Mahasiswi Ilmu Hukum Uniba Ini Beri Tanggapan Seputar revisi UU KPK dan KUHP, Ini Penjelasannya

Sarah Yunike, mahasiswi Uniba Jurusan Hukum ini bicara panjang lebar soal revisi UU KPK

Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Rafan Arif Dwinanto
HO Dokumentasi Pribadi
Sarah Yunike 

TRIBUN KALTIM.CO, BALIKPAPAN - Hari ini pemerintah mengesahkan revisi UU KPK.

Dengan disahkannya revisi UU KPK itu membuat mayoritas masyarakat tidak setuju dengan revisi undang-undang tersebut.

Sehingga mahasiswa, aktivis dan orang terpelajar turun ke jalan menuntut pemerintah untuk mencabut revisi UU KPK, tersebut.

Sederet Foto dan Poster Unik Saat Aksi Mahasiswa Menolak Revisi UU KPK dan RKHUP

Unjuk Rasa Mahasiswa di Tarakan Tolak Revisi UU KPK, Peserta Aksi Paksa Masuk Gedung DPRD

Demo Rusuh Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP di Jakarta, Bambu dan Batu Melayang ke Kepolisian

Hal tersebut juga ditentang oleh mahasiswi Uniba Jurusan Hukum, semester lima ini.

Perempuan bernama lengkap Sarah Yunike ini mengatakan menolak revisi UU KPK.

Menurutnya revisi undang-undang tersebut dapat melemahkan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.

Justru dengan adanya revisi UU KPK ini menjadi sebuah kabar baik bagi para koruptor.

Diakibatkan hukuman yang diberikan kepada para koruptor lebih ringan dari sebelumnya.

"Mereka bisa saja berasumsi ini aman-aman saja, karena toh juga KPK lemah kekuatannya.

Di sini para tikus berdasi bisa menyatakan kemerdekaan mereka dalam bermain dalam permainannya.

Saya juga ada dengar soal kepastian hukum pada kpk itu belum ada dan jelas.

Kalau berbicara kepastian hukum, memang kepastian apalagi yg mau di berikan kepastian," ucap Sarah Yunike.

Menurutnya sah-sah saja para mahasiswa berdemo di jalan demi menyuarakan aspirasi.

Tujuannya tak lain, dan tak bukan menyuarakan aspirasi rakyat yang tak sampai di telinga para anggota dewan.

Selain itu pengesahan revisi UU KPK ini sepertinya hanya diputuskan secara sepihak.

Tanpa memikirkan dampak apa yang terjadi di masyarakat kedepannya.

"Kalau tidak mau ribut, yah berikan dong jalan buat perwakilan berbicara kepada DPR untuk menyampaikan apa yg menjadi masalah saat ini.

Lah ini saja aspirasi masyarakat tidak di dengar, main putus dan sah saja.

Kesannya terburu - buru sekali," ucap perempuan kelahiran Kotabaru 22 tahun silam ini.

Kemudian untuk persoalan revisi UU KUHP yang bergulir beberapa waktu belakangan ini.

Menurutnya perubahan KUHP dan beberapa hukuman yang diberikan kepada masyarakat dirasakan oleh Sarah Yunike ini tidak masuk akal.

Salah satunya adalah hukuman kepada pemilik unggas yang membiarkan unggasnya masuk ke pekarangan rumah orang lain berakibat masuk bui.

Menurutnya hukuman tersebut tidak jelas asal-usul dan dampaknya bagi bagi masyarakat.

"Seperti Pasal 278 revisi UU KUHP menyebutkan bahwa setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II atau Rp 10 juta.

Ini kan lucu, kaya gimana mau awasi ternah terus-terusan yah.

Kalau kita ada pelatihan dasar sirkus bisa ngatur ternak mungkin bisa jadi ternaknya diam aja di tempat.

Atau lahan yang sudah di tentukan, masalahnya nih hewan, gak berakal dan kadang mereka bisa lepas-landas sendiri," ucap Sarah.

Selain itu beberapa pasal lainnya juga perlu dibenahi.

Salah satunya adalah pasal ITE yang menurutnya masih menjadi sebuah pasal karet yang tidak berakibat luas dan tidak terperinci.

Selain itu hukuman bagi para gelandangan pun dirasakannya juga tak masuk akal.

Ia justru menyarankan kepada pemerintah untuk membuka pekerjaan atau melatih para gelandangan itu memiliki kemampuan.

Agar kemampuan tersebut dapat digunakan dalam mencari uang.

Justru bukan memberikan denda atau hukuman kepada para gelandangan yang tidak memiliki rumah.

"Banyak cara bikin negara kita tertib dari gelandangan.

Banyak sekali.

Caranya bukakan lapangan pekerja, mereka kan banyak tidak berpendidikan karena ekonomi ya, makanya banyak enggak sekolah dan enggak bisa kerja akhirnya jadi gelandangan untuk hidup.

Punya duit Rp 10 ribu saja mereka syukur bisa beli nasi.

Bayangin aja di denda sampai sejuta.

Uang darimana?," kata perempuan berambut panjang ini.

Justru yang ia takut adalah dengan adanya undang-undang hukum tersebut justru menjadi bahan olokan bagi negara lain.

Bagaimana tidak di negara lain tidak menerapkan sistem hukuman yang direvisi tersebut.

"Ini bisa jadi bahan ejekan negara lain loh.

Boleh lah bikin aturan tapi tahu juga solusinya gimana, banyak gelandangan itu karena tidak ada solusi.

Cari kerja saja susah itu dari mereka yang sekolah loh mengatakan itu apalgi yang tidak sekolah.

Pokoknya lucu-lucu isinya seperti baca lawakan hukum," pungkasnya. 

Nama : Sarah Yunike

Ttl : Kotabaru, 19 juni 1997

Jurusan : Ilmu Hukum - universitas balikpapan

Hobi : traveling, adventure

Instagram : sarah_yunike

Facebook : sarah yunike daddrio

Prestasi : dutabaca 2013 (favorit)

Pekerjaan : pengusaha muda, dalam bidang management artist (sarah yunike agency - jabatan : founder & ceo). (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved