Opini
Kode Etik Benteng Penyelenggara Pemilu
Pilkada serentak pertama tahun 2015 ini juga menjadi cerminan pilkada serentak gelombang kedua dan ketiga hingga serentak pada 2027.
Oleh: Feri Mei Efendi, SH
Ketua KPU Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur
ferimei@gmail.com
PEMILIHAN kepala daerah (Pilkada) serentak tanggal 9 Desember 2015, akan menjadi momentum sejarah baru dalam konteks pemilihan kepala daerah. Ini adalah pertama kalinya, pilkada serentak di gelar di negeri ini. Proses tahapan terus berlangsung menuju proses pemungutan suara secara serentak yang rencananya akan digelar di 269 daerah terdiri 9 pilkada provinsi, 36 kota dan 224 kabupaten.
Hampir semua proses tahapan pilkada sudah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) yang sudah disahkan hingga mencapai 14 Peraturan KPU (termasuk PKPU Tentang Pasangan Calon Tunggal). Seluruh penyelenggara pemilu khususnya KPU harus mampu dan cekatan untuk berpegang teguh dalam regulasi yang sudah ditetapkan.
Kita ketahui juga penyelenggara pemilu juga ada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tingkat Pusat maupun provinsi atau Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) untuk tingkat kabupaten/kota serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
KPU dan Bawaslu (Panwaslu) sebagai penyelenggara melaksanakan proses kepemiluan sesuai yang diatur dalam Peraturan KPU maupun Peraturan Bawaslu. Penyelenggara pemilu harus mampu memegang teguh prinsip-prinsip dan etika dalam menjalankan profesionalisme sebagai penyelenggara pemilu, dalam hal ini kode etik penyelenggara pemilu.
Prof Dr Jimly Asshiddiqie, SH dalam makalahnya berjudul Pengenalan Tentang DKPP Dalam Rangka Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang disampaikan di Hari Ulang Tahun ke- 61 Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), di Jakarta, Kamis, 20 Maret 2014, menjelaskan, Kode Etik Penyelenggara Pemilu berisi ketentuan umum, landasan dan prinsip dasar etika dan perilaku, pelaksanaan prinsip dasar etika dan perilaku, sanksi, ketentuan peradilan, dan ketentuan penutup.
BACA JUGA: Petugas Harus Berani Larang Warga Bawa Perekam Gambar
Dari keenam hal itu, yang terpenting adalah terkait etika mulai dari prinsip dasar, perilaku, pelaksanaan hingga sanksi kode etik. Ini bertujuan untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota penyelenggara pemilihan umum di semua tingkatan dengan berpedoman kepada 12 asas yang ditentukan oleh UU, yaitu Kemandirian, Kejujuran, Keadilan, Kepastian hukum, Ketertiban, Kepentingan umum, Keterbukaan, Proporsionalitas, Profesionalitas, Akuntabilitas, Efisiensi dan Efektivitas
Kode etik ini juga diatur dalam Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum. Tentunya, penyelenggara dalam hal ini KPU dan Bawaslu (Panwaslu) harus mampu bekerja secara profesional dan bersinergi. KPU dalam hal menyelenggarakan teknis-teknis kepemiluan diharuskan mampu memegang teguh dan berpedoman pada kode etik tersebut.
BACA JUGA: Jangan Golput, Presiden Putuskan Pilkada Serentak 9 Desember 2015 jadi Hari Libur Nasional
Integritas dan kejujuran penyelenggara menjadi sebuah keharusan. Karena inilah modal untuk melahirkan pemilu/pilkada yang demokratis dan berkualitas. Jika penyelenggara tidak mampu berpedoman dan pada nilai-nilai integritas dan kode etik, maka otomatis mencederai nilai-nilai demokrasi dan kepemiluan, bahkan berdampak pada pelanggaran kode etik dan berujung pada sanksi yang berat. Tidak hanya itu, social cost juga akan menjadi ujian terberat bangsa ini.
Arah dan kualitas pemilihan kepala daerah serentak ini akan bertumpu pada penyelenggara. Meskipun tingkat pelanggaran kode etik menurun, namun dalam proses pilkada serentak ini ada beberapa daerah yang sudah mulai melaporkan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara.

Perubahan mendasar dalam sistem kepemiluan ini memang tergantung pada penyelenggara pemilu. Jika penyelenggara pemilu bekerja dengan baik, cekatan dan memegang prinsip nilai integritas dan kejujuran maka, harapan rakyat mendapatkan pemimpin yang amanah, dan sesuai harapan dapat terealisasi.
Pilkada serentak gelombang pertama (tahun2015) ini memang ujian berat bagi penyelenggara pemilu. Harapan pilkada serentak ini diharapkan mampu meminimalisir penyimpangan dan target pilkada terpadu nasional tahun 2027 tercapai.
KPU sebagai salah satu penyelenggara kepemiluan terus melakukan inovasi dalam sistem kepemiluan. KPU juga harus mampu berbenah dan meningkatkan sistem kepemiluan yang demokratis, transparan dan terbuka sehingga seluruh proses kepemiluan bisa diakses masyarakat.
BACA JUGA: Penerima Sumbangan Fiktif Diminta Kembalikan ke Negara atau Batal Menang
KPU merupakan amanah UUD 1945 sebagai penyelenggara kepemiluan. Peran KPU harus diperkuat secara kelembagaan, karena tanpa KPU maka bisa dibilang tidak akan ada demokrasi. Kita ketahui, lahirnya pemimpin mulai dari bupati, wakil bupati, walikota, wakil walikota, gubernur, wakil gubernur, hingga presiden dan wakil presiden, serta anggota DPRD kabupaten/kota/provinsi hingga wakil rakyat di DPR maupun DPD dan MPR merupakan produk dari KPU.
Selain itu, di tengah perkembangan kepemiluan ini, sejumlah pengamat maupun pakar bahkan NGO agar dilakukan kodifikasi undang-undang pemilu. Rencana kodifikasi undang-undang pemilu ini juga terobosan penting untuk memperjelas dan mempertegas aturan yang ada tentang manajemen kepemiluan, sehingga tidak ada lagi tumpang tindah undang-undang dan ada kepastian hukum.
BACA JUGA: Modus Pecah Sumbangan Paling Mudah Dilakukan Incumbent
Jika penyelenggara pemilu tidak mampu bekerja dan berpegang teguh pada prinsip kode etik termasuk di dalamnya integritas dan kejujuran maka penyelenggara pemilu juga turut andil melahirkan pemimpin negeri ini yang tidak berkualitas.
Pilkada serentak merupakan ujian terberat bagi penyelenggara pemilu. Untuk itu, Bawaslu/Panwaslu juga harus mampu bekerja profesional dan menjunjung tinggi prinsip nilai integritas sehingga KPU yang secara teknis menjalankan fungsi penyelenggaraan bisa terawasi dengan baik.
Dengan demikian, KPU dan Bawaslu/Panwaslu harus bersinergi untuk saling menjalani tugas pokok dan fungsinya dan berpegang teguh pada integritas dan kejujuran sebagai benteng penyelenggaraan pemilu. Kita berharap, ujian pilkada serentak ini menjadi momentum seluruh penyelenggara pemilu untuk bekerja lebih baik lagi guna melahirkan pemimpin yang berkualitas. Karena, Pilkada serentak pertama tahun 2015 ini juga menjadi cerminan pilkada serentak gelombang kedua dan ketiga hingga serentak pada 2027. (*)
***
Follow @tribunkaltim Tonton Video Youtube TribunKaltim
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/sortir-surat-suara_20151129_225958.jpg)
