubangan atau danau;
- Tidak ada tanda-tanda aneh atau perubahan tingkah laku anaknya sebelum kejadian;
- Area kubangan air di Jalan PDAM Kilometer 8 bukan tempat yang aman untuk anak-anak.
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN — Suasana duka masih menyelimuti rumah keluarga Nia Karunia Putri (28), ibu dari Muhammad Rifai Alamsyah, bocah 10 tahun yang menjadi salah satu korban tenggelam di kubangan Jalan PDAM, Kilometer 8, Kelurahan Graha Indah, Balikpapan Utara, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Di tengah duka yang mendalam, Nia mengaku teringat satu perubahan kecil dari anaknya beberapa hari terakhir.
“Biasanya dia suka rapi. Tapi beberapa hari ini, entah kenapa, dia jarang pakai baju di rumah. Maunya santai saja,” ungkapnya kepada TribunKaltim.co pada Selasa (18/11/2025).
Nia mengatakan, hal itu bukan sifat Rifai, namun ia tak pernah menyangka perubahan kecil tersebut kini menggoreskan rasa haru yang mendalam.
“Kalau dipikir sekarang, rasanya jadi ingat terus. Tapi waktu itu saya enggak curiga apa-apa,” katanya pelan.
Baca juga: Doa Terakhir Ibu untuk Rifai Korban Tenggelam, Impian Sunat Pupus di Kubangan Maut Km 8 Balikpapan
Dengan mata sembab, Nia berusaha mengingat kembali detik-detik terakhir ia melihat putra sulungnya sebelum musibah menimpa.
“Terakhir saya lihat anak saya itu jam 1 siang, waktu saya antar dia ke sekolah,” ucap Nia dengan suara bergetar.
Sepulang sekolah, Rifai dijemput oleh pamannya. Sejak itu, Nia tak lagi melihat langsung aktivitas putranya.
“Dia enggak pamit ke saya. Dia cuma bilang ke mama saya, bilangnya mau ke masjid salat. Biasanya memang salat,” ujarnya.
Rifai sempat pulang ke rumah setelah salat. Ia menonton televisi seperti biasa. Tak lama kemudian, beberapa temannya memanggilnya untuk bermain.
“Dia dipanggil teman-temannya, ayo main’. Akhirnya dia pergi,” kata Nia.
Rifai pun pergi bersama tiga temannya yang kemudian juga menjadi korban tenggelam di lokasi kubangan Jalan PDAM.
Baca juga: Tragedi 6 Bocah Balikpapan Tewas Tenggelam, Warga Temukan Baju Para Korban di Pinggir Kubangan
Nia menegaskan bahwa sang anak bukan tipe yang suka bermain jauh dari rumah, apalagi ke area kubangan atau danau.
“Dia enggak pernah main ke situ. Enggak pernah mandi di situ. Kalau main layangan pun sama bapaknya, bukan sendiri,” tuturnya.
Menurutnya, tak ada tanda-tanda aneh atau perubahan tingkah laku anaknya sebelum kejadian. Hari itu berlangsung seperti biasa.
Ada satu hal yang hingga kini membuat Nia terus teringat. Sebuah firasat kuat yang muncul ketika ia sedang mengantar pesanan dagangan jengkol ke kawasan Sepinggan.
“Pas lewat danau, airnya tenang. Tapi saya tiba-tiba kebayang anak saya ada di dalam air, kayak minta tolong, ‘Mama, tolong aku, aku tenggelam’,” tutur Nia sambil menahan tangis.
Ia mengaku merinding, namun mencoba mengabaikan firasat itu.
Ia tak pernah membayangkan bahwa bayangan yang muncul di pikirannya akan menjadi kenyataan pahit.
Setelah pencarian, Rifai menjadi korban terakhir yang ditemukan. Menurut informasi dari keluarga, posisi tubuhnya berada di bagian paling bawah.
“Hancur rasanya. Anak saya yang ditemukan terakhir,” kata Nia lirih.
Rifai adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya yang berusia 6 tahun belum sepenuhnya memahami bahwa kakaknya telah pergi untuk selamanya.
Baca juga: Sorotan Hukum Tragedi 6 Anak Balikpapan Utara Tenggelam, Bagi Pihak yang Lalai Berpotensi Pidana
Nia menggambarkan, putranya sebagai sosok yang ceria, humoris, dan dekat dengan keluarga.
“Dia itu orangnya periang, gampang bercanda, enggak pilih-pilih makanan, pintar, ramah sama teman-temannya,” kenangnya.
Terkait lokasi tenggelamnya para korban, Nia menilai area kubangan Jalan PDAM Kilometer 8 bukan tempat yang aman untuk anak-anak.
“Enggak aman. Enggak ada tanda rambu-rambu larangan. Enggak ada sama sekali,” tegasnya.
Ia mengatakan, area itu sudah ada sejak sebelum pembangunan kawasan sekitar, namun kini kembali terbuka tanpa pengamanan.
Meski hatinya remuk, Nia mencoba tetap tegar dan berharap tak ada lagi anak-anak yang menjadi korban.
“Semoga ke depan ada perhatian. Jangan saling menyalahkan. Semua anak jadi korban. Kita cuma bisa sabar, mau bagaimana lagi,” ucapnya.
Saat mendapat kabar anaknya hilang, hal pertama yang ia lakukan hanyalah berdoa.
“Saya cuma berharap dia baik-baik saja. Tapi ternyata ini yang terjadi,” ujarnya. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251118_Ibu-Korban-Tenggelam-Menangis.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.