Aksi Nekat Sembilan Kartini dari Kendeng Mengecor Kaki di Depan Istana

Para ibu ini bukanlah korban tabrak lari. Mereka adalah petani yang hidup di sekitar Gunung Kendeng, Jawa Tengah.

KOMPAS.com/LUTFY MAIRIZAL PUTRA
Sejumlah petani di Jawa Tengah meminta pemerintah membatalkan pembangunan pabrik semen di sekitar Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Mereka pun nekat mengecor kaki mereka sebagai aksi protes. Para petani ini beristirahat di kantor LBH Jakarta sembari menunggu permohonan mereka menemui Presiden Jokowi, Rabu (13/4/2016). 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Sembilan ibu-ibu berjejer duduk mengahadap sebuah kotak kayu di depan Istana Negara. Matahari tepat berada di atas kepala mereka. Satu diantaranya menangis tersedu. Kakinya membesar dibalut gips putih.

Para ibu ini bukanlah korban tabrak lari. Mereka adalah petani yang hidup di sekitar Gunung Kendeng, Jawa Tengah. Sembilan petani itu menamakan diri "Kartini Pegunungan Kendeng".

Sembilan Kartini tersebut melakukan aksi mengecor kaki sebagai bentuk protes terhadap pendirian pabrik semen, Selasa (12/4/2016) siang. Mereka ingin berdialog bersama Presiden Joko Widodo.

Di tengah mereka, Deni Yulianti (28) terlihat terisak. Dia berusaha kuat menahan tangisnya yang terus keluar.

Siang itu, dia duduk menanti menghadap sebuah kotak kayu sambil membenamkan kaki ke dalamnya. Ia masih menunggu bahan baku semen untuk menanam kaki yang datang terlambat.

Deni berasal dari Grobogan. Lima orang petani lainnya yang datang bersama Deni berasal dari Rembang. Sisanya, tiga orang berasal dari Pati, Jawa Tengah.

Aksi Kartini Pegunungan Kendeng tergolong berbahaya.

Baca juga: Mahasiswa Demo di Depan Mapolresta, Mengapa Polisi Minta Jangan Lama-lama?


Kristian Erdianto -- Sembilan petani perempuan yang kerap disebut Kartini pegunungan Kendeng, kembali menggelar aksi protes dengan mengecor kaki mereka dengan semen, di seberang Istana Negara, Rabu (13/4/2016). Mereka menolak keberadaan pabrik semen di wilayah Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, karena berdampak buruk pada kondisi lingkungan.

Selasa pagi, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki berkunjung ke mes Kontras, tempat "Kartini" menginap. Teten memperingatkan bahaya atas aksi yang mereka lakukan.

Deni menyadari bahaya aksinya bersama petani lainnya. Namun, ia sudah membulatkan tekad tetap ingin melanjutkan.

"Jika pabrik semen terus berdiri justru lebih berbahaya buat saya dan generasi mendatang," ujar Deni.

Melalui aksi ini, Deni berharap tidak adanya pabrik semen yang berdiri di Jawa Tengah.

Di Rembang, PT Semen Indonesia sudah mendirikan pabriknya sejak 16 Juni 2014. Masyarakat mendirikan tenda di depan pintu masuk-keluar berat sebagai bentuk protes.

Murtini (36), salah satunya. Ia berangkat ke tenda malam hari, lalu seharian di tenda, dan pulang malam berikutnya berganti dengan petani lain.

Baca: Listrik Sering Mati, Ormas Garuda Demonstrasi di Kantor DPRD

Menurut Murtini, jika musim panen, ada sekitar 30 orang berjaga di tenda. Jika tidak musim panen, ada 8-12 orang, sisanya melanjutkan hidup mengolah sawah.

"Kadang orang pabrik bilang, jangan di sini bu, di sini panas. Pulang saja," tutur ibu satu anak ini.

Bagaimana sikap pemerintah?

Menurut Murtini, Camat dan pejabat desa lainnya pernah mengunjungi mereka ke tenda. Namun, tak ada perbincangan yang berarti.

"Mereka datang hanya untuk melihat. Pak Gubernur datang malah tanya Amdal. Ibu-ibu kan enggak tahu Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan)," papar Murtini.

Senada dengan Murtini, Joko Priyanto (34), petani Rembang, bertanya balik soal Amdal kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat ia datang ke tenda. Hasilnya, Gubernur tidak bisa menjawab.

"Kalau sudah baca Amdal harusnya dia berani cabut izin pabrik. Amdal tidak sesuai dengan fakta di lapangan," ucap Joko.


Kristian Erdianto -- Sembilan petani perempuan yang kerap disebut Kartini Pegunungan Kendeng kembali melakukan aksi protes dengan mengecor kaki mereka di seberang Istana Negara pada Rabu (13/4/2016). Hal ini merupakan bentuk protes petani terhadap pendirian pabrik semen PT. Semen Indonesia. Sembilan Kartini Pegunungan Kendeng tersebut merupakan para petani sepanjang pegunungan Kendeng yaitu Rembang, Pati, Blora, dan Grobogan, Jawa Tengah.

Menurut Joko, kawasan pabrik berada di kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) watuputih yang merupakan pelindung geologi. CAT berfungsi sebagai pemasok air pegunungan Kendeng Utara.

CAT Indonesia dilindungi oleh Keputusan Presiden RI Nomer 26 Tahun 2011.

Sedikit lebih baik, di Pati belum sampai ada pabrik berdiri. Namun, PT Sahabat Mulya Sejati, anak perusahaan PT Indocement, berencana mendirikan pabrik semen.

Warga mengambil langkah menolak pendirian pabrik.

Pada 17 Oktober, masyarakat Pati menggugat pabrik Indocement ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.

Hakim Andi Budi Sulistyo memenangkan gugatan warga terhadap izin pendirian pabrik. Namun, upaya mendirikan pabrik belum selesai begitu saja.

Bupati Pati bersama PT Sahabat Mulya Sejati mengajukan banding atas gugatan warga itu.

Menurut Ngatemi (42), petani asal Pati, tidak ada sosialisasi pendirian pabrik kepada masyarakat. Tiba-tiba izin pendirian pabrik keluar begitu saja.

"Tidak ada sosialisasi apapun. Kami sangat marah kepada pemerintah daerah," kata Ngatemi.

Ngatemi mempertanyakan keluarnya Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Menurutnya, bila pemerintah peduli lingkungan, pemberian izin amdal tidak terjadi.

Deni menyebutkan, saat bertani ia sudah tidak bisa lagi bergantung pada musim. Banyak mata air yang kering.

"Kalau alam sudah rusak, bagaimana anak cucu kita nanti," kata Deni.

Selasa (12/4/2016) pagi, sebelum para "Kartini" berangkat ke Istana Negara, Alexandra Herlina (45) sudah memberikan arahan terkait aksi mengecor kaki.

Baca: Massa Demo PLN, Dua Ruas Jalan Ditutup

Lina, sapaan Alexandra paham bahaya yang akan diterima "Kartini". Dia lah yang mengawasi kondisi kesehatan para petani perempuan yang punya tekad bulat itu.

"Semen tidak boleh kontak langsung dengan kulit. Tidak boleh hirup asap yang keluar saat mengaduk semen," ucap dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu.

Herlina mengatakan, hanya aksi beberapa jam saja ketakutan yang ditimbulkan sudah luar biasa.

"Apalagi kalau pabrik semen sudah berdiri di lingkungan padat penduduk, bisa dibayangkan efek sampingnya," tambah Lina.

Menurut Joko, masih ada satu doker yang membantu para "Kartini".

"Ia tidak bisa ikut ke Jakarta karena bekerja sebagai Kepala Puskesmas di Rembang," ucap Joko. (*)

***

Perbarui informasi terkini, unik, dan menarik melalui medsos.

Join BBM Channel, invite PIN BBM C003408F9, Like fan page Facebook TribunKaltim.co, follow Twitter @tribunkaltim serta tonton video streaming Youtube TribunKaltim


Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved