5 Kuda Hitam di Pilpres 2024, Ada yang Tersandung Penistaan Agama, Hingga Jadi Tersangka KPK
Sejumlah nama beredar sebagai kandidat calon Presiden 2024. Ada yang pernah dibuatkan partai. Ada pula yang sempat jadi tersangka KPK
TRIBUNKALTIM.CO - Pilpres 2019 sudah selesai.
Pasangan Joko Widodo dan Maruf Amin lah yang menjadi pemenangnya.
Bagi Jokowi, ini adalah periode keduanya memimpin republik ini.
Sementara, bagi Maruf Amin, kecil kemungkinan kembali maju di Pilpres 2024, lantaran usianya yang sudah di atas 70 tahun.
Praktis, tak ada calon petahana pada Pilpres 24 mendatang.
Sejumlah nama calon Presiden dan Wapres untuk Pilpres 2024 mendatang sudah beredar.
Lembaga riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis 15 nama tokoh yang dinilai berpotensi berlaga pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dari 15 nama tersebut, lima di antaranya berasal dari kelompok pejabat pemerintah.
Lima nama tersebut dianggap menjadi "kuda hitam" atau sosok yang dapat memberikan faktor kejutan.
Adapun, kelima sosok itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Lantas bagaimana rekam jejak, prestasi dan pencapaian kelima nama tersebut sehingga layak disebut sebagai "kuda hitam" pada Pilpres 2024 mendatang?
Berikut ulasannya.

1. Sri Mulyani Indrawati
Sri Mulyani ditunjuk sebagai Menteri Keuangan oleh Presiden Joko Widodo melalui perombakan kabinet pada Juli 2016.
Ia menggantikan Bambang PS Brodjonegoro.
Sri Mulyani sebelumnya menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia. Jabatan itu ia emban sejak 1 Juni 2010.
Perempuan kelahiran Bandar Lampung 26 Agustus 1962 ini juga pernah memegang tiga jabatan penting pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ketiga jabatan tersebut adalah Menteri Keuangan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sejumlah cara juga pernah dilakukan untuk "membawa" Sri Mulyani ke ranah politik.
Sekitar tahun 2011, sejumlah aktivis dan akademisi mendirikan Partai Serikat Rakyat Independen (SRI).
Partai tersebut dibentuk untuk mendukung Sri Mulyani sebagai calon presiden pada Pemilu 2014.
Susunan kepengurusan Partai Sri saat itu, yakni Ketua Umum Damianus Taufan, Sekretaris Nasional Yoshi Erlina, Bendahara Susy Rizky Wiyantini.
Sejumlah tokoh masuk sebagai anggota Majelis Pertimbangan, antara lain Arbi Sanit, Rocky Gerung, Rahman Tolleng, Fikri Jufri, dan Dana Iswara.
Namun, Partai SRI gagal lolos verifikasi administrasi parpol peserta Pemilu 2014 di KPU.

2. Budi Gunawan
Budi Gunawan dilantik menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada 9 September 2016 oleh Presiden Joko Widodo.
Ia mendapat kenaikan pangkat dari Komisaris Jenderal menjadi Jenderal.
Ia dikenal dekat dengan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri lantaran pernah menjadi ajudannya.
Nama Budi Gunawan dikenal publik saat ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus "rekening gendut" pejabat Polri pada 2015.
Namun, status tersangka itu kemudian dibatalkan dalam sidang praperadilan.
Budi Gunawan juga pernah masuk dalam tujuh calon Kapolri bersama Tito Karnavian menggantikan Badrodin Haiti yang pensiun akhir Juli 2016.
Saat itu, Budi menjabat sebagai Wakapolri dan Tito merupakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Setelah menunaikan tugasnya sebagai ajudan Megawati periode 2001-2004, Lulusan Akpol 1983 ini juga pernah menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier SSDM Polri.
Karier Budi Gunawan terus melejit hingga menjadi Kapolda Jambi dan Bali.
Setelah itu, ia kembali ke Jakarta menjadi Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, sebelum menjabat sebagai Wakapolri.
Pria kelahiran 11 Desember 1959 ini pensiun pada 2017 lalu.
Nama Budi Gunawan juga pernah dikaitkan dengan politik.
Menjelang Pilpres 2019, Budi Gunawan masuk jajaran calon wapres pendamping Jokowi.

3. Tito Karnavian
Tito Karnavian merupakan lulusan Akpol angkatan 1987 pertama yang menyandang tiga bintang di bahunya.
Sebelum terpilih sebagai pimpinan tertinggi Polri, Tito Karnavian menjadi kandidat termuda di antara enam perwira yang masuk dalam bursa calon Kapolri pada 2016 lalu.
Pada 2009, ia pernah menjabat sebagai Kepala Densus 88 Antiteror.
Setelah itu ia ditempatkan di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan.
Tito sempat menjabat sebagai Kapolda Papua periode 2012-2014 dan Kapolda Metro Jaya periode 2015-2016.
Kemudian ia diangkat sebagai Kepala BNPT pada 16 Maret 2016 menggantikan Komjen Pol Saud Usman Nasution.
Tito Karnavian resmi menjabat Kapolri setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (13/7/2016) di Istana Negara.
Pangkat Tito langsung dinaikkan satu tingkat menjadi jenderal polisi.

Gatot Nurmantyo dipilih oleh Presiden Joko Widodo sebagai calon tunggal Panglima TNI.
Nama Gatot diusulkan Jokowi ke DPR pada 9 Juni 2015.
Setelah lolos dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Gatot dilantik menjadi Panglima TNI menggantikan Moeldoko yang pensiun pada 1 Agustus 2015.
Pria kelahiran Tegal 13 Maret 1960 ini pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Ia juga pernah menjabat sebagai Pangdam V/Brawijaya periode 2010-2011. Setelah itu Gatot menjadi Komandan Kodiklat TNI AD dan Pangkostrad pada 2013-2014.
Ia tercatat menjadi prajurit TNI selama 36 tahun sejak 1982.
Gatot resmi pensiun pada 31 Maret 2018.
• Ini Daftar 15 Tokoh yang berpotensi Jadi Capres di Pilpres 2024, Ada 3 Wanita, Ahok Kuda Hitam
• Inilah 15 Nama Capres Potensial 2024, Peluang Munculnya Kuda Hitam The Next Jokowi Terbuka
Sebelum pensiun, posisinya digantikan oleh Marsekal Hadi Tjahjanto yang saat itu menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
Setelah tak lagi menjadi perwira TNI aktif, nama Gatot Nurmantyo santer disebut dalam berbagai lembaga survei calon presiden atau wakil presiden.
Hasil survei nasional Poltracking Indonesia sempat menyebut Gatot dinilai oleh publik sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019.
Selain itu, nama Gatot Nurmantyo juga masuk daftar cawapres mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Akan tetapi, saati itu Gatot Nurmantyo secara tak langsung menyiratkan dirinya akan berkiprah di dunia politik.
Pada masa kampanye Pilpres 2019, Gatot pernah hadir dalam acara pidato kebangsaan Prabowo di Dyandra Convention Hall, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/4/2019).
Ia diberikan kesempatan berbicara seusai Prabowo menyampaikan pidato kebangsaannya.
Gatot pun mengungkapkan alasan kenapa dirinya hadir dalam acara tersebut.
Ia mengatakan, melalui telepon Prabowo meminta dirinya hadir untuk berbicara mengenai beberapa permasalahan terkait kemiliteran.

5. Basuki Tjahaja Purnama
Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok mengawali karier politiknya sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung.
Pada 2005, ia maju dalam Pilkada Kabupaten Belitung dan berhasil meraih suara 37,19 persen.
Pada 22 Desember 2006, Ahok menyerahkan jabatan bupati ke wakilnya.
• KABAR BAHAGIA dari Ahok BTP, Hari Ini Ultah ke-53, Sempat Ucapkan Selamat kepada Jokowi-Maruf
• Ditentang Ahok, Walhi, dan Aktivis Soal IMB Pulau Reklamasi, Anies Baswedan Dinilai Cuma Janji Palsu
Sebab, saat itu ia memutuskan maju dalam Pilgub Bangka Belitung 2007.
Namun, ia gagal terpilih.
Ahok sempat menjadi anggota DPR pada 2009.
Ia mencalonkan diri dari Partai Golkar.
Namun, Partai Golkar bukan merupakan partai politik pertamanya.
Ahok pernah menjadi kader Perhimpunan Indonesia Baru.
Pada 2012, Ahok memutuskan keluar dari Partai Golkar dan masuk ke Partai Gerindra.
Ia menjadi calon wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo.
Selang dua tahun kemudian, Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah Jokowi terpilih menjadi presiden pada Pilpres 2014.
Setelah itu, Ahok memutuskan maju di Pilgub DKI 2017.
Ia berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat.
Namun Ahok-Djarot kalah di putaran kedua pemungutan suara dari lawannya, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Pada saat yang sama, Ahok tersandung kasus penistaan agama.
Ia ditetapkan tersangka pada 16 November 2016.
Pada 9 Mei 2017, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun penjara.
Ahok bebas pada 24 Januari 2019.
Setelah bebas, Ahok diharapkan pendukungnya kembali berkiprah di perpolitikan nasional.
Meski disebut sebagai "kuda hitam" namun status Ahok sebagai mantan terpidana kasus penistaan agama menjadi hambatan jika dicalonkan atau mencalonkan pada Pilpres 2014.
Ahok didakwa melanggar dua pasal, yakni Pasal 156 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun dan Pasal 156a KUHP dengan ancaman pidana penjara 5 tahun.
Sementara itu, Pasal 169 huruf p Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menyatakan calon presiden dan wakil presiden tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Dengan demikian, Ahok dinilai sulit memenuhi syarat jika akan mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai calon presiden maupun wakil presiden. (*)
SUBSCRIBE OFFICIAL YOUTUBE CHANNEL:
BACA JUGA:
Hamili Adik Kandung, AM Jalani Nikah Sedarah di Kalimantan Timur, Ini Respon Istrinya di Bulukumba
Tak Sengaja Nonton Konflik Ikan Asin, Begini Reaksi Anak Fairuz A Rafiq dari Galih Ginanjar
Arti Emoji Dua Tangan Menyatu, High Five, Terima Kasih atau Maaf? Ini Penjelasannya
Persib Gagal Menang di 4 Pertandingan Terakhir, Robert Rene Alberts Ancam Depak Pemainnya
Sederet Fakta Calon Menteri Jokowi, Ada yang Senyum, Siap dengan Syarat, dan Ada yang Tegas Menolak
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Profil Sri Mulyani, Tito Karnavian, hingga Ahok, Calon Kuda Hitam Pilpres 2024", https://nasional.kompas.com/read/2019/07/03/07261741/profil-sri-mulyani-tito-karnavian-hingga-ahok-calon-kuda-hitam-pilpres-2024?page=all.