Unjuk Rasa di Samarinda Ricuh, Korban Berjatuhan, Berikut Enam Tuntutan Aliansi Kaltim Bersatu

Aliansi Kaltim Bersatu memberikan keterangan pers soal unjuk rasa di Samarinda. Diketahui, unjuk rasa di DPRD Kaltim ini berlangsung ricuh

Penulis: Christoper Desmawangga | Editor: Rafan Arif Dwinanto
tribunkaltim.co/Christoper D
UNJUKRASA - Massa aksi dari aliansi Kaltim Bersatu menggelar demonstrasi di depan DPRD Kaltim, Kamis (26/9/2019). 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Aksi unjuk rasa di Samarinda, Kamis (26/9/2019), kembali diikuti ribuan massa aksi.

Ribuan massa dari beragam perguruan tinggi, siswa dan LSM yang tergabung dalam aliansi Kaltim Bersatu kembali menggelar unjuk rasa di DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Sungai Kunjang, Kamis (26/9/2019).

Aksi yang awalnya berjalan dengan damai dan tertib akhirnya kembali berakhir ricuh.

Korban Unjuk Rasa di Samarinda, Ada yang Ngaku Kena Peluru Karet, Patah Tulang, Hingga Luka Kepala

Unjuk Rasa di Depan DPRD Kaltim Berakhir Rusuh, Anggota Dewan Ini Sebut Massa Aksi Tidak Solid

Unjuk Rasa di Samarinda, Kanit Intel Dikeroyok Massa Aksi, Kapolres Sayangkan Siswa Ikut Serta

Korban dari kedua pihak, antara massa aksi dan Kepolisian berjatuhan.

Menurut massa, unjuk rasa di DPRD Kaltim ini didasari banyaknya UU yang tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.

Berikut petikan press release yang diterima awak media berupa selebaran dari Aliansi Kaltim Bersatu :

Demonstrasi besar-besaran menuntut Presiden mengeluarkan Perpu tentang KPK ditolak Jokowi. Tuntutan publik lainnya agar mencoret nama calon pemimpin KPK hasil seleksi yang bermasalah juga diabaikan.

Padahal, terdapat hal krusial dalam UU KPK terbaru berkaitan dengan terancamnya indepedensi KPK, pembentukan dewan pengawas, penyadapan dipersulit, dan dibatasi sehingga operasi tangkap tangan (OTT) hampir tidak mungkin lagi terjadi.

Termasuk dengan surat penghentian penyidik penuntutan (SP3) dalam jangka waktu setahun, memberikan celah bagi koruptor lepas dari jerat hukum, serta perekrutan penyidik KPK yang tidak lagi independen, hingga laporan LHKPN tidak lagi menjadi wewenang KPK.

Negara dinilai semakin berupaya untuk mengesahkan berbagai UU yang memberikan keuntungan bagi elit, RUU Ketenagakerjaan, upah murah dan kepastian kerja; RUU Pertanahan, memberikan perpanjangan hak guna usaha (HGU) bagi pemodal; RUU Minerba, semakin mempermudah eksploitasi terhadap ruang hidup rakyat; RKUHP, dengan ratusan pasal tambahan yang tidak masuk akal untuk mempermudah pembungkaman demokrasi rakyat dan dengan mudah mengkriminalisasi rakyat.

Negara kembali dinilai berpihak ke elit tidak juga kunjung menyelesaikan kasus-kasus dimasa lalu. Pelanggaran HAM yang terjadi tidak pernah dijadikan sebagai permasalahan prioritas pasca sentimen rasisme yang diterima rakyat Papua, hingga saat ini lebih dari 30 orang meninggal dunia akibat penempatan militer.

Pelanggaran HAM masa lalu juga tidak kunjung usai, terhitung ada genosida 65, kasus Tanjung Priok, tewas dan hilangnya aktivis 98, dan banyak pelanggaran HAM lainnya. Dan, hingga sekarang tidak pernah terselesaikan, bahkan pelaku diberi ruang dalam Pemerintahan maupun komando militer.

Maka dari itu, aliansi Kaltim Bersatu menuntut :

1. Mendesak Presiden mengeluarkan Perpu terkait UU KPK

2. Tolak segala UU yang melemahkan demokrasi

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved