Berita Kaltim Terkini
25 OPD di Kaltim Tak Capai Target, Gubernur Rudy Mas'ud Minta Percepat Serapan Anggaran
25 OPD di Kaltim tak capai target, Gubernur Rudy Mas'ud minta percepat serapan anggaran jelang akhir tahun, Senin (24/11/2025).
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Rita Noor Shobah
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud meminta 25 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur fokus untuk penyerapan anggaran jelang akhir tahun.
Pasalnya 25 OPD tersebut masih gagal capai target serapan anggaran hingga minggu terakhir November 2025.
Kondisi ini membuat catatan rapor 25 OPD tersebut masih berwarna merah.
Padahal penyerapan anggaran itu sangat penting untuk kepentingan masyarakat.
Baca juga: APBD Kaltim 2026 Berkurang Rp 6 Triliun, DPRD Pastikan Program Gratispol Tetap Berjalan
Selain itu, penyerapan anggaran juga jadi penilaian penting Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa dalam menilai kemampuan daerah menyerap anggaran.
Apalagi Purbaya sudah menjanjikan akan menambah dana transfer ke daerah (TKD) jika penyerapan anggaran bisa berjalan maksimal.
Gubernur Rudy Mas'ud pun memberi perhatian serius untuk hal ini.
Rudy menegaskan percepatan serapan harus dilakukan tanpa mengorbankan kualitas pekerjaan.
Pemprov Kalimantan Timur sendiri membidik prognosis (prediksi) serapan anggaran hingga akhir tahun mencapai sekitar 94 persen.
Namun hingga memasuki minggu keempat November, masih ada puluhan OPD yang belum menunjukkan kinerja sesuai harapan.
"Jadi menyesuaikan dari semuanya masih ada 25 OPD, karena ini kan baru selesai anggaran perubahannya," ujar Rudy Masud.
Ia menerangkan, seluruh OPD saat ini tengah berada dalam fase krusial untuk menyerap anggaran, mengingat waktu yang tersisa hanya sekitar satu bulan.
Tetap Kedepankan Akuntabilitas
Meski demikian, Rudy Masud menekankan bahwa percepatan realisasi anggaran harus tetap mengedepankan prinsip akuntabilitas.
Orang nomor satu di Bumi Etam itu mengingatkan bahwa kegiatan dan proyek yang dikerjakan OPD wajib memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
Menurutnya, mutu dan kualitas pekerjaan tidak boleh menurun meski tekanan waktu semakin ketat menjelang akhir tahun.
"Tidak kalah pentingnya bahwa pekerjaan kita di akhir tahun ini tetap harus dijaga kualitas dan mutunya," tegas Rudy Masud.
Ia menambahkan, sekalipun serapan anggaran sedikit kurang dari target, yang terpenting adalah manfaatnya harus benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat luas.
"Mudah-mudahan nanti di awal bulan Desember nanti rapornya sudah bagus semua," pungkasnya.
Baca juga: APBD Kaltim 2026 Tertekan, Prioritas Pembangunan Infrastruktur Diatur Ulang
Kejar Peluang Tambahan Dana dari Pusat
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Abdulloh membuka harapan adanya tambahan dana Transfer ke Daerah (TKD) dari Kementerian Keuangan.
Namun, syaratnya cukup ketat: serapan anggaran di triwulan pertama 2026 harus mencapai 30 persen.
“Ini momen untuk menyusun langkah akselerasi pembangunan tahun depan. Ini menjadi trigger bagi Pemprov untuk bergerak cepat dalam penyerapan anggaran,” pungkasnya.
Dana Transfer ke Daerah (TKD) adalah alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disalurkan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mendukung penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah.
Menurut UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), TKD terdiri dari beberapa jenis:
- Dana Alokasi Umum (DAU) → diberikan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah.
- Dana Alokasi Khusus (DAK) → dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu sesuai prioritas nasional (misalnya pembangunan sekolah, rumah sakit, jalan).
- Dana Bagi Hasil (DBH) → berasal dari pajak atau sumber daya alam yang dibagi antara pusat dan daerah.
- Dana Desa → khusus untuk mendukung pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
- Dana Insentif Fiskal (DIF) → diberikan sebagai penghargaan atas kinerja daerah dalam pengelolaan keuangan dan pelayanan publik.
- Dana Otonomi Khusus (Otsus) → khusus untuk daerah dengan status otonomi khusus seperti Papua.
APBD Kaltim Sebelumnya Disepakat Rp21,3 Triliun
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) bersama DPRD Kaltim resmi menyepakati APBD Kaltim 2026 senilai Rp21,3 triliun dalam rapat paripurna, Senin (8/9/2025).
Namun, di balik ketok palu, bayang-bayang pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat masih menghantui.
Secara rinci, APBD 2026 terdiri dari pendapatan daerah Rp20,4 triliun, yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp10,75 triliun, transfer daerah Rp9,33 triliun, dan pendapatan lain-lain yang sah Rp362 miliar.
Untuk belanja modal, pemerintah menganggarkan Rp3,11 triliun, sementara transfer ke kabupaten/kota mencapai Rp7,07 triliun. Adapun sisa pembiayaan daerah sekitar Rp900 miliar.
Baca juga: Imbas Pemotongan Dana Bagi Hasil, APBD Kaltim 2026 Mendatang Berpeluang Dibahas Ulang
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Masud menegaskan bahwa angka yang telah ditetapkan tetap menjadi dasar pihaknya sebelum ada keputusan resmi dari pemerintah pusat.
Ia mengaku prihatin karena isu pemangkasan anggaran menimbulkan kebimbangan di daerah.
"Ya kan ini kan belum ada (keputusan resmi soal pemangkasan). Jadi pakai angka yang sudah disusun TAPD, yang sudah dikaji banggar beberapa waktu lalu," ungkap politisi yang akrab disapa Hamas ini.
Dia juga menyayangkan sikap pusat yang membuat daerah bimbang, terlebih lagi pemangkasan anggaran dialami semua daerah, bukan saja Kaltim.
"Semua daerah mengalami, bukan hanya kita sebetulnya," tukasnya.
Rencana pemerintah pusat memangkas DBH hingga 50–75 persen membuat DPRD Kaltim mendesak Pemprov untuk melobi pusat. Skema DBH yang berlaku dinilai tidak adil bagi daerah penghasil sumber daya alam (SDA).
"Saya pribadi, ada menyarankan skema tertentu soal keuangan daerah itu ke pemerintah," sebutnya.
Pasalnya, menurut politikus Golkar ini, skema yang saat ini tidak efektif dan belum adil.
Menurut Hamas, Kaltim yang menjadi penyumbang devisa besar dari sektor batu bara, minyak bumi, gas, dan kelapa sawit, seharusnya mendapatkan hak lebih adil. Ia menilai skema keuangan pusat-daerah saat ini justru membuat anggaran tersendat.
"Kenapa tidak diubah? Misal, DBH kita 5 persen dari total DBH tersebut. Langsung saja diterima daerah. Nggak perlu singgah dulu ke pusat," bebernya.
Skema yang ada sekarang diakuinya membingungkan daerah.
Hamas menambahkan, anggaran yang seharusnya menjadi hak daerah seringkali mengendap di pusat hingga menunggu keputusan resmi. Kondisi ini dianggap merugikan daerah, terutama jika tiba-tiba ada pemangkasan dari pusat.
"Nah kalau tiba-tiba ada pemangkasan seperti ini, daerah mau bicara apa," ujar Hamas. (TribunKaltim.co/Raynaldi Paskalis/ Fairus)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251104_DPRD-Kaltim-Cari-Insentif-Fiskal-Daerah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.