Trump Dibully Ramai-ramai Usai Ancam Negara-negara yang Menentangnya

Beberapa diplomat malah menilai ancaman itu ditujukan untuk merayu para pemilih AS demi Pemilu Sela tahun depan.

Warga membawa spanduk anti-keputusan Trump dalam unjuk rasa di Depan Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta, Jumat (8/12) - FATHIYAH WARDAH/VOA 

TRIBUNKALTIM.CO -- Ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang akan menghentikan bantuan keuangan kepada negara-negara yang mendukung rancangan resolusi PBB yang berisi seruan agar AS menarik keputusan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel justru berbalik menjadi bumerang.

Sejumlah diplomat senior di PBB menyebut ancaman Trump yang disampaikan melalui Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, itu tak akan mengubah pendirian kebanyakan anggota Majelis Umum.

Apalagi ancaman terang-terangan di depan publik itu jarang sekali terjadi sebelum ini.

Beberapa diplomat malah menilai ancaman itu ditujukan untuk merayu para pemilih AS demi Pemilu Sela tahun depan.

Miroslav Lajcak, Presiden Majelis Umum PBB, enggan menanggapi ancaman Trump itu.

Namun seperti dilansir Antara, dia menyatakan "Adalah hak dan tanggung jawab setiap negara anggota PBB untuk mengutarakan pandangannya."

Baca: Pengakuan Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel Batal, AS Kalah Telak, Begini Hasil Votingnya

Baca: 128 Negara Termasuk Indonesia Dukung Resolusi PBB Tolak Sikap AS atas Yerusalem

Baca: Trump Marah Besar, Ini Ancamannya Terhadap Negara-negara Pendukung Resolusi PBB Soal Yerusalem

Trump tiba-tiba menjungkirbalikkan kebijakan AS yang sudah berumur puluhan tahun terkait masalah Palestina dan Yerusalem ketika bulan ini mengatakan bahwa AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Trump bahkan berencana memindahkan kedutaan besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Tindakan ini memicu amarah Palestina, dunia Arab dan Islam, serta membuat cemas sekutu-sekutunya di Barat.

Rancangan resolusi PBB sendiri berisi seruan kepada semua negara untuk menghindari mendirikan misi diplomatik di Yerusalem.

Kemarin, Duta Besar Nikki Haley, lewat surat kepada beberapa anggota PBB yang juga didapat Reuters, memperingatkan bahwa Trump telah meminta dirinya untuk "melaporkan balik negara-negara yang bersuara menentang kami."

Haley terang-terangan mengancam lewat posting Twitter bahwa "AS akan mencatat nama-nama (negara yang mendukung rancangan resolusi itu)".

Seorang diplomat senior dari sebuah negara Islam, yang meminta namanya tidak disebutkan, menyerang surat ancaman Haley, dengan berkata, "Sebuah negara memilih bullying terang-terangan semacam itu hanya ketika negara itu tahu mereka tidak punya argumentasi moral atau hukum untuk meyakinkan negara lain."

Baca: Erupsi Gunung Agung, Jumlah Wisman Anjlok, Ini 4 Cara Pemerintah untuk Pulihkan Pariwisata Bali

Baca: Ingin Gelar Pesta Akhir Tahun di Rumah? Simak, 7 Tipsnya!

Baca: Kawasan Tanah Abang Berubah, Berikut Trayek Baru Angkutan Umum

Sementara seorang diplomat senior Barat yang juga meminta namanya tidak diungkapkan, menyebut surat ancaman Haley itu sebagai "taktik murahan" di PBB, namun "bagus sekali untuk Haley 2020 atau Haley 2024", merujuk kemungkinan duta besar AS ini mencalonkan diri pada Pemilu 2020 atau 2024.

"Dia tidak akan memenangkan satu suara pun di Majelis Umum atau Dewan Keamanan, tetapi dia akan memenangi suara penduduk AS," sindir diplomat Barat itu.

Sedangkan seorang diplomat senior Eropa yang meminta namanya tak disebutkan yakin Haley tak akan mampu membalikkan suara banyak negara anggota PBB.

"Kita kehilangan kepemimpinan AS di sini dan surat semacam ini jelas tidak akan membantu menegakkan kepemimpinan AS dalam proses perdamaian Timur Tengah," kata sang diplomat.

Duta Besar Bolivia untuk PBB Sacha Sergio Llorentty Soliz mengomentari surat Haley dengan kalimat berbau tantangan. "Negara pertama yang semestinya dia tulis adalah Bolivia," ujar Soliz.

Baca: Kompak! Usai Diperiksa KPK, 4 Anggota Keluarga Setya Novanto Semuanya Tutup Mulut

Baca: Divonis Lebih dari 8 Tahun, Andi Narogong Terpaksa Rayakan Natal Bersama 4 Tahanan di KPK

Baca: Keren, 7 Pelaku Seni Indonesia Raih Penghargaan Internasional, yang Terakhir Bukan Artis!

Baca: Jelang Natal dan Tahun Baru Polda Kaltim Intensif Operasi Cipkon, Ini Hasilnya. . .

"Kami menyesalkan arogansi dan pelecehan terhadap keputusan berdaulat negara-negara anggota (PBB) dan terhadap multilateralisme," ujar Soliz tegas.

Israel menganggap Yerusalem ibu kota abadi dan tak terpisahkan sebagai miliknya. Negara ini menginginkan semua kedutaan besar asing berada di kota ini.

Sebaliknya, Palestina menginginkan Yerusalem sebagai ibu kota negaranya, tepatnya di bagian timur kota yang diduduki Israel menyusul Perang 1967 yang kemudian dianeksasi namun tidak pernah mendapatkan pengakuan internasional. (Warta Kota)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved