Darurat Narkoba
Sederet Fakta Kasus Narkoba di Kaltim: Kotak Gembok, Loket Sabu, hingga Pengedar Jejali Lapas
Dari sejumlah kasus narkoba di Kaltim yang berhasil diungkap terungkap fakta. Mulai dari modus mengelabui petugas hingga untung yang menggiurkan.
Penulis: Doan Pardede | Editor: Syaiful Syafar
Fasilitas pengawasan yang ada di perbatasan ini juga masih sangat minim dan tidak memenuhi syarat.
Dia mencontohkan adanya satu perlintasan yang lalu lintas barangnya cukup tinggi, tapi tidak dilengkapi dengan fasilitas CIQ (Customs Immigration and Quarantine).
"Padahal ketentuannya harus ada CIQ, tapi di sana tidak. Dengan bebas barang-barang, kebutuhan pokok masuk ke Indonesia," ujarnya.
Otomatis, kata Agus, dengan tidak adanya CIQ ini, mendeteksi narkoba yang masuk di titik ini sangat sulit. Padahal, bisnis pengiriman narkotika ke Indonesia ini cukup menjanjikan.
Sekadar informasi, kata Agus, harga narkoba di wilayah ini hanya Rp 400 juta per kg. Tapi ketika dibawa ke Kaltim, harganya bisa mencapai Rp 1,8 miliar per kg.
"Jadi per gramnya di Samarinda, dan di Kaltim ini, bisa mencapai Rp 1,8 juta," katanya.
8. Pengedar jejali Lapas
Saat ini, ada sebanyak 13 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) yang ada di bahwa Kanwil Kemenkumham Kaltim.
Berdasarkan data Kanwil Kemenkumham Kaltim pada Juli 2018, seluruh Rutan dan Lapas yang ada di Kaltim dan Kaltara mengalami over kapasitas.
Di mana Kapasitas 13 Rutan dan Lapas ini hanya 2.998 orang, tapi kini jumlah total Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) mencapai 11.821 orang (over kapasitas 394 persen).
Kondisi yang terparah ada di Lapas Tarakan, yakni dari kapasitas 155 orang kini dihuni 1.165 orang (over kapasitas 752 persen).
Di posisi kedua ada Rutan Balikpapan, dengan kapasitas 186 orang tapi dihuni 978 orang (over kapasitas 526 persen).
Juga ada Lapas Narkotika Samarinda, dengan kapasitas 352 orang tapi kini dihuni 1.512 orang (over kapasitas 430 persen).
Dari total WBP yang ada, juga terdapat 137 anak didik (133 pria dan 4 wanita).
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, keberadaan napi anak ini seharusnya tidak ada lagi.
"Sepertinya masih sulit diterapkan. Masih banyak napi anak yang harusnya bersekolah, dekat orangtua, tapi harus menjalani hukuman di tempat kami," ujar Kepala Kanwil Kemenkumham Kaltim, Agus Saryono.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi over kapasitas adalah membangun tempat rehabilitasi yang memadai.
Dengan demikian, pengguna narkoba tidak perlu dipenjara dan cukup direhabilitasi.
Dan yang tak kalah penting, dengan rehabilitasilah menurutnya mata rantai peredaran narkoba bisa diputus.
Menurutnya, masalah rehabilitasi pengguna narkoba ini harus mendapatkan perhatian serius.
"Rehabilitasi akan memutus mata rantai pengedar dan pengguna," ujarnya.
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) kasus narkoba sebanyak 7.358 orang.
Dari jumlah tersebut, 88 persennya atau sebanyak 6.502 orang adalah bandar/pengedar.
Sementara sisanya, sebanyak 856 orang atau 12 persen adalah penguna narkoba.
Selain itu, juga ada WBP teroris 4 orang, WBP seumur hidup 18 orang dan tidak ada satupun WBP hukuman mati.
Khusus komposisi napi narkotika di mana ada sebanyak 6.502 pengedar dan hanya ada 856 pengguna, memang menurutnya cukup unik.
"Agak lucu, masa tokonya jauh lebih banyak daripada pembelinya," ujarnya.
Jangan lupa follow Instagram tribunkaltim:
Subscribe channel Youtube newsvideo tribunkaltim:
(*)