Soal UU KPK, Ini yang Ditakutkan Lembaga Anti Korupsi Dunia Terjadi di KPK, Dukung Judicial Review
NCAC terdiri dari sejumlah lembaga anti korupsi dari berbagai belahan dunia yang tergabung menjadi satu,
TRIBUNKALTIM.CO - United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) khawatir dengan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi yang bisa melemahkan fungsi KPK dalam menyelidiki kasus korupsi di Indonesia.
Diketahui bahwa UNCAC terdiri dari sejumlah lembaga anti korupsi dari berbagai belahan dunia yang tergabung menjadi satu, dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Selasa (1/10/2019).
Tidak hanya khawatir fungsi KPK akan melemah, UNCAC juga takut kemampuan lembaga anti korupsi itu akan menurun dalam menyelidiki dan menuntut kasus korupsi secara efektif.
• Begini Rektor ITK Balikpapan Menilai Demo Mahasiswa Tolak RKUHP dan UU KPK
• Pengamat Yakin Jokowi Bisa Atasi Tekanan Parpol Soal Perppu UU KPK, Ada yang Harus Diingatkan
• Mahfud MD Beber Atmosfir Bahas Perppu KPK Bersama Jokowi, Tertawa Lepas tak Tegang
• Fahri Hamzah Beri Saran Jokowi Cara Berantas Korupsi, Satunya KPK Harus Mau Lebih Rendah Hati
Selain itu koalisi UNCAC juga menyinggung mengenai Konvensi PBB Melawan Korupsi yang ditandatangani pada 2003 serta telah diratifikasi oleh Indonesia pada 2006.
"Pasal 6 dan 36 dari UNCAC mengharuskan setiap negara untuk memastikan keberadaan badan antikorupsi khusus dalam mencegah korupsi dan memberantas korupsi," tulis Koalisi UNCAC dikutip dari situs resmi UNCAC.
"Melalui penegakan hukum yang harus diberikan kemandirian yang diperlukan dan dapat melaksanakan fungsinya secara efektif dan tanpa pengaruh yang tidak semestinya," sambung tulisan tersebut.
Selanjutnya, koalisi UNCAC juga memberikan apresisasi terhadap kerja KPK dalam mengusut dan mengungkapkan kasus korupsi di Indonesia.
Diketahui bahwa KPK telah membongkar banyak kasus yang melibatkan pengusaha, lembaga peradilan, anggota legislatif, pejabat pemerintah, hingga tokoh politik senior.
Koalisi UNCAC pun memuji kerja KPK yang telah berhasil dalam menyelamatkan kekayaan negara dalam jumlah yang besar.
"KPK telah memiliki tingkat kepercayaan publik yang tinggi menurut organisasi masyarakat sipil Indonesia," jelas Koalisi UNCAC.
"Mengingat rekam jejak KPK yang kuat, kita khawatir dengan upaya untuk melemahkan peran KPK."
Tidak berhenti disitu, koalisi UNCAC juga menyoroti sejumlah poin dalam RUU KPK yang dianggap bermasalah.
Poin yang dianggap bermasalah antara lain kedudukan KPK sebagai cabang lembaga eksekutif, keberadaan dewan pengawas, serta proses kilat pembuatan UU KPK.
Sementara itu Koalisi UNCAC diketahui ikut mendukung tindakan sejumlah warga negara Indonesia yang hendak mengajukan judicial review terkait RUU KPK ke Mahkamah Konstitusi.
"Kami berharap, keputusan pengadilan akan membantu untuk memastikan KPK dapat melanjutkan perang melawan korupsi di Indonesia secara efektif dan independen," terang Koalisi UNCAC.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diketahui telah bertemu dengan ketua umum partai politik pendukungnya untuk membahas mengenai RUU KPK dan juga masalah demonstrasi.
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengungkapkan bahwa Jokowi telah membahas persoalan RUU KPK , dikutip dari Tribunnews.com.
Pertemuan tersebut diketahui digelar di Istana Negara, Bogor, Jawa Barat pada Senin (30/9/2019) malam.
Pada Senin malam, Jokowi juga bertemu dengan seluruh ketua umum partai politik koalisi pendukungnya.
"Kami memang bertemu di Istana Bogor. Kalau dibilang tadi malam ada pertemuan memang iya," ungkap Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Tapi pertemuan itu enggak cuma tadi malam, sering," sambungnya.
Arsul mengtakan pertemuan itu membahas berbagai hal seperti pengamanan dalam proses pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.
Saat ditayai apakah melakukan pembahasan mengenai RUU KPK dan aksi unjuk rasa besar-besaran di sejumlah daerah di Indonesia.
Arsul menjawab bahwa topik itu juga dibahas namun tidak menjadi pembahasan utama.
Diketahui juga bahwa dalam pertemuan itu, partai politik mengusulkan agar Jokowi tidak tergesa-gesa dalam menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan RUU KPK .
Arsul menyebutkan partai koalisi ingin Jokowi memilih jalur legislative review seperti yang diusulkan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.
Legislative review adalah upaya ke lembaga legislatif atau lembaga lain yang memiliki kewenangan legislasi untuk mengubah suatu peraturan perundang-undangan
Jadi pemerintah bersama DPR akan membahas kembali UU KPK dan memperbaikinya sesuai dengan aspirasi dari masyarakat.
Arsul juga mengatakan bahwa saat ini RUU KPK sedang didaftarkan dalam proses uji materi di MK.
"Kami tidak beri masukan secara spesifik. Hanya tentu partai politik menyampaikan bahwa opsi perppu harus menjadi opsi paling terakhir karena ada opsi lainnya yang mesti dieksplor juga," ujar Arsul.
Pengamat yakin Presiden Jokowi bisa atasi tekanan parpol
Saat ini, Presiden Jokowi tengah dihadapkan pada situasi sulit dan berada di tengah tekanan masyarakat dan partai politik.
Ketika tekanan masyarakat untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) pembatalan UU KPK hasil revisi semakin kuat, tekanan dari partai juga datang menolak adanya Perppu.
Karena itu, Jokowi dinilai harus membangun komunikasi dengan para partai politik di parlemen jika ingin menerbitkan Perppu terkait UU KPK hasil revisi yang telah disahkan.
Dikutip dari Kompas.com, Minggu (29/9/2019), Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, wacana penerbitan Perppu KPK oleh Jokowi akan mendapat perlawanan dari partai politik di DPR.
"Kalau ditanya akan ada rongrongan dari partai pendukung, saya rasa ada, tapi tantangan itu bisa diatasi presiden," kata Hendri seperti dikutip Kompas.com, Minggu (29/9/2019).
Lebih lanjut, Hendri menyebut, ada dua hal yang bisa dilakukan Jokowi untuk meyakinkan para pendukungnya.
Langkah pertama adalah membangun dialog dengan membuka kemungkinan penerbitan Perppu secara terbatas.
Ia mengusulkan, Perppu yang akan disusun itu tidak mencabut keseluruhan UU KPK hasil revisi yang telah disahkan, melainkan hanya pasal-pasal yang dianggap bermasalah.
"Saran saya dibentuk tim khusus untuk melakukan kajian ulang kira-kira apa saja yang akan termaktub dalam Perppu itu," ujar Hendri.
Selanjutnya, Jokowi dinilai mesti mengingatkan para partai pendukung pada komitmen Jokowi dalam periode kedua kepemimpinannya.
"Kan Pak Jokowi pernah mengatakan saat ini dirinya tanpa beban. Jadi apa yang bagus pada negara akan dilakukan. Nah, seharusnya parpol pendukung mengingat itu sehingga tidak ada lagi hambatan dari parpol pendukung," kata Hendri.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo akhirnya melunak soal tuntutan mahasiswa dan masyarakat untuk mencabut Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi.
Jokowi yang sebelumnya menolak mencabut UU KPK kini mulai mempertimbangkan untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa perppu. Tentu saja ini kita hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kita putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Hal itu disampaikan Jokowi usai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka.
Dalam pertemuan yang berlangsung dua jam itu, Jokowi mengaku mendapat masukan dari para tokoh untuk menerbitkan Perppu KPK untuk menjawab tuntutan mahasiswa.
• Mirip Mahfud MD tentang Situasi Negara, Ini Kata Krisdayanti soal Perppu KPK Usai Resmi Dilantik
• Mahfud MD Beber Atmosfir Bahas Perppu KPK Bersama Jokowi, Tertawa Lepas tak Tegang
• Namanya Tak Asing, Inilah 3 Politisi yang Terang-terangan Minta Jokowi Tak Terbitkan Perppu KPK
• Mahasiswa Puas, Walikota dan Ketua DRPD Balikpapan Minta Presiden Joko Widodo Terbitkan Perppu KPK
(TribunWow.com/Desi Intan)