Dinding Kamar Rawat Inap di Instalasi Kedokteran Nuklir Lebih Tebal, Ternyata Ini Sebabnya
Bangunan dan peralatan di Instalasi Kedokteran Nuklir sangat jauh berbeda dengan yang biasa terihat di rumah sakit pada umumnya.
Penulis: Doan E Pardede | Editor: Adhinata Kusuma
SAMARINDA, TRIBUN - Bangunan dan peralatan-peralatan yang ada di Instalasi Kedokteran Nuklir RSUD AW Syahranie sangat jauh berbeda dengan yang biasa terlihat di rumah sakit pada umumnya.
Instalasi ini sendiri terdiri dari antara lain ruang pendaftaran dan ruang tunggu pasien, ruang rawat inap/ruang isolasi, ruang kamera gamma, ruang operator, ruang injeksi dan pasca injeksi, dan beberapa ruangan lainnya.
Perbedaan paling mencolok dengan rumah sakit sakit pada umumnya ada pada ruang isolasi. Di ruang isolasi ini terdapat sebanyak 8 kamar. Di dalam masing-masing kamar ada fasilitas telepon, kamar mandi, televisi. Masing-masing kamar hanya untuk 1 orang saja. Pasien yang dirawat di kamar ini tak bisa didampingi oleh keluarga.
Baca: Mau Berobat di Instalasi Kedokteran Nuklir RSUD AW Syahranie, Ini Tarifnya
Baca: Instalasi Kedokteran Nuklir Kini ada di Kaltim, Ini Untungnya buat Pasien

Dan yang paling khusus, dinding kamar rawat jauh lebih tebal dari bangunan pada umumnya. Selama dirawat, baik pasien dan perawat juga harus menggunakan pakaian khusus yang sudah disiapkan rumah sakit.
"Kalau bangunan lain itu Cuma 1 bata, ini harus 2 bata. Jadi bisa mengeliminasi partikel gamma yang bisa keluar dari ruangan ini," jelas Joko Susilo, Fisikawan Medik Instansi Kedokteran Nuklir RSUD AW Syahranie.
Dan persoalan limbah dari Instalasi Kedokteran Nuklir ini juga menurutnya mendapat perhatian khusus. Seluruh limbah yang dihasilkan diolah secara khusus, sebelum dibuang ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) umum.
Baca: Pemkot Samarinda Mau Tambah 1.000 PNS, Bagaimana Nasib para Tenaga Honorer?
Baca: Mau Tahu Hasil Verifikasi Ijazah 4 Paslon Cagub/Cawagub Kaltim, Ini Kata KPU
Sebagai gambaran, seluruh limbah terlebih ditampung di wadah khusus. Selanjutnya, limbah akan melalui sedikitnya 4 tahapan peluruhan, yang tujuannya akhirnya adalah agar limbah dikeluarkan sesuai standar keamanan lingkungan, dan aman untuk selanjutnya disalurkan IPAL umum.
"Kalau fisiknya sama, air dan feses. Yang berubah, dosisnya yang diminimalisir sampai mendekati nol," ujarnya.
Keberadaan pengolahan limbah ini juga menjadi hal yang dipersyaratkan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dalam proses penerbitan izin. "Jadi bukan hanya gedungnya. Tetapi juga harus ada limbahnya. Limbahnya tidak ada, izinnya juga nggak bisa keluar," ujarnya. (dep)