Tiga Hal Ini Penyebab Utama Krisis Ekonomi Bukan karena Kinerja Jokowi-JK

"Mana yang paling tertekan? Ya, Sumatera dan Kalimantan, karena di sinilah letaknya komoditas tambang dan perkebunan," ujar Mirza

(TRIBUNKALTIM.CO/DOMU D AMBARITA)
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara (kedua dari kiri) saat memaparkan kondisi perekonomian nasional yang tertekan situasi internasional. Bank Indonesia mengisiasi rapat koordinasi bersama pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pengusaha se-Kalimantan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin dan Selasa (10-11/8/2015). (TRIBUNKALTIM.CO/DOMU D AMBARITA) 

Suku bunga AS tahun 2009 berada pada level 3 persen. Sedangkan cuku bunga ban di Indonesia 6 persen.

Saat suku bunga AS naik, suku bunga Indonesia juga naik. Saat suku bunga AS naik, kurs rupiah melemah, dan Indonesia terpaksa naikkan bunga supaya kurs tidak melemah.

KONTAN - mata uang dollar Amerika Serikat

BACA JUGA: Kurs Rupiah Sudah Tembus Rp 13.700 Per Dollar AS

Tahun 2004, Indonesia, suku bunya sempat 12 persen. Subprime mortgage krisis, tahun 2008 di Amerika, terimbas ke Indonesia sehingga bergolak, kurs naik sampai ke level 13 ribu. “Kita terpaksa selamatkan Bank Century, yang kemudian memicu panasnya politik,” kata Mirza.

Amerika kemudian menurunkan suku bunga menjadi 0,25 persen, dan Indonesi turun ke 9,5 persen. Kalau ada pertanyaan, apakan Indonesia pernah mengalami penurunan ekonomi setelah 1998? Jawabnya pernah yakni tahun 2009, pertumbuhan perekonomian hanya pada level 4,7 - 4,9 persen.

Kemudian perekonomian naik lain, setelah China membaik. Semua faktor China sangat global, tidak ada kaitannnya dengan faktir poltik.

Amerika menurunkan suku bunga ke level 0,25, serendah ini, karena menghadapi krisis 2008-2009. Lama-kelamaan ekonomi Amerika bangkit. Sejak 2011, 2013, kemudian Mei 2013, dua tahun lalu, bank Central The Federal Reserve (The Fed) mulai mengatakan, suku bunga Amerika sudah saat dinaikkan, stimulus moneter yang digelontorkan The Fed sampai 4.000 dollar AS harus dikurangi.

"Jadi wacananya dibicarakan sejak 2 tahun lalu. Ekonomi mulai bangkit, maka suku bunga juga naik. Eropa, dan Jepang kemudian menggelontorkan likwiditas terus. Sejak saat itu, kurs kita menembus 10 ribu. Tapi suku bunga AS belum naik baru ancang-canang naik,” ujar Mirza.

Terkait menguatkan kurs dollar AS, Mirza menganalogkan dengan tokok beras di satu kampung. Pemilik toko hanya satu di desa itu.

Dia bilang, 6 bulan lagi saya akan cuti, dan selama cuti, toko akan tutup. Maka orang tidak menunggu toko tutup baru beli beras, melainkan membeli beras sekarang, jauh hari sebelum pemilik tokonya cuti.

“Jadi semua negara membeli dollar. Inilah yang terjadi. Kurs semua negara turun, tidak ada yang naik."

Brasil, Turki, Afrika Selatan, Indonesia 2013 melemah 26 persen, dan Tahun ini indonesia melemah 9 persen. Kurs negara lain, termasuk Australia melemah 32 persen, Norwegia melemah 32 persen, bahkan Jepang melemah 38 persen dalam dua tahun.

“Hanya Swiss Franc menguat. Tapi mereka tidak suka, sebab barangnya tidak laku, karena terasa mahal sekali di negara yang kursnya melemah. Produk Swiss tidak laku ke Indobesia dan negara lain. Hanya China yang stabil.

Jadi ada tiga faktor eksternal yang memengaruhi perekonomian Indonesia, yaitu perlambatan ekonomi China, efek suku bunga Amerika naik, serta turunnya harga komoditas di pasaran internasional

“Spekulasi ini kapan berakhir? Mestinya, kalau jadi suku bunga Amerika naik September ini, maka sepkeluasi juga akan berakhir saat itu. Seperti toko beras tadi, seharusnya, harga sudah stabil setelah tutup.”  (Domu D Ambarita)


***

UPDATE berita eksklusif, terbaru, unik dan menarik dari Kalimantan. Cukup likes fan page  fb TribunKaltim.co  atau follow twitter  @tribunkaltim


Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved