Walikota Neni Jadi Koordinator FDPM, Langkah Awal akan Temui Menkeu dan Presiden
Diskusi panel dan rapat kordinasi daerah pengolah minyak gas (Migas) yang berlangsung di Hotel Grand Tjokro Balikpapan
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Diskusi panel dan rapat kordinasi daerah pengolah minyak gas (Migas) yang berlangsung di Hotel Grand Tjokro Balikpapan, Kamis (12/4) berlangsung sukses.
Sebanyak 11 perwakilan kabupaten/kota pengolah migas se Indonesia hadir memenuhi undangan Walikota Bontang Neni Moerniaeni sepakat membentuk Forum Dearah Pengolah Migas (FDPM).
FDPM merupakan wadah bersama untuk memperjuangkan alokasi dana bagi hasil migas (DBH) sebesar 0,5 persen khusus bagi daerah pengolah migas, tanpa mengurangi porsi anggaran DBH untuk daerah penghasil.
Baca: Lima Juta Kader NU/Ansor Siap Amankan NKRI Bersama TNI-Polri
Selain membentuk FDPM, peserta diskusi yang terdiri Bupati, Walikota dan Ketua DPRD pengolah migas secara aklamasi menunjuk Walikota Neni Moerniaeni sebagai kordinator FDPM. Neni dinilai sukses memperjuangkan kepentingan daerah pengolah migas agar mendapat bagi hasil pemerintah pusat.
Ukuran sukses antara lain terekam dalam draft revisi UU 33/2004 yang tengah digodok Kementerian Keuangan sudah mengakomodir nomenklatur daerah pengolah Migas.
"Ibu Neni sudah menunjukkan kepeloporan dalam memperjuangkan bagi hasil untuk daerah pengolah. Untuk itu kami menyampaikan apresiasi sekaligus mengusulkan agar ibu Wali (Neni Moerniaeni) jadi ketua forum," ujar Wakil Bupati Cilacap Syamsul Aulyah Rahman yang hadir dalam diskusi panel di Balikpapan.
Menurut Syamsul, perjuangan mendapatkan bagi hasil bagi daerah pengolah migas sudah lama disuarakan. Forum serupa bahkan sudah pernah digulirkan mantan Walikota Bontang dua periode Andi Sofyan Hasdam, yang juga suami Neni Moerniaeni. Namun hingga akhir masa jabatannya, upaya memperjuangkan bagi daerah pengolah migas tak kunjung tercapai.
Belajar dari pengalaman tersebut, Syamsul mengusulkan agar seluruh 11 daerah pengolah migas kompak bersurat kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementrian Keuangan, DPR RI, termasuk Presiden RI Joko Widodo agar memberikan bagi hasil untuk daerah pengolah migas. "Usul saya semua Bupati/Walikota dan Ketua DPRD daerah pengolah Migas membuat surat bersama yang intinya meminta bagi hasil Migas khusus daerah pengolah," katanya.
Baca: Diburu Banyak Orang, Ini Dia Spesifikasi dan Harga Oppo F7 di Indonesia
Senada, Plt Walikota Balikpapan Rahmad Mas'ud, mendukung penuh langkah Walikota Neni mengumpulkan seluruh pengambali kebijakan daerah pengolah migas. Menurutnya, bagi hasil migas untuk daerah pengolah migas seperti Balikpapan dan Bontang sudah semestinya diberikan mengingat dampak dari pengolahan migas cukup besar.
Kasus tumpahan minyak disertai kebakaran hebat yang terjadi di perairan Balikpapan belum lama merupakan bukti nyata bahwa daerah pengolah migas menanggung beban yang besar sehingga sudah semestinya mendapat kompensasi bagi hasil dari negara.
"Saya mendukung penuh perjuangan daerah pengolah migas yang diinisasi Bontang. Kapan pun kami siap hadir jika ada pertemuan dengan pemerintah pusat mengenai masalah ini," tutur Rahmad.
Dukungan serupa disampaikan seluruh perwakilan 11 kabupaten/kota daerah pengolah migas yang mengikuti diskusi panel, di antaranya Ketua DPRD Sorong Adam Klouw, Ketua DPRD Banyuwangi I Made Cahyana Negara, perwakilan Kabupaten Blora, Kab Indramayu, Kab Langkat, Kota Dumai, Lhokseumawe, Palembang dan Kota Prabumulih.
Baca: Plt Walikota Balikpapan Imbau Masyarakat Sementara tak Berenang, Ini Kawasan Pantai Larangan
Seluruh 11 perwakilan daerah pengolah migas sepakat memanfaatkan momentum revisi UU 33/2004, untuk memasukkan nomenklatur daerah pengolah Migas.
Sementara itu, Walikota Neni yang hadir sebagai pembicara bersama dengan dua ekonom dari Unmul, Dr Aji Sofyan Effendi dan Dr Bernaulus Saragih menyambut baik respons positif dari peserta diskusi panel. Sebagai inisiator, Walikota Neni memastikan komitmennya untuk menggoalkan perjuangan daerah pengolah migas.
Langkah nyata yang ditempuh adalah menjadwalkan pertemuan lanjutan di Jakarta, pekan depan. Ia berharap agenda pertemuan di Jakarta dihadiri seluruh kepala daerah dan ketua DPRD daerah yang tergabung dalam FDPM.
"Harapan saya kita bisa kompak, para kepala daerah dan Ketua DPRD bersama-sama menemui langsung ibu Menteri Keuangan Sri Mulyani, bahkan kalau bisa bertemu dengan Presiden Jokowi untuk mendapat porsi DBH khusus daerah pengolah Migas," papar Neni.
Menurut Neni, porsi DBH yang dituntut FDPM sejatinya tidak memengaruhi pembagian DBH bagi daerah penghasil yang selama ini sudah berjalan. Saat ini skema bagi hasil DBH yang berlaku sesuai UU No 33/2004, yakni 69,5 untuk pusat dan 30,5 untuk daerah penghasil Migas. Skema yang diusulkan FDPM berdasarkan kajian multidisiplin ilmu yakni 69 persen untuk pusat, 30,5 persen untuk daerah penghasil Migas dan 0,5 persen untuk 11 daerah pengolah Migas.
Baca: Diduga Langgar Izin dan Persyaratan Lain, Kapal Asing Kargo Batu Bara Diamankan di Teluk Balikpapan
"Angka 0,5 persen itu kita usulkan diambil dari porsi pemerintah pusat, jadi tidak mengganggu keuangan daerah penghasil. Angka 0,5 ini juga bisa dimaknai sebagai perekat NKRI karena selama ini daerah pengolah tidak mendapat perlakukan adil," tandas Neni. (*)