MK Putuskan Penghayat Kepercayaan Masuk Dalam Kolom Agama di KTP

Di KTP itu kami mohonkan agar dituliskan kepercayaan. Jadi kami mohonkan kesetaraan atau secara umum dari Sabang dan Merauke untuk kepercayaan

sumaterakita.blogspot.com
Penganut Parmalim, Paul Sitorus warga Desa Sampuara Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir perlihatkan KTP dimana kolom agama terpaksa dikosongkan 

TRIBUNKALTIM.CO - Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa "negara harus menjamin setiap penghayat kepercayaan dapat mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)".

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua MK Arief Hidayat, dalam sidang di Gedung MK, Selasa (07/11).

Baca: Gegara Acungkan Jari Tengah ke Rombongan Presiden Trump, Wanita Ini Kehilangan Pekerjaannya

Melalui putusan tersebut, para penggugat yang terdiri dari Komunitas Marapu di Pulau Sumba, penganut kepercayaan Parmalim di Sumatera Utara, penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak di Sumatera Utara, serta penganut kepercayaan Sapto Darmo di Pulau Jawa, berhak untuk mengisi kolom agama pada KTP dan KK esuai dengan kepercayaan mereka masing-masing.

"Di KTP itu kami mohonkan agar dituliskan kepercayaan. Jadi kami mohonkan kesetaraan atau secara umum dari Sabang dan Merauke untuk kepercayaan. Di dalam kepercayaan itu tercakup semua mau Sapto Dharmo dan segala macam. (Dari) Sabang (sampai) Merauke sama," kata Arnol Purba, penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak kepada wartawan BBC, Ayomi Amindoni.

Baca: VIDEO – Ternyata Kesenian ini Bisa Bikin Kerasukan Bahkan Hingga Makan Ayam Mentah

Umat Parmalim ketika medirikan borotan tempat dimana lembu warna hitam yang akan dipersembahkan di ikatkan, Senin (18/7/2016)
Umat Parmalim mendirikan borotan tempat dimana lembu warna hitam yang akan dipersembahkan diikatkan, Senin (18/7/2016) (Tribun Medan / Royandi)

Putusan MK menyebut kata 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk 'kepercayaan'.

MK juga menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945.

Baca: Kelabui Sopir Travel, Wanita Asal Samarinda Ini Malah Dijebak Korbannya

Pasal 61 (1) KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.

Pasal 61 (2) Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangundangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan.

Sunda Wiwitan

Penghayat Sunda Wiwitan di Kampung Cigugur, Kuningan Jawa Barat/BBC INDONESIA.

Dalam putusannya, MK menyatakan adanya kalimat "penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama" membatasi hak atau kemerdekaan warga negara pada agama yang diakui perundang-undangan.

"Konsekuensinya, secara a contrario, tanggung jawab atau kewajiban konstitusional negara untuk menjamin dan melindungi hak atau kemerdekaan warga negara untuk menganut agama...juga terbatas pada warga negara yang menganut agama yang diakui sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Baca: Menjaga Netralitas, Kapolda Kaltim Disarankan Mundur dari Jabatannya

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved